• TERKINI
  • UAD BERDAMPAK
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

IMPIAN SEORANG AKADEMISI

27/03/2013/0 Comments/in Terkini /by Super News

Triantoro.Safaria.PhD

Seorang akademisi memiliki peran yang sangat strategis bagi suatu bangsa dan peradaban. Lihatlah bagaimana para scholar ini membawa banyak perubahan bagi kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang besar dan maju menyadari peran penting para akademisinya, sehingga mereka lebih menghargai para akademisi tersebut, dan menempatkan mereka (orang-orang terpilih ini) pada kedudukannya yang layak di masyarakat. Sebagai contoh misalnya Amerika, bangsa yang maju, yang menguasai dan menyumbangkan hampir 70% perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Para scholarnya banyak menghiasi publikasi ilmiah di jurnal-jurnal ternama, bahkan jurnal-jurnal bergengsi tersebut dikelola sebagian besarnya oleh mereka. Melalui berbagai produk-produk teknologinya yang sebagiannya dihasilkan dari kerja-kerja para akademisinya, yang telah ikut memajukan dan mengokohkan pondasi ekonomi mereka.

Produk-produk pertahanan seperti pesawat tempur siluman (F-35, F-16), roket-roket, pesawat tanpa awak, menghasilkan milyaran dolar ketika dipasarkan keseluruh dunia. Akibatnya, hegemoni Amerika sampai saat ini tidak terkalahkan, baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi hingga politik. Kekuatan ini tidak lahir dan didapatkan begitu saja, tetapi dihasilkan dari keunggulan para akademisinya. Sehingga saat ini sekolah-sekolah terbaik sebagian besarnya ada di Amerika, sebagian besar perguruan tinggi di Amerika menguasai rangking universitas-universitas terbaik di dunia.

Jika kita berkaca dengan situasi yang ada di Indonesia, tentulah masih jauh tertinggal. Hal ini disebabkan oleh karena para akademisi kita tidak sebaik yang diharapkan. Hanya sebagian kecil dari para akademisi ini yang mampu mengaktualisasikan peran mereka bagi bangsa. Sebagian besarnya larut dan sibuk dalam mengurusi kebutuhan primer (masalah klasik di Indonesia), mengejar proyek-proyek di luar kampus yang menghasilkan tambahan uang. Tidak bisa disalahkan, karena urusan perut dan lain-lainnya memang harus terpenuhi terlebih dahulu (menurut teori kebutuhan Maslow), untuk kemudian seorang individu mampu mencapai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Akibat rendahnya penghasilan para akademisi ini, banyak terjadi salah kaprah, salah orientasi dan salah niatan.

Sebagian besar mereka lebih banyak mengajar, daripada meneliti. Ini wajar karena banyak mengajar akan menghasilkan lebih banyak uang, tetapi banyak meneliti bagi sebagian akademisi seperti menambah migrain di kepalanya.

Bandingkan saja dengan Singapura, Negara kecil tetapi memiliki impact factor yang besar. Mereka hanya memiliki 2 universitas utama, namun kedua-keduanya menduduki rangking 10 besar universitas terbaik di Asia (kalau tidak percaya boleh ditelusuri). National University of Singapore dan Nanyang University, keduanya ini menjadi ikon perguruan tinggi di Asia, bahkan cukup diakui di dunia internasional. Hal ini disebabkan salah satunya karena para akademisinya berhasil menunjukkan publikasi ilmiah terbaik, di jurnal-jurnal terbaik berimpact factor tinggi. Saya lebih mudah menemukan karya ilmiah para akademisi Singapura ini, di jurnal-jurnal bergengsi dibandingkan para akademisi di Indonesia (khususnya dalam bidang Psikologi). Seorang professor (dalam bidang Psikologi) terkenal di Indonesia sekalipun yang saya telusuri, belum berhasil menunjukkan kesuhuannya pada jurnal- jurnal bergengsi ini. Belum memiliki H-Index di google scholar, ini menunjukkan belum berimpact factornya para akademisi kita bahkan sekelas professor psikologi di dunia internasional.

