Mahasiswa PBSI Terbitkan Sketsa Perempuan Berambut Perak
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) hingga kini masih aktif terbitkan buku. Pada mata kuliah Penulisan Karya Sastra (PKS), mahasiswa bisa menerbitkan antologi puisi, cerpen, atau naskah drama. Salah satu bukti nyatanya ialah pada buku kumpulan cerpen PBSI kelas F angkatan 2016 dengan judul Sketsa Perempuan Berambut Perak. Naskah cerpen yang bertema bebas ini merupakan murni karya mahasiswa. Sebuah kreativitas yang diasah melalui menulis dalam bidang sastra.
Luaran mata kuliah PKS yang diampu oleh Yosi Wulandari, M.Pd. tersebut akan dibagi kepada penulis, perpustakaan program studi, dan dosen pengampu. Sebelum jadi dalam bentuk buku, tentunya memakan proses yang lumayan panjang. Tahun ini melibatkan alumnus dan mahasiswa sebagai editor.
Kendala biasanya dalam proses editing. Kalau proses menulis sudah dibatasi waktu, karena hasilnya dijadikan sebagai nilai. Saat pengumpulan naskah tentunya selalu tepat waktu. Hanya dalam proses edit, tata letak, biodata, dan menyamakan format biasanya mengalami kendala. Selain itu juga proses dalam percetakan dan ISBN membutuhkan waktu lebih.
Membaca tiap naskah merupakan salah satu hambatan yang muncul sebelum kumpulan tulisan ini jadi dalam bentuk buku. Oleh karena itu, memilih dua alumni yang masih punya waktu luang dan kompeten dalam editing dipilih untuk melancarkan proses penerbitan. Kelebihan yang didapat adalah kecermatan lebih tinggi.
“Bagian penting dalam menerbitkan sebuah buku adalah menentukan judul. Makanya dalam cerpen yang ada dilihat judul mana yang paling menarik. Tetapi kalau tidak ada yang mewakili, akan dirumuskan judul sendiri,” ucap Yosi.
Akhirnya, Sketsa Perempuan Berambut Perak diambil sebagai judul. Cerpen ini memiliki metafor yang banyak atau perumpamaan. Cerita tidak mudah ditebak, butuh penafsiran, dan menarik untuk diangkat menjadi judul kumpulan cerpen.
Harapan Yosi selaku dosen PBSI, setelah buku ini terbit dapat memotivasi mahasiswa untuk terus menulis. Mereka akan terbentuk untuk terus berkarya dan akan memiliki kompetensi. Tidak ada penulis yang langsung jadi, semua orang membutuhkan proses. Bahkan yang mengatakan dirinya belum bisa pun selalu memiliki kesempatan untuk berproses asal mereka mau. Karena untuk mampu menulis, maka menulislah dengan segera. Tidak ada cara lain untuk mampu menulis selain dengan cara menulis.
“Menulis itu merekam sejarah. Melalui menulis, bisa mengeksistensikan diri kita. Bagi saya, mahasiswa generasi Z untuk mengeksiskan diri tidak hanya harus sibuk dengan dunia maya, Instagram, dan foto-foto saja. Tapi berkaryalah melalui menulis karena menulis lebih nyata dan lebih lama dilihat massa. Mereka tidak akan pernah hilang dari sejarah. Bahkan ketika mereka tiada sekalipun, saat tulisan mereka masih ada mereka akan selalu dikenang,” pesannya pada 27-9-19 di Kampus Utama UAD. (Dew)