Mufid Salim: Di Era Keterbukaan Informasi, Mahasiswa Harus Berkontribusi
Pesatnya perkembangan teknologi, berbanding lurus dengan kian terbukanya informasi. Masyarakat kini lebih mudah dalam mengakses beragam informasi dengan cepat yang sebelumnya terbatas dari koran, majalah, radio, dan televisi, menjadi dapat diakses dari berbagai piranti teknologi seperti laptop, tablet, dan telepon genggam. Masyarakat tidak lagi hanya pasif menunggu informasi melalui media masa, tetapi juga dapat berperan aktif dalam mencari informasi sendiri. Bahkan dapat memproduksi informasi untuk masyarakat lainnya. Sehingga saat ini ketersediaan informasi begitu melimpah, tidak hanya dimonopoli media. Melimpahnya informasi, selain memberikan banyak pilihan juga membutuhkan kehati-hatian dalam mengonsumsinya. Menurut salah satu Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Mufid Salim, S.I.Kom., M.B.A. di era keterbukaan Informasi, mahasiswa harus berkontribusi. Berikut ini wawancara lengkapnya.
Bagaimana tanggapan Anda tentang era keterbukaan informasi saat ini?
Semuanya hal tentu memiliki sisi positif dan negatif. Dilihat dari sisi positif perkembangan ini bagus, jika kita kilas balik. Dulu masyarakat terbatas mengakses informasi, informasi sifanya hanya satu arah. Informasi itu kita tidak tahu apakah sudah dikurangi atau ditambahkan dari fakta yang ada atau tidak. Berbeda dengan saat ini, kita dapat menguji sebuah informasi apakah informasi ini benar atau tidak, dengan mengakses sumber-sumber lain dan diperbandingkan akurasinya.
Perkembangan teknologi dan informasi memberikan kesempatan masyarakat, khususnya generasi muda untuk berkembang semaksimal mungkin ke arah yang lebih baik. Mereka dapat belajar apa pun dan di mana pun dengan lebih mudah. Hanya membutuhkan gawai dan akses internet, semuanya sudah tersedia mulai dari buku elektronik (e–book), jurnal hasil penelitian, hingga situs-situs penyedia massive open online course (pembelajaran terbuka secara online).
Misalnya, dulu ada dikotomi antara daerah maju dan daerah tertinggal, antara kota dengan desa dalam hal ketersediaan informasi untuk belajar. Saat ini, di era keterbukaan informasi, semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi dalam rangka belajar dan mengembangkan potensi diri. Tinggal apakah kita mau memanfaatkan hal itu atau tidak.
Sisi negatif tentu ada, contohnya karena informasi serbacepat, sehingga informasi yang tidak benar dengan cepat pula diterima masyarakat. Terkait hal itu yang harus dimunculkan daya kritis kita untuk menguji informasi yang kita terima. Tidak sekadar langsung menerima dan membenarkan informasi yang datang.
Di era keterbukaan informasi, menurut Anda di mana posisi mahasiswa Indonesia?
Mahasiswa memiliki posisi yang sangat penting karena mereka sebagai kalangan terdidik bisa menjadi pintu informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Mereka seharusnya memiliki minat yang tinggi untuk membaca dan mengkurasi informasi. Selanjutnya menyajikan informasi tersebut kembali kepada masyarakat dalam bentuk yang mudah dicerna khalayak umum.
Bagaimana tanggapan Anda tentang mahasiswa yang menjadi apatis terhadap dunia sekitarnya karena berbagai produk perkembangan teknologi dan informasi ?
Mengikuti perkembangan memang harus ada yang diadaptasi dan ada yang harus dijaga. Tersedianya akses internet memberikan banyak hal sehingga berpotensi membuat generasi muda terlena. Generasi muda perlu beradaptasi dengan hal-hal yang sifatnya positif seperti sarana untuk belajar, namun ada hal yang harus dijaga yakni menjaga interaksi sosial dengan orang sekitar.
Beradaptasi dengan perkembangan zaman yang ada dengan menempatkan kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi sebagai pemecahan masalah seperti efisiensi, keamanan, serta lain sebagainya. Sekaligus, tetap mengedepankan nilai-nilai budaya kita yang kuat dalam interaksi sosial. Kolaborasi antara kemajuan teknologi informasi dengan nilai-nilai sosial merupakan fondasi yang perlu kita bangun.
Menurut Anda, di era keterbukaan informasi ini bagaimana seharusnya mahasiswa berperan?
Mahasiswa seharusnya menjadi trend maker bukan hanya menjadi trend follower. Coba ciptakan tren baru yang memiliki manfaat dan menjadi problem solver memiliki dampak. Status mahasiswa adalah sebuah anugerah dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Setelah selesai kuliah nantinya akan menghadapi realitas, salah satunya bekerja. Hal itu harus dipersiapkan dengan matang sebelum lulus menjadi sarjana. Sehingga bisa menjadi sarjana yang berkualitas dan siap berkontribusi kepada orang sekitarnya.
Sebagai contoh, mahasiswa dapat membuat lebih banyak lagi platform (wadah) untuk memfasilitasi para petani agar lebih sejahtera. Secara nasional ini bisa membantu Indonesia menjadi negara agraris yang kuat dan benar-benar berdaulat pangan. Platform yang mengakomodir petani dari persoalan hulu hingga ke hilir, mulai dari mempersiapkan lahan, penanaman, perawatan, sampai penjualan tanpa melalui banyak perantara atau tengkulak. Sehingga, kemungkinan gagal panen dapat diminimalisir dan keuntungan dari hasil panen dapat dimaksimalkan. Kemudian, memberi kemasan yang menarik untuk meningkatkan harga jual di konsumen. Mahasiswa harus lebih banyak berkontribusi aktif secara nyata tidak hanya menikmati dan menunggu.