Setelah melewati pekarangan warga yang banyak pohon pisang dan beberapa warung, akhirnya kami tiba di rumah Windarwan. Sempat cemas, karena rumah itu sepi, tidak sebanding dengan ramai halamannya yang dihiasi warna bunga. Ternyata perjalanan dua kilo meter yang kami tempuh harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Windarwan sudah berada di kawasan mangrove. Untungnya, perjalanan kami sebelum sampai di lokasi mendapat tumpangan dari mobil Dinas Lingkungan Hidup. Hingga sampailah kami di kawasan mangrove.
Windarwan yang merupakan narasumber kami, menyambut kami dengan sepiring nasi lauk sayur kangkung dan kentang. Laki-laki bertopi itu mulai bercerita. Menurutnya, untuk berbuat kebaikan tidak perlu ditunda. Jika bisa dilakukan hari ini, tidak perlu menunggu hari esok.
“Prinsip itu yang saya tanamkan dalam menjaga lingkungan, khususnya mangrove di area pantai Baros. Selain untuk abrasi dan salinitas air laut, kawasan mangrove bermanfaat untuk kehidupan satwa. Satwa yang hidup di sana ada 500 spesies burung, kepiting bakau, kepompong, siput, dan ular. Pengelola sengaja tidak membunuh satwa dan membiarkannya tetap hidup karena dapat membantu petani, yaitu mengurangi populasi tikus dengan memakannya. Membantu ekosistem juga untuk perkembangan populasi burung pipit. Kabar gembira lain bagi petani yaitu dapat diet pestisida karena ada beberapa habitat satwa yang memakan hama padi.”
Masih menurut penuturannya, penanaman mangrove diketahui dari mahasiswa, mencari, dan mempelajari di internet. Setelah itu, pemuda di desa mencoba mengembangkan masukan-masukan dan ide dari berbagai instansi. Salah satunya dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Bantuan yang terpampang jelas dari pihak UAD yaitu papan peduli lingkungan yang dipajang di kawasan mangrove.
Pemuda pantai Baros yang memiliki hobi fotografer dan jalan-jalan ini menegaskan bahwa kawasan mangrove tujuannya untuk konservasi bukan untuk pariwisata belaka. Selain itu, mencoba menyadarkan pengunjung yang ingin belajar tentang alam sekitar. Terutama belajar seputar kawasan pantai Baros, bahaya-bahaya yang akan terjadi, cara menanggulanginya, dan fungsi kawasan mangrove. Lingkungan akan seimbang, jika budi daya mangrove terus dilestarikan. Selain itu juga menyaring beribu spesies sampah ulah tangan kotor dan menyaring air laut yang masih terkandung pasir besi.
Peran masyarakat luar bagi kawasan Baros sangat membantu menyelamatkan kawasan Baros. Ada yang menyumbang bibit pohon dan membuat sumur. Masyarakat yang hidup di kawasan Baros sadar, bahwa abrasi perlu diantisipasi. Maka sampai detik ini, warga setempat tetap berpegang teguh dengan prinsipnya yaitu tetap fokus menanam dan menjaga kawasan mangrove tanpa membukanya untuk kepentingan komersil pariwisata.
Win, panggilan akrabnya, selaku pengelola dari Keluarga Pemuda dan Pemudi Baros (KP2B), membuka pintu lebar-lebar bagi pengunjung yang ingin belajar seputar kawasan mangrove dan manfaatnya. Mereka antusias untuk membagi edukasi bagi pengunjung. Tidak hanya mengelola, tapi juga mengedukasi masyarakat dalam kawasan maupun luar pantai Baros. Mulai dari penanaman, pengenalan, perawatan, dan penyampaian manfaat dari kawasan mangrove.
Pencadangan taman pesisir merupakan peran dari mangrove sebagai hutan buatan, karena kalau dibilang hutan tidak sebanding. Zona memanjang yang luasnya hanya 6−7 hektar, belum bisa dikatakan sebagai hutan. Dana yang diberikan dari kegiatan penanaman dialokasikan pengelola untuk pembelian bibit. Sampah yang datang lebih banyak daripada yang dikelola, menggugah pemuda untuk terus mengantisipasi terjadinya penumpukan sampah dan bahaya lain yang akan datang dengan cara terus membudidayakan mangrove.
Kawasan ini juga dipantau oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Baru-baru ini DLH memberi donasi, yang dialokasikan untuk pagar kawasan mangrove. Di sekitar jembatan bambu yang sudah rapuh dimakan sinar matahari, terlihat kumpulan pohon mangrove yang terlindungi oleh pagar yang terbuat dari bambu dan jaring warna hitam. Jika surut atau kira-kira air laut sampai lutut, maka bisa ditanam dengan bibit mangrove yang baru. Guna meninjau lingkungan Baros, terkadang dari pihak DLH melihat perkembangan kawasan mangrove, mengamati banyaknya pohon yang mati dan hidup, kemudian melakukan perbaikan untuk ke depannya. (Dew)