Apa yang salah sebenarnya pada kehidupan akademisi kita, dan bagaimana solusinya? Ini seperti merajut kembali benang-benang yang kusut. Perlu proses yang sistematis dan lurus. Perlu pengadaptasian kebijakan baru yang lebih memacu para akademisi untuk maju beberapa langkah ke depan. Celah-celah penghambat atau bottle neck perlu ditelusuri secara mendalam, untuk kemudian bisa menemukan obat mujarab bagi sakitnya kehidupan akademisi di Indonesia.

Saya dan kita semua berperan penting dalam memecahkan kebuntuan ini, perlu kembali ke khitah semula sebagai seorang akademisi. Menata impian, menata hati, dan menata semangat untuk mengembangkan ilmu di masing-masing bidang kepakarannya. Perjalanan masih panjang, ibarat kata pepatah “if there’s a will, it will be likely a way to achieve everything”. Jadi kuatkan niat, dan kehendak kita untuk meraih impian terbaik setinggi mungkin, khususnya dalam pengembangan keilmuan yang kita minati.

Penulis adalah Dosen Psikologi UAD

Triantoro.Safaria.PhD

Seorang akademisi memiliki peran yang sangat strategis bagi suatu bangsa dan peradaban. Lihatlah bagaimana para scholar ini membawa banyak perubahan bagi kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang besar dan maju menyadari peran penting para akademisinya, sehingga mereka lebih menghargai para akademisi tersebut, dan menempatkan mereka (orang-orang terpilih ini) pada kedudukannya yang layak di masyarakat. Sebagai contoh misalnya Amerika, bangsa yang maju, yang menguasai dan menyumbangkan hampir 70% perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Para scholarnya banyak menghiasi publikasi ilmiah di jurnal-jurnal ternama, bahkan jurnal-jurnal bergengsi tersebut dikelola sebagian besarnya oleh mereka. Melalui berbagai produk-produk teknologinya yang sebagiannya dihasilkan dari kerja-kerja para akademisinya, yang telah ikut memajukan dan mengokohkan pondasi ekonomi mereka.

Produk-produk pertahanan seperti pesawat tempur siluman (F-35, F-16), roket-roket, pesawat tanpa awak, menghasilkan milyaran dolar ketika dipasarkan keseluruh dunia. Akibatnya, hegemoni Amerika sampai saat ini tidak terkalahkan, baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi hingga politik. Kekuatan ini tidak lahir dan didapatkan begitu saja, tetapi dihasilkan dari keunggulan para akademisinya. Sehingga saat ini sekolah-sekolah terbaik sebagian besarnya ada di Amerika, sebagian besar perguruan tinggi di Amerika menguasai rangking universitas-universitas terbaik di dunia.

Jika kita berkaca dengan situasi yang ada di Indonesia, tentulah masih jauh tertinggal. Hal ini disebabkan oleh karena para akademisi kita tidak sebaik yang diharapkan. Hanya sebagian kecil dari para akademisi ini yang mampu mengaktualisasikan peran mereka bagi bangsa. Sebagian besarnya larut dan sibuk dalam mengurusi kebutuhan primer (masalah klasik di Indonesia), mengejar proyek-proyek di luar kampus yang menghasilkan tambahan uang. Tidak bisa disalahkan, karena urusan perut dan lain-lainnya memang harus terpenuhi terlebih dahulu (menurut teori kebutuhan Maslow), untuk kemudian seorang individu mampu mencapai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Akibat rendahnya penghasilan para akademisi ini, banyak terjadi salah kaprah, salah orientasi dan salah niatan.

Sebagian besar mereka lebih banyak mengajar, daripada meneliti. Ini wajar karena banyak mengajar akan menghasilkan lebih banyak uang, tetapi banyak meneliti bagi sebagian akademisi seperti menambah migrain di kepalanya.

