• TERKINI
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Mempersiapkan Pemuda Tanggap Bencana

04/03/2025/in Harian Jogja, Opini, Publikasi 2024 /by NewsUAD


Harian Jogja (31 Mei 2024)
M. Junaidy Heriyanto

Kemampuan untuk memberikan pertolongan pertama gawat darurat, termasuk di dalamnya pertolongan pertama pada kecelakaan dan bantuan hidup dasar resusitasi jantung dan paru, sangat penting bagi setiap orang. Kemampuan ini dapat menyelamatkan nyawa dan mengurangi risiko cedera serta mempercepat pemulihan. Keterampilan dan pengetahuan dalam melakukan pertolongan pertama dapat sangat penting dalam situasi darurat di mana bantuan medis profesional tidak atau belum tersedia.

Indonesia merupakan negara berkembang di mana populasi pekerja dan warga lansia tinggi. Di negara berkembang ini selain tingginya angka penyakit menular, pergeseran tren penyakit tidak menular yang sifatnya kronis sudah cukup banyak, yang memungkinkan terjadinya kejadian-kejadian gawat darurat seperti henti jantung, strok, dan lain sebagainya. Di samping itu, Indonesia, khususnya DI Yogyakarta memiliki karakteristik geografi yang memungkinkan munculnya berbagai jenis bencana alam.

Kapanewon Banguntapan merupakan salah satu kapanewon (kecamatan) di Kabupaten Bantul yang memiliki luas wilayah 28,48 km². Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul pada 2023, Kapanewon Banguntapan dihuni 124.595 jiwa dengan rata-rata 4.450 jiwa per km², terpadat di Bantul. Kapanewon Banguntapan berada di dataran rendah dengan bentangan wilayah berupa daerah yang datar sampai berombak.

Di Kapanewon Banguntapan, terdapat beberapa desa wisata dan tempat rekreasi yang memungkinkan tingginya mobilitas di jalan raya. Kejadian gawat darurat rentan terjadi di Banguntapan, mengingat karakteristik geografi dan populasinya sehingga penting untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi darurat.

Pemuda sebagai generasi penerus bangsa memegang peran penting dalam masyarakat. Oleh karena itu, meningkatkan pemahaman dan pelatihan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) di kalangan pemuda, khususnya di wilayah Banguntapan, adalah suatu keharusan.
Kemampuan memberikan pertolongan pertama dalam situasi gawat darurat dapat menyelamatkan nyawa. Banyak kejadian darurat yang menuntut penanganan cepat dan tepat sebelum bantuan medis profesional tiba. Misalnya, serangan jantung, cedera serius akibat kecelakaan, atau insiden lainnya seringkali memerlukan intervensi segera.

Dengan bekal pengetahuan PPGD, pemuda di Banguntapan dapat menjadi garis depan dalam memberikan pertolongan pertama yang krusial. Diharapkan setelah mendapatkan pemaparan materi dan pelatihan PPGD, peserta pelatihan, dalam hal ini pemuda yang telah melakukan praktik dan simulasi PPGD lebih percaya diri apabila menemui kejadian gawat darurat.

Para pemuda diharapkan dapat mengetahui apa saja yang harus dilakukan bila terjadi—misalnya—kecelakaan lalu lintas, bagaimana menghentikan perdarahan akut, apa saja yang perlu diperhatikan apabila akan atau sedang mengevakuasi korban kecelakaan, apa saja kriteria korban yang boleh diselamatkan atau dievakuasi orang awam, karena tidak semua korban kecelakaan terutama kasus trauma dapat dievakuasi begitu saja. Terkadang, butuh tenaga-tenaga yang lebih ahli dan terlatih yang boleh mengevakuasi korban karena jika kurang tepat dalam penanganan alih-alih dapat menyelamatkan nyawa, malah menyebabkan cedera makin parah hingga kematian.

Menyelamatkan Jiwa

Selain itu, pemahaman dan keterampilan bantuan hidup dasar pada pasien-pasien henti jantung, dapat menyelamatkan nyawa jika segera diberikan pertolongan. Terlambat tiga menit saja, dapat menurunkan kemungkinan pasien selamat sebesar 50%, dan jika terlambat hingga 10 menit, kemungkinan hidup pasien bisa jadi tinggal 1%. Selain aspek kemanusiaan, pelatihan PPGD membantu pemuda menjadi lebih sadar akan tanggung jawab sosial.

Melalui pelatihan ini, mereka akan menjadi lebih peka dan sigap dalam menghadapi situasi darurat yang mungkin terjadi di lingkungan mereka. Kesiapsiagaan ini juga dapat membangun komunitas yang lebih kuat dan saling peduli. Pemuda di Banguntapan akan mengembangkan rasa solidaritas dan kebersamaan, menunjukkan komunitas yang siap menghadapi berbagai tantangan, menjadi komunitas masyarakat yang tanggap bencana. Untuk mencapai hal ini pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan organisasi masyarakat harus bersinergi, bekerja sama merancang pelatihan PPGD yang sistematis dan menyeluruh, serta mencakup teori dan praktik yang memadai. Program ini akan berhasil dan berkelanjutan jika memiliki fasilitas pelatihan yang memadai, instruktur yang berpengalaman, dan dukungan berkelanjutan.

Dalam situasi seperti ini, meningkatkan pemahaman dan pelatihan PPGD di kalangan pemuda merupakan kebutuhan. Tidak hanya kemampuan teknis yang diperoleh, manfaat ini juga dapat andil dalam membangun karakter pemuda yang responsif, bertanggung jawab, dan peduli terhadap sesama sebagai bagian dari masyarakat. Harapannya kelak generasi muda, dimulai dari Banguntapan, dapat menghadapi tantangan dan berkontribusi positif kepada masyarakat yang lebih luas.

Sumber : https://opini.harianjogja.com/read/2024/05/31/543/1176331/opini-mempersiapkan-pemuda-tanggap-bencana

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-03-04 09:30:072025-03-04 09:30:07Mempersiapkan Pemuda Tanggap Bencana

Muhammadiyah dan Indonesia Emas 2045

04/03/2025/in Opini, Publikasi 2024, Suara Muhammadiyah /by NewsUAD

Suara Muhammadiyah (29 Mei 2024)
Yusrina Dinar Prihatika

Pemaparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 di Rapat Paripurna DPR RI menegaskan langkah strategis pemerintah dalam menghadapi masa transisi kepemimpinan ke pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Rencana ini menjadi bukti upaya pemerintah untuk menjaga kesinambungan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.

Salah satu poin penting yang disampaikan Sri Mulyani adalah pentingnya menjaga daya tarik investasi dengan memastikan stabilitas dan prediktabilitas ekonomi. Ini adalah langkah yang sangat penting mengingat investasi adalah salah satu pilar utama untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah juga menyoroti perlunya memperbaiki pemerataan ekonomi, yang berarti pembangunan tidak hanya terpusat di kota-kota besar tetapi juga menjangkau daerah-daerah terpencil.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% hingga 5,5% adalah target yang realistis dan menggambarkan optimisme yang hati-hati. Target ini ditopang oleh beberapa faktor kunci seperti terkendalinya inflasi, hilirisasi sumber daya alam, pengembangan industri kendaraan listrik, dan digitalisasi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah memahami pentingnya diversifikasi ekonomi dan modernisasi industri untuk menjaga daya saing Indonesia di kancah global.

