Oleh: Risa Umari Yuli Aliviyanti
Mahasiswa Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Menurut laporan WHO, pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi, terutama pada terapi penyakit tidak menular. Seperti diabetes, hipertensi, asma, kanker, gangguan mental, penyakit infeksi HIV/AIDS, dan tuberculosis.
Dari laporan tersebut, dapat diketahui bahwa diagnosa yang tepat, pemilihan serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan, ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat.
Ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit nyatanya dapat memberikan efek negatif yang sangat besar. Sebab, persentase kasus penyakit-penyakit tersebut di seluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020 mendatang.
Di samping itu, ada beberapa hal penting yang mempengaruhi kepatuhan. Di antaranya pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan, dan faktor sosial ekonomi. Maka tidak hanya pasien, pembenahan dalam sistem kesehatan dan petugas pelayanan kesehatan pun turut mempengaruhi. Selain itu, diperlukan strategi khusus terhadap pasien dengan penyakit tertentu untuk mengembangkan meningkatkan kepatuhan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain faktor sistem kesehatan dan petugas pelayanan kesehatan, faktor lingkungan dan keluarga pasien juga berpengaruh dalam menumbuhkan kepatuhan pasien.
Di atas semua faktor itu, diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak, yakni profesional kesehatan, peneliti, tenaga perencanaan, dan para pembuat keputusan. Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam meningkatkan kepatuhan adalah bahwa:
1. pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan,
2. konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan,
3. peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan penggunaan obat,
4. kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam mencapai efektivitas suatu sistem kesehatan,
5. memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam penanganan
secara efektif suatu penyakit kronis (jangka panjang),
6. sistem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapi berbagai tantangan baru, serta
7. diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan masalah ketidakpatuhan.
Banyak faktor berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi penyakit kronik (jangka panjang) yang dijalani pasien, yaitu:
Umur, jenis kelamin, dan suku atau ras berhubungan dengan kepatuhan pasien di beberapa tempat. Pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis dan keyakinan terhadap efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak.
Banyaknya obat yang harus diminum, toksisitas, serta efek samping obat dapat menjadi faktor penghambat dalam penyelesaian terapi pasien.
-
Dukungan dari petugas pelayanan kesehatan
Empati dari petugas pelayanan kesehatan memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien. Untuk itu, petugas harus memberikan waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada setiap pasien.
-
Cara pemberian pelayanan kesehatan
Sistem yang terpadu dari pelayanan kesehatan harus dapat memberikan sistem pelayanan yang mendukung kemauan pasien untuk mematuhi terapinya. Dalam sistem tersebut, harus tersedia petugas kesehatan yang berkompeten melibatkan berbagai multidisiplin, dengan waktu pelayanan yang fleksibel. Pasien yang dilayani pada klinik dokter keluarga, lebih banyak mengunjungi dokternya dengan tujuan untuk mendapatkan konseling terapi daripada untuk memeriksakan diri karena terserang penyakit yang akut. Masalah biaya pelayanan juga merupakan hambatan yang besar bagi pasien yang mendapat pelayanan rawat jalan dari klinik umum. Hambatan terhadap akses pelayanan juga berhubungan dengan buruknya kontrol metabolik.
Sementara itu, tujuh faktor intra personal penting yang berhubungan dengan kepatuhan meliputi umur, jenis kelamin, penghargaan terhadap diri sendiri, disiplin diri, stres, depresi, dan penyalahgunaan alkohol.
Umur berpengaruh terhadap kepatuhan dalam menerapkan terapi non farmakologi berupa aktivitas fisik. Pada kasus diabetes misalnya, pasien dengan usia muda lebih banyak melakukan terapi fisik sehingga mengeluarkan kalori lebih banyak daripada pasien usia lanjut.
Untuk faktor inter personal, ada hal penting yang harus diperhatikan, yakni faktor kualitas hubungan antara pasien, petugas pelayanan kesehatan, dan dukungan keluarga. Komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan juga sangat memperbaiki kepatuhan pasien.
Sementara itu, faktor lingkungan terdiri atas sistem lingkungan dan situasi dengan risiko tinggi. Perilaku pengaturan pengobatan oleh diri sendiri terjadi dalam lingkungan yang berubah secara rutin. Misalnya dari lingkungan rumah, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat yang berhubungan, dengan kebutuhan serta prioritas yang berbeda-beda. Setiap ada perubahan lingkaran kegiatan rutin, setiap orang perlu melakukan penyesuaian. Situasi yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan disebut situasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, situasi lingkungan yang cenderung membuat pasien diabetes melanggar aturan diet makanannya adalah pada saat liburan karena adanya kegiatan pesta.
Oleh karena itu diperlukan kerja sama yang saling menguatkan antara pasien, tenaga professional kesehatan, dan keluarga untuk membantu meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Rendahnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat menjadi salah satu penyebab utama kegagalan pengobatan yang ada selama ini.