Mahasiswa KKN UAD Sosialisasi Gizi dan ASI
Empat mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yaitu Rossy, Yosi, Bianca, dan Windy, melaksanakan sosialisasi kesehatan gizi dan Air Susu Ibu (ASI) di dusun Pucangsari, Candirejo, Semanu, Gunungkidul. Sebanyak dua puluh ibu dan balita antusias mengikuti sosialisasi yang diselenggarakan pada 1-2-2020 tersebut.
Timbulnya masalah gizi tidak sekadar kekurangan makanan, tetapi juga karena pola asuh. Faktor lain yang memengaruhi ialah kemiskinan, kepemimpinan, pembangunan, politik, ekonomi, sosial budaya, ketahanan pangan dan gizi, pendidikan, daya beli akses pangan, akses informasi, serta pelayanan yang kurang baik.
“Angkat stunting di Indonesia masih tergolong tinggi. Diadakannya sosialisasi ini untuk menambah wawasan masyarakat agar tidak menyepelekan gizi anak dari masa kehamilan hingga usia dua tahun setelah lahir, atau 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kami juga memberi edukasi soal ASI dan Makanan Pendamping ASI (MPASI) untuk mendukung terpenuhinya nutrisi dan gizi anak untuk masa emas. Pada masa itu, otak, hati, dan organ penting lainnya sedang tumbuh dan berkembang. Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat semoga dapat menurunkan angka stunting,” ujar Rossy.
Seribu HPK adalah masa sejak anak dalam kandungan sampai anak berusia dua tahun. Kurang gizi pada periode emas mengakibatkan kerusakan atau terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki pada masa kehidupan selanjutnya. Kehamilan delapan minggu pertama adalah fase terbentuknya cikal bakal yang akan menjadi otak, hati, jantung, ginjal, tulang, dan lain-lain sehingga memang harus diperhatikan.
Gizi seimbang bagi bayi dan balita terbangun dari sumber tenaga yang terdiri atas karbohidrat dan lemak. Sumber pembangun terdiri atas daging, ikan, susu, hati ayam, tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Sementara sumber zat pengatur tersusun dari vitamin (A, D, E, K), mineral (zat besi, kalsium, dll) terdapat pada sayur dan buah-buahan.
“Manfaat pemberian ASI salah satunya menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, mengurangi subsidi untuk rumah sakit, serta mengurangi devisa dalam pembelian susu formula. Selain itu juga meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa, karena anak yang mendapatkan ASI akan tumbuh dan berkembang secara optimal,” jelas Yosi. (JM)