Apakah Cawapres Penting?
Suara Merdeka (8 November 2023)
Immawan Wahyudi
YOGYAKARTA, kedu.suaramerdeka.com – Jagad politik nasional akhir-akhir ini – besar kemungkinan akan berlangsung cukup lama – ramai membahas Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). Humas MKRI memberitakan bahwa polemik batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Realitanya, putuan MKRI itu justru menjadi awal persoalan.Buktinya, Ketua MKRI, Anwar Usman, pada hari ini (Selasa, 31-10-2023) menjalani pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan MKRI, yang dipimpin oleh Prof. Jimly Asshiddiqie, terkait dugaan pelanggaran etik persidangan. Tulisan ini menelusuri seberapa penting cawapres dalam Pemilu tahun 2024? Mengapa sebegitu besar kontroversi yang ditimbulkannya dan telah mengundang begitu banyak sorotan tajam dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam melaksnakan day to day government posisi wapres diatur dalam Keppres. Di antara Keputusan Presiden tentang Ketugasan Wakil Presiden adalah Keppres RI Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden Kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Sehari-hari. Keppres tersebut ditanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jika diperhatikan bunyi teks Keppres di atas terdapat kalimat ”Penugasan Presiden Kepada Wakil Presiden Untuk Melaksanakan Tugas Teknis Sehari-hari”. Sedemikian rupa peran wapres diatur secara normatif-administratif, seakan tidak memiliki kemewahan jabatan.
Persoalan Serius
Berbeda dengan Keppres tentang ketugasan wakil presiden, Pasal 8 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terdiri salah satu ayat menyatakan ”Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya”.
Secara yuridis-normatif posisi wapres sangat strategis jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan benar-benar terjadi. Namun secara real sosiologis hal itu belum pernah terjadi. Oleh sebab itu umumnya masyarakat secara awam memandang jabatan wapres bukan posisi penting. Pada sisi lain ada pandangan yang menganggap bahwa posisi calon wapres adalah persoalan yang sangat serius. Mungkin hal ini berkaitan dengan kemungkinan ada calon presiden yang terhitung lanjut usia. Sangatlah wajar jika pembicaraan cawapres menjadi lebih heboh karena bisa menggantikan posisi presiden sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) UUD RI Tahun 1945.
Guna memberikan perspektif yang luas, membicarakan kekuasaan keprsidenan perlu kiranya kita hubungkan sejarah hubungan Dwi Tunggal Bung Karno dan Bung Hatta. Hal ini berkaitan dengan masalah esensial bernegara yakni cara pandang dan sikap hidup para the founding fahters RI. Perspektif ini kita perlukan agar kita tidak terus menerus melihat politik kekuasaan dengan pragmatisme. Ibarat lampu mobil, hanya menyalakan lampu jarak pendek, sebagaimana kita rasakan pada situasi politik nasional dewasa ini.
Pada saat Bung Karno menegaskan demokrasi terpimpin, bung Hatta tidak lagi sejalan dengan Bung Karno. Dalam kalangan terbatas, Bung Hatta pernah didorong untuk melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno. Tetapi Bung Hatta menolak. Alasannya simpel, ”Kalau saya berhasil mengkudeta maka pada saatnya saya juga akan dikudeta”. Di negeri adi kuasa, Amerika Serikat, peran wakil presiden di masa lalu hanya jadi bahan lelucon, tetapi jabatan ini telah berkembang untuk memberikan kekuasaan lebih besar dan memiliki arti yang lebih penting.
Christopher Devine, asisten profesor ilmu politik di University of Dayton, yang mempelajari politik wakil presiden, berseloroh bahwa tugas wakil presiden hanyalah menghadiri upacara pemakaman mewakili preisden. Tapi lanjutnya, ”Zaman telah berubah. Wakil presiden sebenarnya adalah jabatan yang sangat penting”. Seloroh lain dinyatakan oleh Thomas R. Marshall, Wapres AS di bawah pemerintahan Presiden Woodrow Wilson (1913-1921). “Once there were two brothers. One ran away to sea, the other was elected vice President, and nothing was ever heard of them again.”
Sumber : https://kedu.suaramerdeka.com/nasional/2110786567/apakah-cawapres-penting