Namun, di tengah proyeksi yang optimis ini, ada tantangan signifikan yang harus dihadapi. Risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi, dan ini tercermin dalam proyeksi yield Surat Berharga Negara (SBN) yang diperkirakan berada di kisaran 6,9% – 7,3%. Nilai tukar Rupiah yang diperkirakan berada di rentang Rp 15.300 hingga Rp 16.000 per Dolar AS juga menunjukkan bahwa pemerintah harus tetap waspada terhadap dinamika ekonomi global.

Selain itu, ketegangan geopolitik yang masih berlanjut dan fluktuasi harga minyak mentah global menjadi faktor eksternal yang memerlukan perhatian khusus. Harga minyak mentah Indonesia yang diperkirakan di kisaran US$ 75 – 85 per barel dan proyeksi lifting minyak bumi serta gas menunjukkan bahwa sektor energi tetap menjadi komponen penting dalam perekonomian Indonesia.

Secara keseluruhan, KEM-PPKF 2025 yang dipresentasikan oleh Sri Mulyani adalah langkah strategis yang dirancang untuk memastikan kelanjutan pembangunan ekonomi Indonesia. Pemerintahan baru perlu mengimplementasikan kebijakan ini dengan konsisten dan adaptif terhadap perubahan global. Tantangan ke depan memang tidak sedikit, tetapi dengan strategi yang tepat dan eksekusi yang efektif, visi Indonesia Emas 2045 dapat dicapai.

Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, dapat memainkan peran yang signifikan dalam mendukung dan memperkuat Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Berikut adalah beberapa peran yang dapat dimainkan Muhammadiyah dalam konteks ini:

Pendidikan dan Peningkatan Kualitas SDM

Peningkatan Kualitas Pendidikan: Muhammadiyah memiliki jaringan luas institusi pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dengan memperkuat kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri masa depan, seperti teknologi digital dan industri kendaraan listrik, Muhammadiyah dapat membantu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan siap bersaing di pasar global.

Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan: Muhammadiyah dapat mengadakan program pelatihan dan pengembangan keterampilan di bidang teknologi, kewirausahaan, dan industri kreatif. Ini akan membantu mengatasi kesenjangan keterampilan dan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM.

Pengembangan Ekonomi Lokal

Pemberdayaan Ekonomi Umat: Melalui berbagai program pemberdayaan ekonomi, Muhammadiyah dapat membantu masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM). Program ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada bantuan eksternal.

Pengembangan Agrowisata: Muhammadiyah dapat mendukung pengembangan destinasi agrowisata di daerah pedesaan dengan memberikan bimbingan teknis dan manajerial kepada masyarakat. Ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memanfaatkan potensi lokal untuk meningkatkan ekonomi daerah.

Kesehatan dan Sosial

Peningkatan Layanan Kesehatan: Dengan jaringan rumah sakit dan klinik yang luas, Muhammadiyah dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan. Ini penting untuk mendukung produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Program Sosial dan Kemanusiaan: Muhammadiyah dapat menjalankan berbagai program sosial dan kemanusiaan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program ini dapat mencakup bantuan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi untuk kelompok masyarakat yang kurang mampu.

Stabilitas Sosial dan Politik

Penyuluhan dan Pendidikan Politik: Muhammadiyah dapat berperan dalam memberikan penyuluhan dan pendidikan politik kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dan pemahaman mengenai proses demokrasi. Ini penting untuk menciptakan stabilitas sosial dan politik yang kondusif bagi pembangunan ekonomi.

Membangun Dialog dan Toleransi: Dengan mempromosikan dialog antaragama dan antarbudaya, Muhammadiyah dapat membantu menciptakan lingkungan yang harmonis dan toleran. Stabilitas sosial ini sangat penting untuk menarik investasi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Advokasi dan Kebijakan Publik

Advokasi Kebijakan Publik: Muhammadiyah dapat menggunakan pengaruhnya untuk advokasi kebijakan publik yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan pemerataan ekonomi. Ini termasuk mendukung kebijakan yang mempromosikan investasi, inovasi, dan pengembangan infrastruktur.

Kolaborasi dengan Pemerintah: Muhammadiyah dapat berkolaborasi dengan pemerintah dalam merancang dan mengimplementasikan program-program pembangunan yang sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045. Kolaborasi ini dapat mencakup berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk berkontribusi secara signifikan dalam mendukung Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Melalui pendidikan, pemberdayaan ekonomi lokal, peningkatan layanan kesehatan, stabilitas sosial, advokasi kebijakan, dan kolaborasi dengan pemerintah, Muhammadiyah dapat membantu mewujudkan visi pembangunan berkelanjutan dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Peran aktif Muhammadiyah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat akan sangat membantu dalam mencapai tujuan Indonesia Emas 2045.

Artikel ini telah tayang di suaramuhammadiyah.id dengan judul: Muhammadiyah dan Indonesia Emas 2045, https://www.suaramuhammadiyah.id/read/muhammadiyah-dan-indonesia-emas-2045

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-03-04 08:51:122025-03-04 08:51:12Muhammadiyah dan Indonesia Emas 2045

Sastra di Era Digital

24/02/2025/in Opini, Publikasi 2024, Suara Merdeka /by NewsUAD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Suara Merdeka (29 Mei 2024)
Yusrina Dinar Prihatika

Serangkaian perubahan dinamis yang kini tercermin dalam beragam produk budaya dari berbagai kebudayaan yang memiliki arti nilai-nilai tertentu merupakan bukti hidupnya suatu peradaban.

Produk budaya yang tergambarkan jelas melalui penalaran, cara pikir dan kreativitas manusia ini kemudian mengalami pembaharuan dan restrukturisasi. Dengan demikian, nilai-nilai dan atribut yang dimiliki merupakan hasil dari proses yang dinamis. Sebagai contoh, dalam era digital saat ini, masyarakat telah memasuki era revolusi 5.0 yang mengubah standar nilai yang ada.

Ranah budaya dan nilai standarnya menjadi hal yang paling berdampak pada perubahan sistem yang ada di masyarakat. Terbawa ke ranah personal dengan ditandainya kehadiran dan penggunaan yang ramai pada platform media sosial dan aplikasi digital. Fenomena ini menjadikan banyak sastra-sastra yang tadinya hanya tertuangkan ke dalam buku fisik saja, kini memiliki banyak pilihan dan dihadirkan dengan beragam jenisnya.

Produk budaya seperti karya sastra, mengalami konstruksi dinamis mengikuti perubahan masyarakatnya. Sebagai produk budaya, karya sastra tidak dilepaskan dari konteks masyarakatnya, karena penulis memiliki peran penting dalam menghadirkan karya sastra itu sendiri.

