• TERKINI
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

DIKTI, APA YANG KAU CARI?

24/02/2013/0 Comments/in Terkini /by Super News

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta


Dalam sebuah seminar nasional di kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes), Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kemendikbud, Prof Supriadi Rustad, mengatakan mulai tahun 2013 Ditjen Dikti akan mengetatkan persyaratan calon guru besar. Misalnya, mewajibkan para calon guru besar menulis di jurnal internasional. Pertanyaannya, mengapa pihak Dikti menerapkan aturan baru tersebut?

Usut punya usut, ternyata dari proses pengajuan calon guru besar setiap bulannya, yakni 20-30 berkas, hanya 30% yang lolos dan memenuhi syarat. Sementara sisanya (70%) tidak lolos sehingga syarat harus dikembalikan. Menurut Prof Rustad, banyak calon guru besar tidak lolos seleksi oleh Ditjen Dikti karena alasan pelanggaran etika dan profesionalisme, seperti pemalsuan dokumen-dokumen karya ilmiah.

Aksi pemalsuan meliputi pencantuman jurnal rakitan, jurnal “bodong”, artikel sisipan, label akreditasi palsu, nama pengarang sisipan, buku lama sampul baru, dan nama pengarang berbeda. Singkat kata, aksi-aksi pemalsuan tersebut dinilai telah mencederai eksistensi perguruan tinggi (PT) yang menjunjung nilai-nilai kejujuran dan intelektual. Di simpul ini, penulis cenderung setuju terhadap tindakan Dikti yang bersikap tegas terhadap aksi pemalsuan tadi.

Namun, terhadap aturan baru yang akan diterapkan oleh Dikti bahwa para calon guru besar wajib menulis di jurnal internasional, penulis perlu memberikan komentar serius. Tentu, komentar penulis tidak harus dimaknai sebagai aksi penentangan terhadap aturan Dikti tersebut. Lebih dari itu, penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat realitas, khususnya di kalangan dosen PTN/PTS yang telah bergelar guru besar dan/atau doktor.

Nah, jika aturan baru Dikti di atas diterapkan, selayaknya pihak PTN/PTS segera berbenah diri. Pasalnya, tak semua dosen bergelar doktor mampu menulis di jurnal internasional. Hal itu dikarenakan masih terbatasnya kemampuan berbahasa asing (baca: bahasa Inggris) dosen bersangkutan. Menyikapi hal ini, pihak PTN/PTS dapat menyediakan lembaga penerjemahan bahasa yang siap membantu dalam hal mempersiapkan naskah artikel.

Selain itu, pihak PTN/PTS dapat menyelenggarakan workshop penulisan artikel jurnal internasional, dengan menghadirkan pembicara yang mumpuni dan memiliki pengalaman menulis artikel jurnal internasional. Di Universitas Indonesia, kita sebut nama Terry Mart, seorang guru besar Fisika yang rutin meneliti serta mempublikasikan penelitiannya di jurnal internasional. Baru-baru ini profilnya dipilih oleh majalah Tempo sebagai sosok penemu yang mumpuni.

Kini, tak ada pilihan lain bagi pihak PTN/PTS yang menginginkan para dosennya untuk menjadi guru besar dengan cara memberikan pelatihan/workshop penulisan artikel jurnal internasional sejak dini. Yang tak kalah penting ialah kejujuran peneliti dan inovasi penelitian yang dilakukannya, serta kebermanfaatan penelitian tersebut bagi khalayak. Dengan upaya-upaya ini, semoga dapat menjawab keraguan semua pihak, termasuk dari pihak Dikti.[]

Artikel ini dimuat di KR (Kedaulatan Rakyat)

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta


Dalam sebuah seminar nasional di kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes), Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kemendikbud, Prof Supriadi Rustad, mengatakan mulai tahun 2013 Ditjen Dikti akan mengetatkan persyaratan calon guru besar. Misalnya, mewajibkan para calon guru besar menulis di jurnal internasional. Pertanyaannya, mengapa pihak Dikti menerapkan aturan baru tersebut?

Usut punya usut, ternyata dari proses pengajuan calon guru besar setiap bulannya, yakni 20-30 berkas, hanya 30% yang lolos dan memenuhi syarat. Sementara sisanya (70%) tidak lolos sehingga syarat harus dikembalikan. Menurut Prof Rustad, banyak calon guru besar tidak lolos seleksi oleh Ditjen Dikti karena alasan pelanggaran etika dan profesionalisme, seperti pemalsuan dokumen-dokumen karya ilmiah.