Bandingkan saja dengan Singapura, Negara kecil tetapi memiliki impact factor yang besar. Mereka hanya memiliki 2 universitas utama, namun kedua-keduanya menduduki rangking 10 besar universitas terbaik di Asia (kalau tidak percaya boleh ditelusuri). National University of Singapore dan Nanyang University, keduanya ini menjadi ikon perguruan tinggi di Asia, bahkan cukup diakui di dunia internasional. Hal ini disebabkan salah satunya karena para akademisinya berhasil menunjukkan publikasi ilmiah terbaik, di jurnal-jurnal terbaik berimpact factor tinggi. Saya lebih mudah menemukan karya ilmiah para akademisi Singapura ini, di jurnal-jurnal bergengsi dibandingkan para akademisi di Indonesia (khususnya dalam bidang Psikologi). Seorang professor (dalam bidang Psikologi) terkenal di Indonesia sekalipun yang saya telusuri, belum berhasil menunjukkan kesuhuannya pada jurnal- jurnal bergengsi ini. Belum memiliki H-Index di google scholar, ini menunjukkan belum berimpact factornya para akademisi kita bahkan sekelas professor psikologi di dunia internasional.

Apa yang salah sebenarnya pada kehidupan akademisi kita, dan bagaimana solusinya? Ini seperti merajut kembali benang-benang yang kusut. Perlu proses yang sistematis dan lurus. Perlu pengadaptasian kebijakan baru yang lebih memacu para akademisi untuk maju beberapa langkah ke depan. Celah-celah penghambat atau bottle neck perlu ditelusuri secara mendalam, untuk kemudian bisa menemukan obat mujarab bagi sakitnya kehidupan akademisi di Indonesia.

Saya dan kita semua berperan penting dalam memecahkan kebuntuan ini, perlu kembali ke khitah semula sebagai seorang akademisi. Menata impian, menata hati, dan menata semangat untuk mengembangkan ilmu di masing-masing bidang kepakarannya. Perjalanan masih panjang, ibarat kata pepatah “if there’s a will, it will be likely a way to achieve everything”. Jadi kuatkan niat, dan kehendak kita untuk meraih impian terbaik setinggi mungkin, khususnya dalam pengembangan keilmuan yang kita minati.

Penulis adalah Dosen Psikologi UAD

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 Super News https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Super News2013-03-27 19:40:282013-03-27 19:40:28IMPIAN SEORANG AKADEMISI
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

TERKINI

  • KKN UAD dan PKK Dusun Gabugan 2 Gelar Demonstrasi Pembuatan Lilin Aromaterapi10/09/2025
  • KKN UAD dan Warga Dusun Bugel Adakan Gerakan Optimalisasi Lahan10/09/2025
  • KKN UAD Kenalkan Pengolahan Minyak Jelantah Menjadi Lilin Aromaterapi10/09/2025
  • Glagahan Hijau Berkat Program GRIYA KKN UAD10/09/2025
  • Pembuatan Alat Permainan Edukatif: Motorik Anak “Busy Box”10/09/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa UAD Raih Juara III Taekwondo Wali Kota Cup XII 202510/09/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara Harapan III Kompetisi Artikel Ilmiah Tingkat Nasional 202528/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara Harapan I di National Economic Business Competition 202527/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Penghargaan Karya Jurnalistik Terbaik Pers Mahasiswa 2025 dari AJI Indonesia25/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara II Lomba Pengabdian Masyarakat Tingkat Nasional pada ASLAMA PTMA 202519/08/2025

FEATURE

  • Mahkamah Konstitusi sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman dalam Melindungi Hak Asasi Manusia08/09/2025
  • Konseling Harapan bagi Keluarga dan Remaja05/09/2025
  • Potensi Minyak Atsiri Bunga Cengkeh untuk Obat Antiinflamasi04/09/2025
  • Psikologi Komunitas Kelompok Rentan03/09/2025
  • Konsep Strategi Ilmiah dalam Pengelolaan Sampah DIY03/09/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top