Mulai dari alasan mengapa suatu karya lahir dan juga pemaknaan karya sastra yang kemudian menjadi sangat dinamis tergantung pada sudut pandang dari mana karya sastra itu dilihat dan apa yang tengah terjadi pada peradaban di mana sastra itu dilahirkan.

Pada studi sastra, kompleksitas yang meningkat menjadi sebuah tantangan besar yang diakibatkan oleh adanya ragam budaya. Banyak penulis berharap suara mereka tersampaikan dengan masif, dinikmati oleh setiap individu. Penyampaian secara masif ini, menjadi peran penting bagi pada hadirnya globalisasi dan berkembangnya teknologi.

Era Digital

Globalisasi membuat interaksi yang dilakukan antar budaya, menghasilkan hibriditas budaya atau munculnya identitas dan budaya baru. Hibriditas ini merupakan perpaduan gagasan, konsep tema, dan bentuk yang dapat sama atau berbeda dari sebelumnya yang kemudian lahir atau dilahirkan kembali dalam bentuk yang lebih menyegarkan.

Dimulai dengan kemunculan internet pada tahun 1983 yang kemudian membawa transformasi revolusioner dalam cara manusia menciptakan, mengkonsumsi, dan berinteraksi dengan sastra.
Menjadikan dampak digitalisasi terhadap dunia sastra pada era digital ini menjadi menarik. Mulai dari penciptaan konten hingga interaksi pembaca dengan cerita juga dengan penulis. Jenis sastra juga semakin beragam jika ditilik secara menyeluruh.

Hadirnya graphic narrative film, hybrid literature, hypertext, dan lainnya, disebut sebagai genre sastra yang ditemui dalam dunia digital. Salah satu hal menarik lainnya adalah bagaimana sebuah platform digital dan media sosial kini bisa melahirkan cyber literature yang kini menjadi jenis terbaru dari sebuah sastra.

Adanya fanfiksi dan atau Alternate Universe yang masuk ke dalam cyber literature memiliki daya konsumsi yang luar biasa besar di kalangan masyarakat muda yang tergabung dalam suatu komunitas tertentu. Dilahirkan dari penulis-penulis pemula berbakat, dan juga akses yang dengan mudahnya dapat ditemukan pada platform media sosial.

Tak hanya itu, era digital juga menciptakan komunitas sastra yang hidup, memungkinkan pembaca dan penulis terhubung, berbagi rekomendasi, dan terlibat dalam diskusi online.

Adanya penerapan teknologi digital dalam dunia sastra memang berfokus pada persoalan aksesibilitas. Dalam meningkatkan budaya literasi dan kemudahan aksesnya, digitalisasi sastra juga tak luput dari kepelikan persoalan pembajakan digital dan plagiasi. Belum lagi kekhawatiran soal privasi data, dan potensi kehilangan pengalaman membaca dengan buku fisik.

Kindle, e-book, pdf dan sebagainya menjadi substitusi kebutuhan baca di era Gen-Z. Hal ini mengundang refleksi kritis terhadap implikasi etis dan budaya dari pergeseran digital. Digitalisasi sastra bukan sekedar perkembangan atau evolusi teknologi; ini adalah renaisans atau kebangkitan dari suatu budaya.

Dalam menyesuaikan diri terhadap era digital, dunia sastra membuka peluang baru bagi kreativitas, aksesibilitas, dan keterlibatan komunitas dalam merawat dan menjaga budayanya. Berfungsi sebagai jendela ke dunia sastra digital yang dinamis, mengajak para penikmat untuk merangkul potensi baru dan merayakan perkembangan cara bercerita di abad ke-21.

sumber : https://kedu.suaramerdeka.com/pendidikan/2112784958/sastra-di-era-digital

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-24 11:31:252025-02-24 11:31:52Sastra di Era Digital

Inovasi dan Peran Pembiayaan Perbankan

24/02/2025/in Harian Jogja, Opini, Publikasi 2024 /by NewsUAD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Harian Jogja (10 Mei 2024)
Agus Salim

Inovasi memiliki posisi penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan biaya produksi dan memungkinkan output yang lebih tinggi. Oleh karena itu, hadirnya inovasi akan meningkatkan efisiensi. Dengan kata lain, negara yang memiliki lebih banyak inovasi akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.

Pakar ekonomi Schumpter menyebutkan bahwa inovasi adalah jenis investasi yang mendorong pembangunan ekonomi melaui proses inovasi yang dapat memaksimalkan keuntungan dalam aspek bisnis atau kewirausahaan. Selanjutnya manfaat dengan menciptakan inovasi dalam menghasilkan produk dan jasa adalah menghasilkan pertumbuhan ekonomi.

Beberapa tahun terakhir, upaya peningkatan inovasi di Indonesia telah menjukkan peningkatan secara signifikan. Berdasarkan data dari World Intellectual Property Organization (WIPO), sebanyak 755 paten telah disubmit pada 2013 yang kemduian meningkat menjadi 1445 pada 2021. Jumlah grant kepemilikan paten juga meningkat dari 339 pada 2016 menjadi 756 pada 2021. Namun jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, tingkat inovasi Indonesia masih rendah.

Belum lagi jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, dan China. Hal ini menunjukkan pentingnya dorongan kepada innovator baik kepada invidu maupun institusi untuk berlomba-lomba menciptakan inovasi yang dapat dicatatkan sebagai kepemilikan dalam bentuk paten melalui pembiayaan eksternal menjadi salah satu urgensi dalam meningkatkan kapasitas inovasi nasional.

Studi mengenai determinasi inovasi menunjukkan bahwa pengembangan inovasi dapat mengikuti fluktuasi kondisi sektor keuangan yang tidak bisa diabaikan sebagai instrumen vital dalam menyediakan pendanaan likuiditas untuk menghasilkan inovasi. Berdasarkan fungsi intermediasi keuangan yang berkaitan dengan fungsi pasar dan organisasi keuangan, fungsi penting sektor keuangan adalah mengatasi masalah moral hazard dan adverse selection, sehingga mengurangi biaya pendanaan eksternal peminjam.
Oleh karena itu, sektor keuangan mempunyai peran penting melalui intermediasi keuangan dalam mendorong inovasi teknologi yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Pinjaman yang memadai dari lembaga keuangan kepada perusahaan akan sangat mendukung pertumbuhan inovasi. Oleh karena itu, perkembangan keuangan dan kelembagaan dengan penyaluran kreditnya tidak dapat dipisahkan dari sumber pelonggaran kreativitas. Ketersediaannya berkorelasi dengan dinamisme proses bisnis dan penciptaan inovasi karena pinjaman melalui sektor keuangan memberikan keuntungan untuk alokasi sumber daya dan mitigasi risiko.

Tantangan Pendanaan
Akan tetapi sebagian besar perusahaan penghasil inovasi yang umumnya memiliki teknologi tinggi menghadapi tantangan dalam mendapatkan pinjaman bank karena masalah yang berkaitan dengan ketersediaan informasi yang tidak merata dan kurangnya aset yang dapat digunakan sebagai jaminan.

Temuan beberapa studi ilmiah mengidentifikasi proses keuangan di mana pertumbuhan pasar ekuitas dan kredit mempengaruhi inovasi yang menghambat invensi terutama pada perusahaan-perusahaan yang lebih bergantung pada pendanaan eksternal dan memiliki tingkat intensitas teknologi yang lebih tinggi.