Aksi pemalsuan meliputi pencantuman jurnal rakitan, jurnal “bodong”, artikel sisipan, label akreditasi palsu, nama pengarang sisipan, buku lama sampul baru, dan nama pengarang berbeda. Singkat kata, aksi-aksi pemalsuan tersebut dinilai telah mencederai eksistensi perguruan tinggi (PT) yang menjunjung nilai-nilai kejujuran dan intelektual. Di simpul ini, penulis cenderung setuju terhadap tindakan Dikti yang bersikap tegas terhadap aksi pemalsuan tadi.

Namun, terhadap aturan baru yang akan diterapkan oleh Dikti bahwa para calon guru besar wajib menulis di jurnal internasional, penulis perlu memberikan komentar serius. Tentu, komentar penulis tidak harus dimaknai sebagai aksi penentangan terhadap aturan Dikti tersebut. Lebih dari itu, penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat realitas, khususnya di kalangan dosen PTN/PTS yang telah bergelar guru besar dan/atau doktor.

Nah, jika aturan baru Dikti di atas diterapkan, selayaknya pihak PTN/PTS segera berbenah diri. Pasalnya, tak semua dosen bergelar doktor mampu menulis di jurnal internasional. Hal itu dikarenakan masih terbatasnya kemampuan berbahasa asing (baca: bahasa Inggris) dosen bersangkutan. Menyikapi hal ini, pihak PTN/PTS dapat menyediakan lembaga penerjemahan bahasa yang siap membantu dalam hal mempersiapkan naskah artikel.

Selain itu, pihak PTN/PTS dapat menyelenggarakan workshop penulisan artikel jurnal internasional, dengan menghadirkan pembicara yang mumpuni dan memiliki pengalaman menulis artikel jurnal internasional. Di Universitas Indonesia, kita sebut nama Terry Mart, seorang guru besar Fisika yang rutin meneliti serta mempublikasikan penelitiannya di jurnal internasional. Baru-baru ini profilnya dipilih oleh majalah Tempo sebagai sosok penemu yang mumpuni.

Kini, tak ada pilihan lain bagi pihak PTN/PTS yang menginginkan para dosennya untuk menjadi guru besar dengan cara memberikan pelatihan/workshop penulisan artikel jurnal internasional sejak dini. Yang tak kalah penting ialah kejujuran peneliti dan inovasi penelitian yang dilakukannya, serta kebermanfaatan penelitian tersebut bagi khalayak. Dengan upaya-upaya ini, semoga dapat menjawab keraguan semua pihak, termasuk dari pihak Dikti.[]

Artikel ini dimuat di KR (Kedaulatan Rakyat)

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 Super News https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Super News2013-02-24 22:00:392013-02-24 22:00:39DIKTI, APA YANG KAU CARI?
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

TERKINI

  • BEM FH UAD Aktualisasikan Program Berbagi di Panti Asuhan Atap Langit14/05/2025
  • Sebanyak 243 Lulusan FKIP UAD Siap Melangkah ke Masa Depan14/05/2025
  • Fakultas Farmasi UAD Berdayakan Guru SMA dengan Pelatihan Komputasi Kimia14/05/2025
  • Membangun Literasi Kritis Melalui Jurnalistik dan Penulisan Karya Sastra14/05/2025
  • LLC FH UAD Gelar Pelatihan Kepenulisan Untuk Menumbuhkan Critical Thinking14/05/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa FKM UAD Raih Juara I Lomba Futsal Tingkat Provinsi13/05/2025
  • Mahasiswi UAD Raih Juara 2 dalam Turnamen Badminton PUBHFEST 202513/05/2025
  • UKM Voli UAD Raih 2 Trofi pada Ajang Febipharm Championship 202508/05/2025
  • Mahasiswi Magister Kesehatan Masyarakat UAD Berprestasi di Nusantara Writing Festival 305/05/2025
  • Mahasiswa FEB UAD Raih Juara I Lomba Futsal dalam Semarak Milad IMM DIY03/05/2025

FEATURE

  • Menghidupkan Ilmu, Menyulut Aksi14/05/2025
  • JKP dan Perannya Mengatasi Pengangguran di Indonesia14/05/2025
  • PHK di Indonesia dan Penyebabnya14/05/2025
  • Mengaktualisasikan Strategi dalam Penerapan Pembelajaran Holistik14/05/2025
  • Hindari Godaan Pinjaman Instan13/05/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top