Oligopoli Real Estate di Indonesia
Suara Merdeka (18 Oktober 2023)
Rifki Khoirudin
Selain kebutuhan primer masyarakat, properti merupakan produk investasi yang cukup menjanjikan, khususnya jenis properti real estate seperti rumah, tanah dan bangunan lainnya. Nilai aset yang terus meningkat, fluktuasi harga yang jarang terjadi, ditambah risiko yang relatif rendah menjadikan properti salah satu produk investasi yang diidam- idamkan masyarakat.
Di sisi lain, para pengembang properti juga merespons positif adanya subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 138/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Berdasarkan Pasal 7 PMK 138/2020, subsidi bunga KPR diberikan kepada debitur perbankan atau perusahaan pembiayaan sampai dengan tipe 70. Sementara itu dari sisi konsumen, pembelian properti residensial mayoritas masih dibiayai dari fasilitas KPR. Hal ini tercermin dari hasil survei yang mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen (75,08 persen) membeli properti residensial dengan menggunakan fasilitas KPR, sementara sebanyak 16,89 persen lainnya dengan tunai bertahap dan secara tunai sebanyak 8,04 persen.
Di Indonesia maupun di negara lain, persaingan pasar (market competition) berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya kepada berbagai pihak/pengguna. Kekuatan permintaan dan penawaran pasar berinteraksi dalam perekonomian untuk menentukan harga atas barang, modal, maupun jasa yang dipertukarkan dan kepada siapa hal tersebut dialokasikan. Sumber daya real estat dialokasikan di antara berbagai penggunanya, yakni kepada individu, rumah tangga, bisnis, dan institusi di pasar real estat.
Pasar pengguna real estat dicirikan oleh persaingan di antara pengguna terhadap lokasi fisik dan ruang. Kompetisi pasar pengguna menentukan siapa yang dapat menggunakan bidang tanah dan berapa yang harus mereka tawarkan untuk dapat menggunakan bidang tanah tersebut. Peserta utama (primary participant) di pasar pengguna di antaranya adalah para penghuni potensial, penghuninya adalah si pemilik maupun dari penyewa.
Pengaruh Pasar
Pada akhirnya, permintaan terhadap real estat berasal dari adanya kebutuhan dari para individu, perusahaan, dan institusi akan kemudahan akses ke lokasi lain serta tempat berlindung/shelters untuk mengakomodasi kegiatan mereka. Selain itu, posisi/kondisi keuangan, keinginan dan kebutuhan rumah tangga dan perusahaan turut menentukan keputusan untuk memiliki dan menempati properti atau menyewa properti kepada orang lain.
Pemerintah juga turut mempengaruhi pasar dan nilai dari real estat dalam berbagai cara. Pemerintah daerah mungkin memiliki pengaruh terbesar pada real estat dibandingkan tingkatan pemerintahaan lainnya. Misalnya, pemerintah daerah dapat mempengaruhi pasokan dan biaya real estat melalui kebijakan zonasi dan peraturan penggunaan lahan lainnya, biaya-biaya untuk pengembangan lahan baru, dan regulasi terhadap bangunan yang membatasi konstruksi.
Pasar properti di kawasan Jabodetabek memiliki pasar yang cenderung oligopoli. Hal ini ditandai adanya beberapa perusahaan pengembang menguasai pasar tersebut. Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Erani Yustika mengungkapkan sebanyak 72 persen lahan properti di Jabodetabek sudah dikuasai oleh beberapa perusahaan pengembang atau sekitar 42.000 hektar, 72 persen dari total lahan properti, kalau dari teori ekonomi itu sudah jadi lahan oligopoli.
Apabila oligopoli memang benar terjadi di pasar properti di Indonesia, maka telah terjadi kesepakatan-kesepakatan yang hanya akan menguntungkan kalangan pengembang tertentu saja. Salah satunya adalah pengembang dapat menentukan harga untuk para konsumennya tanpa perlu melihat permintaan pasar. Dampak yang akan terjadi, apabila terus-menerus seperti ini adalah konsumen akan merasa dirugikan. Konsumen tidak bisa ikut menentukan harga dan konsumen pun tidak bisa lagi berpindah ke pengembang lain karena mereka sebenarnya pemain yang sama.
Konsumen harus membayar lebih mahal untuk sesuatu yang sepertinya lebih rendah. Sehingga yang terbentuk di pasar bukan lagi mekanisme pasar, tapi sudah merupakan kondesi anarki. Solusi yang diberikan untuk masalah ini seharusnya ada tindakan dari pemerintah untuk memutus rantai pasar ini dengan membeli kepemilikan dari pengembang tersebut. Pemerintah bisa menjadi pemain dalam properti dan memberikan harga yang sesuai dengan mekanisme pasar.
Agar praktek oligopoli tidak terjadi, pemerintah perlu pula membuat pembatasan waktu atas pembangunan bagi swasta yang sudah mempunyai lahan luas, kalau tidak ada batas waktu, pemilik tanah bisa menahan supply agar tetap tinggi. Jadi agar rumah semakin terjangkau, harus ada batas waktu pembangunan, apabila melewati batas waktu tanah sebaiknya dikuasai negara.
Sumber : https://kedu.suaramerdeka.com/pendidikan/2110551806/oligopoli-real-estate-di-indonesia