Perusahaan-perusahaan inovatif yang mengajukan permohonan pendanaan bank cenderung kesulitan memperoleh pendanaan. Hal ini menyiratkan bahwa relita yang terjadi dalah perusahaan-perusahaan inovatif dengan aset tak berwujud kekurangan dukungan pinjaman bank.

Perlunya dukungan pembiayaan khusus inovasi
pembiayaan perbankan secara signifikan dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk melindungi perusahaan-perusahaan inovatif. Oleh karena itu, bank khusus atau rekening khusus di bank yang ada dapat memfasilitasi pembiayaan bagi para inovator.

Lembaga keuangan ini dapat berfokus pada pendanaan proyek-proyek inovatif dan menganalisis bagaimana ukuran perusahaan memengaruhi kemampuannya untuk menahan gangguan yang tidak terduga. Bank khusus dapat mempertahankan penyediaan kredit untuk pinjaman inovasi tertentu. Oleh karena itu, penerapan moderasi kebijakan perbankan tidak secara signifikan mengurangi aktivitas pemberian pinjaman untuk inovasi teknologi.
Selain itu, penting untuk terus memperbarui mata uang guna memfasilitasi pertumbuhan perusahaan berorientasi ekspor dan mendorong pertukaran produk inovatif dalam perdagangan internasional.

Selain itu, bank-bank yang beroperasi di bawah pengawasan otoritas pengatur menerapkan langkah-langkah khusus untuk memoderasi suku bunga pinjaman untuk utang untuk kegiatan yang berorientasi pada produk inovatif. Pada akhirnya, pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kelayakan penggunaan paten sebagai jaminan dan mendorong upaya lembaga keuangan dan dunia usaha untuk memitigasi kesenjangan akses terhadap informasi dalam teknologi dan inovasi.

sumber : https://opini.harianjogja.com/read/2024/05/10/543/1173980/opini-inovasi-dan-peran-pembiayaan-perbankan

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-24 10:53:232025-02-24 10:53:23Inovasi dan Peran Pembiayaan Perbankan

Kuliah Mahal Kerja Susah, Nasib Anak Muda Indonesia

19/02/2025/in Opini, Publikasi 2024, Suara Merdeka /by NewsUAD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Suara Merdeka (24 Mei 20240)
Hilma Fanniar Rohman

Pada tahun 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hampir 10 juta pemuda di Indonesia, atau sekitar 22,25 persen dari populasi usia 15-24 tahun, tidak terlibat dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan (NEET). Dari jumlah ini, sekitar 5,73 juta adalah perempuan dan 4,17 juta adalah laki-laki. Kebanyakan dari mereka adalah bagian dari Generasi Z yang seharusnya berada di masa produktif. Biaya pendidikan yang tinggi, terutama Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri, dikhawatirkan dapat memperburuk situasi ini.

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki, menyatakan bahwa tingginya biaya pendidikan adalah salah satu tantangan utama yang perlu diatasi untuk mengurangi jumlah pemuda NEET. Menurut Maliki, biaya yang tinggi membuat banyak lulusan SMA tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara itu, mahasiswa di berbagai perguruan tinggi negeri sedang menghadapi kenaikan UKT, yang memicu aksi demonstrasi.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Abdul Haris, berargumen meskipun biaya kuliah di PTN tinggi, namun masih lebih terjangkau dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Maliki juga menekankan bahwa selain biaya pendidikan, motivasi diri pemuda juga penting. Ia berpendapat bahwa pemuda harus memiliki tujuan yang jelas apakah mereka ingin melanjutkan pendidikan atau bekerja. Ia menambahkan bahwa pendidikan yang murah tidak akan efektif jika peserta didik tidak tahu apa yang mereka inginkan.

Karena ini bisa mengakibatkan ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, Maliki menyoroti masalah lain yaitu keputusasaan yang dialami pemuda akibat lamaran pekerjaan yang terus-menerus ditolak. Penolakan yang berulang membuat banyak pemuda kehilangan semangat dan kepercayaan diri untuk mencari pekerjaan, yang pada akhirnya memperburuk situasi NEET.

Mengatasi Masalah NEET di Kalangan Pemuda Indonesia

Jumlah pemuda NEET yang mencapai hampir 10 juta merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian mendesak. Tingginya biaya pendidikan, terutama UKT di perguruan tinggi negeri, memang menjadi salah satu faktor utama yang menghambat pemuda untuk melanjutkan pendidikan. Namun, ini bukan satu-satunya masalah. Penting untuk memahami bahwa pendidikan yang terjangkau harus diiringi dengan panduan karier yang baik.

Pemuda perlu dibekali dengan informasi dan motivasi yang jelas tentang prospek karir mereka. Program bimbingan karier dan pelatihan vokasional yang relevan harus diperkuat. Hal ini untuk memastikan bahwa lulusan SMA dan perguruan tinggi memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi pemuda.

Program magang, pelatihan kerja, dan inisiatif kewirausahaan bisa menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran di kalangan pemuda. Perusahaan juga harus lebih terbuka dalam memberikan kesempatan kerja kepada pemuda, meskipun mereka mungkin belum memiliki pengalaman kerja yang panjang. Di sisi lain, dukungan psikologis dan emosional bagi pemuda yang mengalami penolakan kerja sangat penting.

Program konseling dan bimbingan karier harus tersedia untuk membantu mereka mengatasi rasa putus asa dan membangun kembali kepercayaan diri mereka. Secara keseluruhan, mengatasi masalah NEET di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif. Yang mencakup penurunan biaya pendidikan, peningkatan motivasi dan bimbingan karier, serta penciptaan lebih banyak peluang kerja. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pemuda Indonesia dapat lebih produktif dan berkontribusi positif terhadap pembangunan negara.

sumber : https://www.suaramerdeka.com/opini/0412742248/kuliah-mahal-kerja-susah-nasib-anak-muda-indonesia

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-19 13:47:482025-02-19 13:48:43Kuliah Mahal Kerja Susah, Nasib Anak Muda Indonesia

Tantangan Bank Syariah

18/02/2025/in Opini, Publikasi 2024, Times Indonesia /by NewsUAD

 

Times Indonesia (20 Mei 2024)
Hilma Fanniar Rohman

Mengoptimalkan Potensi Ekonomi Islam di Indonesia Wakil Presiden Ma’ruf Amin baru-baru ini mengemukakan pandangan yang unik dan menarik tentang pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia. Dalam sambutannya pada acara perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) di Gedung Kantor Pusat BSI, Jakarta Selatan, Ma’ruf Amin dengan bercanda menyebut bahwa pertumbuhan Bank Syariah terhambat karena banyak “setan” yang mengganggu. Ia menjelaskan bahwa setan-setan tersebut membuat nasabah ragu untuk beralih dari Bank Konvensional ke Bank Syariah, sehingga pangsa pasar Bank Syariah masih stagnan di angka 10%.
Meski pernyataan tersebut disampaikan dengan nada bercanda, ada pesan serius di baliknya. Wapres Ma’ruf Amin menyoroti masalah mendasar yang dihadapi oleh industri perbankan syariah di Indonesia, yaitu kurangnya kepercayaan dan pemahaman dari masyarakat. Padahal, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah.

Tantangan Perbankan Syariah
Salah satu tantangan utama yang dihadapi perbankan syariah adalah persepsi bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional. Banyak masyarakat yang masih meragukan keunggulan Bank Syariah, baik dari segi keuntungan finansial maupun dari segi kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Hal ini diperparah oleh kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang manfaat dan mekanisme operasional bank syariah.

Selain itu, infrastruktur dan teknologi yang mendukung perbankan syariah juga masih perlu ditingkatkan. Meskipun aset keuangan syariah nasional terus meningkat, penetrasi pasar masih rendah dibandingkan dengan Bank Konvensional. Ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pelaku industri perbankan syariah untuk menarik minat dan kepercayaan masyarakat.

Potensi yang Belum Tergarap
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor perbankan syariah. Dengan 87% penduduknya beragama Islam, seharusnya pasar perbankan syariah dapat tumbuh lebih pesat. Namun, potensi ini belum tergarap secara optimal. Salah satu langkah penting yang dapat diambil adalah meningkatkan edukasi dan literasi keuangan syariah kepada masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan masyarakat akan lebih percaya dan tertarik untuk menggunakan layanan perbankan syariah.

Selain itu, inovasi dalam produk dan layanan juga perlu ditingkatkan. Perbankan syariah harus mampu menawarkan produk yang kompetitif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Penggunaan teknologi digital juga harus dimaksimalkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi nasabah.

Langkah ke Depan
Untuk mengatasi “setan-setan” yang menghambat pertumbuhan perbankan syariah, semua pihak harus bekerja sama. Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat harus bersinergi dalam mengembangkan sektor ini. Pemerintah dapat mendukung dengan kebijakan yang proaktif dan memberikan insentif bagi pertumbuhan perbankan syariah.

Pelaku industri perlu terus berinovasi dan meningkatkan kualitas layanan mereka. Sementara itu, masyarakat juga harus lebih terbuka dan aktif mencari informasi tentang keunggulan perbankan syariah.

Dalam jangka panjang, dengan upaya yang terkoordinasi dan konsisten, perbankan syariah di Indonesia dapat tumbuh lebih pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan mengusir “setan-setan” keraguan dan ketidakpercayaan, kita dapat mengoptimalkan potensi besar yang dimiliki oleh ekonomi syariah di Indonesia.

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-18 13:00:382025-02-18 09:55:07Tantangan Bank Syariah

Kemiskinan dan Kesehatan Mental

18/02/2025/in Lain - Lain, Opini, Publikasi 2024 /by NewsUAD

Solopos (26 April 2024)
Hilma Fanniar Rohman

Status sosial ekonomi keluarga memiliki dampak yang signifikan terhadap pendidikan dan perkembangan anak, termasuk keterampilan sosial mereka. Situasi ekonomi keluarga, seperti keadaan finansial dan akses terhadap sumber daya, berpengaruh langsung terhadap pengalaman hidup anggota keluarga dalam lingkungan mereka. Anak-anak dari keluarga dengan kekayaan materi yang cukup memiliki lebih banyak akses terhadap pendidikan yang berkualitas, peluang ekstrakurikuler, dan pengalaman sosial yang beragam. Pendidikan orang tua juga menjadi faktor penting dalam membentuk perkembangan anak.

Tingkat pendidikan orang tua memengaruhi cara mereka mendidik anak-anak. Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih terbuka terhadap pendidikan anak dan lebih memberikan dorongan serta dukungan dalam eksplorasi minat dan bakat anak mereka. Keluarga dengan latar belakang pendidikan rendah lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar, seperti mencari nafkah dan menyediakan makanan, daripada memperhatikan perkembangan sosial anak.

Mereka mungkin memiliki keterbatasan waktu dan sumber daya untuk mendukung anak-anak mendapat pengembangan dan keterampilan sosial. Orang tua dari kelompok status sosial ekonomi menengah sering kali memiliki lebih banyak kesempatan untuk memberikan contoh dan memfasilitasi pengembangan kehidupan sosial yang baik bagi anak-anak mereka. Mereka memiliki akses yang lebih baik ke lingkungan yang mendukung perkembangan sosial anak, seperti klub atau aktivitas ekstrakurikuler. Status sosial ekonomi seseorang bervariasi dan memiliki tingkatan yang berbeda-beda, termasuk tinggi, sedang, dan rendah.

Hal ini merupakan hasil dari interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Faktor-faktor sosial ekonomi ini meliputi pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan, gizi, lingkungan, nilai-nilai, dan lain-lain. Status sosial ekonomi dapat dipahami melalui pekerjaan, tingkat pendidikan, akses ke layanan kesehatan, dan kemampuan memenuhi kebutuhan hidup di dalam rumah tangga atau keluarga.

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, faktor teknis medis, faktor geogafis, karakteristik ibu dan ayah, serta faktor keadaan sosial ekonomi sangat besar peranannya terhadap kesehatan mental mengingat kawasan Indonesia yang luas dan belum merata kondisinya atau ada perbedaan yang besar dalam bidang sosial dan ekonomi (Aisyan et al., 2013). Bagi orang tua dengan status sosial ekonomi rendah, menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan sosial anak menjadi tantangan. Mereka menghadapi hambatan ekonomi dan sosial dalam mencari waktu dan sumber daya untuk memfasilitasi interaksi sosial yang sehat bagi anak-anak mereka.

Kurangnya sumber daya ekonomi adalah salah satu faktor yang meningkatkan risiko gangguan mental dalam masyarakat. Sebagian dari mereka belum memahami langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan mental tersebut. Kesehatan mental penting bagi setiap anggota keluarga pada setiap fase kehidupan. Kesehatan mental adalah suatu kondisi ketika fungsi mental berhasil dijalankan, mengarah pada aktivitas yang bermanfaat, interaksi antarpribadi yang memuaskan, dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan dan mengatasi kesulitan.

Hal ini memengaruhi cara berpikir, perasaan, dan bertindak. Kesehatan mental juga menjadi landasan dalam menjalin hubungan persahabatan dengan keluarga, sahabat, dan rekan kerja, serta kemampuan seseorang dalam berkontribusi pada komunitas atau masyarakat. Teknologi informasi dan komunikasi membawa banyak pengetahuan kesehatan. Kesehatan bukan hanya kondisi fisik, tetapi juga kesejahteraan psikologis. Beberapa faktor risiko dapat memicu penyakit mental seperti diskriminasi, pelecehan, dan penggunaan narkoba.

Kemiskinan juga menjadi salah satu faktor risiko yang memengaruhi kesehatan mental. Bagaimana kemiskinan memengaruhi kesehatan mental? Kemiskinan adalah kondisi ketika seseorang atau kelompok mengalami kesulitan keuangan yang signifikan atau tinggal di lingkungan yang memiliki keterbatasan sumber daya ekonomi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Kemiskinan tidak hanya mencakup ketidakmampuan memperoleh pendapatan yang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari seperti makanan, tempat tinggal, pakaian, dan perawatan kesehatan, tetapi juga mencakup akses terbatas terhadap pendidikan, pekerjaan yang layak, layanan kesehatan yang memadai, dan infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi yang layak.

Kemiskinan telah diakui sebagai faktor risiko kesejahteraan psikologis. Kemiskinan dan penyakit mental mempunyai hubungan sebab akibat dalam dua arah. Kemiskinan berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran yang tidak menentu. Pola asuh orang tua adalah faktor penting dalam memprediksi dampak kemiskinan terhadap kesehatan mental anak-anaknya. Oleh karena itu, keluarga menjadi penting dalam meningkatkan kesehatan mental anak.

Intervensi dari sudut pandang sekolah juga akan membantu memanipulasi kelompok masyarakat kurang mampu. Sekolah dapat memberikan peluang khusus untuk meningkatkan kesehatan mental. Caranya dengan menyediakan program untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis, seperti social and emotional learning, resilience, life skills, character education, dan lain sebagainya.

sumber : https://kolom.espos.id/kemiskinan-dan-kesehatan-mental-1909126

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-18 09:14:572025-02-18 09:15:38Kemiskinan dan Kesehatan Mental

Pemanfaatan Tanah Kas Desa

11/02/2025/in Opini, Publikasi 2024, Suara Merdeka /by NewsUAD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Suara Merdeka (8 Mei 2024)
Rahmat Saleh

Percepatan pertumbuhan ekonomi berbagai daerah, umumnya selalu disertai respon pembuat kebijakan, penguatan pembangunan untuk menunjang pertumbuhan perekonomian daerah tersebut. Desakan adanya peningkatan populasi pun mendorong pergeseran akses lahan tanah, mulai permintaan lahan peruntukan permukiman maupun komersial untuk bisnis di wilayah pinggiran kota bahkan sampai di wilayah pedesaan. Peningkatan permintaan akan lahan tanah tersebut tentu menciptakan potensi akan kelangkaan lahan tanah yang krusial dalam keberlangsungan kehidupan.

Pihak pemegang kekuasaan misalnya, dalam hal ini pemerintah terdapat berbagai upaya melakukan optimalisasi aset negara untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Menurut data laporan perekonomian Provinsi D.I Yogyakarta secara makro regional, potensi pertumbuhan ekonomi ditargetkan signifikan dengan ditopang adanya peningkatan investasi utama percepatan pembangunan Proyek Strategi Nasional (PSN) seperti pembangunan tol Jogja-Solo, Jogja-Bawen serta Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) yang masih terus massif berjalan.

Fenomena tersebut tentu sulit lepas dari permintaan akan lahan tanah yang tinggi.
Selain, dari kalangan pihak pemerintah untuk kepentingan umum, kalangan non-pemerintah dalam hal ini pihak swasta seperti pengusaha pun massif melakukan upaya optimalisasi aset untuk kepentingan komersial di Provinsi D.I Yogyakarta. Potensi kriminalitas penyalahgunaan pemanfaatan lahan tidak bisa dihindari baik secara regulasi maupun tata kelola pemanfaatan, sekalipun sudah diedarkan Peraturan Gubernur DIY No 34 Tahun 2017 terkait Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) tentang ketentuan penggunaan teruntuk non pertanian seperti pemanfaatan berupa toko, obyek wisata dan restoran atau komersial lainnya.

Norma Baru

Realitas penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD) menjadi perhatian belakangan ini, Kejaksaan Tinggi Provinsi D.I Yogyakarta telah menetapkan beberapa temuan dari pelaku tersangka dalam kasus dugaan menerima suap ataupun gratifikasi yang menyebabkan kerugian negara secara angka sekitar empat milyar rupiah lebih pada tahun 2023. Hal tersebut perlu menjadi renungan bersama untuk semua pihak, terlebih lembaga negara sebagai pemangku kebijakan untuk mencari win solution.

Percepatan pertumbuhan optimalisasi pemanfaatan Tanah Kas Desa pasca pandemi merupakan (nature/state of the world) sehingga memaksa kita berada pada norma baru, diikuti pengambilan keputusan yang terus bergerak pada keseimbangan baru. Kita berharap seluruh pihak dalam mengambil keputusan dapat bersikap secara rasional dan integritas baik guna perubahan perbaikan secara sistem aturan main (rule of the games), aturan formal dan informal serta organisasi (players) yang mengimplementasikan aturan main itu sendiri.

Mengutip menurut pemikiran Milton Friedman, dalam menghadapi tantangan penyalahgunaan pemanfaatan aset berupa Tanah Kas Desa pada saat ini bahkan jika kondisinya akan lebih parah (depressions) dengan temuan kasus penyalahgunaan terus meningkat, maka setidaknya intervensi pemerintah diharapkan perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut yaitu pertama, pada saat membuat kebijakan atau solusi, diharapkan lebih dari satu alternatif dan pilih salah satu kebijakan tersebut yang terkecil biaya uang dan non uang-nya (opportunity cost).

Kedua, perhatikan kepentingan masyarakat yang lebih luas, jangan sampai mengabaikan kepentingan umat, bangsa dan negara demi kepentingan golongan tertentu. Ketiga, gunakan moral dan estetika logis dalam memutuskan suatu kebijakan.

Persoalannya apakah kasus temuan penyalahgunaan pemanfaatan aset berupa Tanah Kas Desa ini akan bertahan di bawah seperti kurva hurul L? Atau lama di bawah, seperti kurva huruf U? Namun yang pasti kita ingin bahwa pemulihan persoalan ini akan cepat terselesaikan, seperti kurva huruf V, dan itu menjadi harapan kita bersama.

sumber : https://kedu.suaramerdeka.com/pendidikan/2112619910/pemanfaatan-tanah-kas-desa

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-11 13:00:142025-02-11 11:04:17Pemanfaatan Tanah Kas Desa

Bansos, Demokrasi, dan Upaya Merawat Kemiskinan

11/02/2025/in Lain - Lain, Opini, Publikasi 2024 /by NewsUAD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Suara Aisyiyah (4 April 2024)
Annisa Fithria

Bantuan sosial (Bansos) telah menjadi salah satu instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah di seluruh dunia termasuk Indonesia dalam upaya untuk menekan angka kemiskinan. Bansos menjadi cara instan untuk memberikan jaringan keamanan dan keselamatan bagi mereka yang terpinggirkan dan terancam kemiskinan.

Selama tahun 2014-2024, hampir satu dekade masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, dana yang disediakan untuk perlindungan sosial nyaris mencapai Rp4.000 triliun. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, alokasi tepatnya mencapai Rp3.663,4 triliun dari tahun 2014 hingga 2024. Pada APBN tahun 2024 dimana juga menjadi tahun yang akan dilangsungkannya Pemilu, dana sebesar Rp496,8 triliun telah dialokasikan untuk perlindungan sosial yang akan diperuntukkan kepada beberapa kementerian dan lembaga terkait.

Alokasi dana perlindungan sosial pada tahun 2024 ini merupakan yang terbesar dalam sejarah Republik Indonesia, bahkan melebihi alokasi untuk perlindungan sosial selama masa pandemi COVID-19. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana Indonesia masih dalam tahap pemulihan dari dampak pandemi, alokasi untuk perlindungan sosial tahun 2024 mengalami peningkatan sebesar 12,4 persen dari Rp439,1 triliun yang telah dialokasikan pada tahun 2023.

Sebagaimana Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” dan selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat (2) yang menyatakan, “Bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, Bansos merupakan manifestasi dari keterangan pasal tersebut yang dapat juga diartikan bahwa bansos adalah hak warga negara yang membutuhkan.

Pertanyaan mendasar berikutnya, apakah amanat undang-undang ini telah dijalankan dengan baik oleh pemerintah. Fakta menunjukkan tidak demikian. Sejak tahun 2015 hingga 2023, meskipun anggaran besar telah dialokasikan, penurunan tingkat kemiskinan belum mencapai target sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pada tahun 2023 misalnya, tingkat kemiskinan hanya menurun pada angka 9,36 persen, sementara target RPJMN seharusnya mencapai 8 persen.

Bansos yang merupakan satu dari berbagai cara untuk menekan angka kemiskinan nyatanya belum begitu efektif. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya komitmen pemerintah untuk mengelola program tersebut secara profesional dan serius.

Pengelolaan data penerima manfaat yang masih buruk, tumpang tindih, dan tidak sinerginya program perlindungan sosial antar lembaga pemerintah serta dijadikannya Bansos sebagai komoditas politik yang sekedar menjadi alat untuk kepentingan elektoral, membuat program tersebut gampang menguap dan kehilangan kemampuan optimalnya untuk menekan angka kemiskinan, mendorong penerima manfaat menjadi berdaya, dan merangsang masyarakat kelas bawah untuk naik kelas.

Bansos sebagai komoditas politik dapat terlihat jelas melalui alokasi pengelolaan postur anggaran perlindungan sosial pada tahun-tahun menjelang Pemilu. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudiono misalnya, menjelang pemilu 2014 anggaran bansos pada tahun tersebut naik secara signifikan sebesar Rp484,1 triliun dibanding 2013 yang hanya Rp200,8 triliun.

Sementara itu di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, postur anggaran perlindungan sosial juga mengalami kenaikan pada tahun-tahun menjelang pemilu, seperti tahun 2019 mengalami kenaikan anggaran sebesar Rp419,2 triliun, dengan kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2018 sebesar Rp162,56 triliun, dan pada tahun 2024 sebesar Rp496,8 triliun yang juga lebih besar 12,4 persen atau hanya Rp439,1 triliun pada tahun 2023.

Menjadikan Bansos sebagai tunggangan politik untuk kepentingan elektoral semata jelas merupakan kesalahan dan pelanggaran. Memanfaatkan fasilitas negara, anggaran, dan program yang dibiayai oleh pajak rakyat dan bukan dari kantong-kantong elit politik adalah kejahatan.

Penggunaan Bansos untuk kepentingan politik elektoral tentu akan menghadirkan ketimpangan dan ketidakadilan, dimana pemberian Bansos hanya fokus pada satu daerah tempat dimana ia akan memenangkan kompetisi politik dan seiring dengan hal tersebut tentu akan mengabaikan rakyat di daerah yang lain.

Politik Bansos tersebut kerap kali dilakukan oleh politikus yang sedang mempertahankan kekuasaannya, sehingga keberadaan rakyat miskin menjadi penting untuk merawat kemenangan politiknya. Dalam pengertian, semakin banyak jumlah orang miskin, maka semakin besar pula peluang untuk memenangkan pertarungan politik elektoral dengan memanfaatkan Bansos. Sehingga menjadi mungkin, jauhnya tingkat keberhasilan program perlindungan sosial adalah upaya untuk merawat kemiskinan sebagai investasi kemenangan politik untuk mempertahankan kekuasaan.

Kondisi seperti ini menjadikan Pemilu yang merupakan puncak dari perayaan demokrasi berjalan tidak seimbang dan jauh dari rasa adil. Menyebabkaan ongkos politik menjadi mahal yang pada akhirnya akan mengamputasi kesempatan masyarakat untuk masuk gelanggang politik dan hilangnya kesempatan yang setara untuk menjadi pelayan publik.

Kondisi ini menjadi salah satu penyumbang turunnya kualitas demokrasi di Indonesia sebagaimana data indeks demokrasi yang dikeluarkan oleh The Economist yang menempatkan Indonesia pada peringkat 54 dari 167 negara dengan skor 6,71 dengan status flawed democracy atau cacat demokrasi dengan mengukur berbagai hal lainnya, termasuk sistem Pemilu, kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan keadilan.

Bansos sudah seharusnya dikembalikan pada tujuan awal yaitu menjadi jaring pengaman masyarakat yang lemah bukan menjadi tunggangan politik untuk kepentingan kotor kekuasaan. Pengelolaan Bansos harus dikelola secara professional, akuntabel, dan berkeadilan untuk dapat menjadi alat penanganan kemiskinan yang optimal.

Menjadikan Bansos lebih bernilai bukan hanya sekedar menjadi alat pelepas rasa lapar masyarakat secara temporer melainkan menjadi cara untuk menciptakan peluang dan kesetaraan yang sama, mendorong masyarakat menjadi berdikari dan berdaya serta menciptakan kehidupan masyarakat yang bermartabat.

Sumber : https://suaraaisyiyah.id/bansos-demokrasi-dan-upaya-merawat-kemiskinan/

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-11 10:57:112025-02-11 10:57:11Bansos, Demokrasi, dan Upaya Merawat Kemiskinan

Warga Kelas Dua dan Demokrasi Berkemajuan

10/02/2025/in Lain - Lain, Opini, Publikasi 2024 /by NewsUAD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Suara Aisyiyah (7 Februari 2024)
Annisa Fithria

Budaya patriarki di Indonesia memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, menciptakan sistem sosial yang didominasi oleh pria, dan menempatkan perempuan dalam peran yang lebih rendah sebagai warga kelas dua. Di era modernitas seperti sekarang, pada tingkat makro, peran tradisional gender masih menetapkan norma-norma patriarki, dengan laki-laki dianggap sebagai tulang punggung keluarga dan pemimpin, sementara perempuan diharapkan untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak.

Kondisi seperti ini disebabkan oleh pola didik yang tidak setara sejak dalam rumah dimana ethics of care menjadi pendidikan dominan yang didapatkan oleh perempuan seolah perempuan hanya dituntut fokus pada urusan domestik rumah tangga sedangkan laki-laki diasuh dengan pola didik ethics of justice dengan mengumpamakan hanya lelakilah yang boleh membahas dan duduk pada diskursus politik, keadilan, dan kebijakan publik. Padahal, pendidikan ethics of justice sama pentingnya dengan pendidikan ethics of care dimana baik laki-laki maupun perempuan harus mendapatkan keduanya dan setara kedudukannya untuk seluruh jenis ilmu apapun.

Dampak dari budaya patriarki tidak hanya terbatas pada norma-norma sosial, tetapi juga melibatkan masalah serius, seperti kekerasan terhadap perempuan, termasuk pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga yang dapat muncul sebagai hasil dari struktur sosial yang mendukung ketidaksetaraan gender. Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan pada tahun 2022 terdapat 459.094 laporan kekerasan terhadap perempuan dan sekitar 3,2 juta kasus kekerasan seksual dalam 8 tahun terakhir. Diskriminasi gender masih menjadi kendala di berbagai sektor, termasuk dalam pendidikan, partisipasi politik dan demokrasi yang menciptakan ketidaksetaraan yang perlu diatasi.

Dalam partisipasi politik dan pengambilan kebijakan, peranan perempuan juga belum begitu memuaskan walaupun Indonesia telah mengadopsi Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women-CEDAW) pada tahun 1984 dalam bentuk UU No. 7 Tahun 1984 yang mencerminkan komitmen pemerintah Indonesia untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan memberikan landasan hukum bagi upaya lebih lanjut dalam mencapai kesetaraan gender serta lahirnya UU No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 8 Tahun 2012 yang mengatur peningkatan kuota perempuan dalam parlemen dan pemerintahan lokal sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan politik.

Pencapaian target keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di parlemen masih jauh dari harapan yang diinginkan. Berdasarkan informasi dari World Bank pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ketujuh di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam hal keterwakilan perempuan di parlemen dan hanya 120 orang atau 20,9% keterwakilan perempuan di parlemen pada periode 2019-2024. Dalam konteks pemilihan umum anggota DPR tahun 2024, hanya satu partai dari total 18 partai politik yang memenuhi kuota minimum 30 persen kandidat perempuan dalam daftar pencelanonan.

Ketidakcapaian target keterwakilan perempuan sebesar 30% dapat disebabkan oleh faktor-faktor kompleks. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegagalan keterwakilan perempuan di legislatif dapat disebabkan oleh sistem budaya politik dan rekrutmen partai yang belum mendukung calon perempuan untuk menjadi anggota DPR RI. Selain itu, sistem pemilu proporsional terbuka juga dianggap melemahkan upaya calon perempuan dalam mendapatkan dukungan suara.

Untuk mengahasilkan demokrasi yang berkemajuan, diperlukan komposisi yang setara terhadap keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan dan partisipasinya dalam politik elektoral. Representasi yang adil dan seimbang dalam demokrasi yang sehat menjadi mungkin dengan melibatkan secara aktif perempuan dalam proses politik. Memastikan bahwa suara mereka diakui dan diwakili dalam pengambilan keputusan politik untuk mengatasi ketidaksetaraan gender. Aktivitas politik perempuan dapat memperkuat kesempatan dan hak-hak mereka untuk menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan seluruh masyarakat.

Meningkatkan peran perempuan dalam demokrasi memerlukan serangkaian upaya dan strategi. Salah satu langkah kunci adalah peningkatan kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam politik. Program pendidikan yang setara dan penyebarluasan arus informasi dapat membantu mengubah persepsi masyarakat dan memberikan pengetahuan yang lebih baik tentang hak-hak perempuan terutama dalam konteks politik dan kebijakan publik.

Upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pemilihan umum juga diperlukan. Ini dapat dilakukan bukan hanya melalui peningkatan jumlah kandidat perempuan dan penggunaan kuota khusus sebagaimana yang tertera dalam undang-undang, tetapi juga memberikan dukungan finansial dan pelatihan bagi perempuan yang ingin terlibat dalam politik guna melampaui dan melawan batas-batas patriarkis yang secara tradisional tumbuh di masyarakat kita.

Perubahan budaya politik yang mendukung stereotip gender dan diskriminasi juga merupakan langkah krusial. Kampanye kesetaraan gender, peningkatan kesadaran, dan promosi nilai-nilai kesetaraan terutama di institusi partai politik dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi partisipasi perempuan.

Melakukan audit gender terhadap kebijakan dan praktik politik merupakan langkah krusial dalam mengidentifikasi ketidaksetaraan pada institusi-institusi politik untuk mengevaluasi dan melakukan perubahan yang diperlukan. Melalui serangkaian upaya ini, diharapkan peran perempuan dalam demokrasi dapat ditingkatkan, memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pengambilan keputusan politik, serta menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia sangat perlu kiranya kita melakukan evaluasi secara terus menerus untuk menghasilkan sistem dan ekosistem demokrasi yang menjamin bangsa Indonesia benar dalam track menuju cita-cita Nasional. Oleh karena itu demokrasi berkemajuan menjadi mutlak. Demokrasi yang memberikan kesempatan bagi seluruh warga bangsa untuk berpatisipasi dalam keputusan politik dan kebijakan publik. Membuka sebesar-besarnya peluang perempuan dan kaum marjinal lainnya untuk tidak lagi menjadi warga kelas dua dan sama kedudukannya dengan warga lain untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sumber : https://suaraaisyiyah.id/warga-kelas-dua-dan-demokrasi-berkemajuan/

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 NewsUAD https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png NewsUAD2025-02-10 16:00:352025-02-11 09:44:00Warga Kelas Dua dan Demokrasi Berkemajuan
Page 2 of 41234

TERKINI

  • Belajar Wayang ala PBSI UAD, Kuno tapi Kena!02/08/2025
  • Wisuda Periode IV, UAD Luluskan 1.158 Mahasiswa02/08/2025
  • UAD, DPRD DIY, dan DLH Bantul Dorong Inovasi Teknologi Pirolisis sebagai Solusi Pengelolaan Sampah Berkelanjutan31/07/2025
  • NGOBRAS, Kupas Tuntas Beasiswa Unggulan untuk Mahasiswa Berprestasi30/07/2025
  • Webinar Strategi Karier Industri Pangan, PSTP UAD Hadirkan Praktisi PT Mayora30/07/2025

PRESTASI

  • Mahasiswi UAD Raih Juara I Lomba Tilawah Al-Qur’an ASLAMA PTMA 2025 Tingkat Nasional01/08/2025
  • Mahasiswa Kedokteran UAD Raih Juara Harapan I Dimas Kulon Progo 202531/07/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara II dalam Ajang Social Business Pitch Presentation31/07/2025
  • Ciptakan Aplikasi JustiTech, Tim LLC FH UAD Raih Empat Prestasi dalam National Essay Competition 202530/07/2025
  • Angkat Isu Ekonomi, Estria Raih Dua Penghargaan dalam Kompetisi Artikel Ilmiah Tingkat Nasional28/07/2025

FEATURE

  • Tujuh Pintu yang Mengundang Setan ke Hati02/08/2025
  • Burnout di Balik Jas Putih: Siapa yang Peduli?28/07/2025
  • Tantangan Hafiz dalam Meraih Medali Kyorugi Senior Putra U-5426/07/2025
  • Cerita Mahasiswa Hukum UAD Raih Medali Perak Kyorugi Senior Putri U-5323/07/2025
  • Efektivitas Ketepatan Data dan Kebijakan Publik22/07/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top