Sampah dan Pertanggungjawaban Kita
Harian Jogja (7 Desember 2023)
Sartini Wardiwiyono
Segala kerusakan di muka Bumi 100% disebabkan oleh ulah manusia. Tidak perlu data untuk melihat hal ini. Alam nan indah permai yang diwariskan dari nenek moyang, mengalami kerusakan dan akan kita wariskan kepada anak cucu kita. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari [akibat] perbuatan mereka, agar mereka kembali [ke jalan yang benar].” (QS Ar Rum :41)
Manusia diciptakan menjadi penanggung jawab yang harus mengurusi kemakmuran Bumi. “Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari Bumi [tanah] dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat [rahmat-Nya] dan memperkenankan [doa hamba-Nya]”. (QS Hud:61).
Semua manusia tanpa terkecuali bertugas untuk menjadi khalifah Allah agar memakmurkan Bumi. Tugas itu akan dipertanggungjawabkan. Keadilan pasti akan tegak di hari pembalasan. Semua akan menerimanya sesuai dengan kadar kerusakan yang diciptakan semasa hidup di dunia.
Bila kerusakan di muka Bumi dibiarkan tanpa ada pemberi peringatan, maka orang-orang berilmulah yang akan menerima akibat paling buruk di akhirat kelak. Bukankah para ilmuwanlah yang mampu membaca fenomena kerusakan alam? Ilmuwan pula yang mampu memprediksi sisi negatif dari inovasi yang mereka ciptakan? Ilmuwan dari segala bidang harus mempertanggungjawabkan anugerah ilmu yang dikaruniakan Allah pada mereka. “With great power comes great responsibility” perkataan Peter Parker yang terinspirasi dari Alkitab ini patut pula digarisbawahi.
Sampah Plastik
Kita ambil contoh sampah plastik. Sten Gustaf Thulin, inventor kantong plastik, menganggap kantong kertas sangat berbahaya karena merusak hutan. Kantong plastik bisa digunakan berkali-kali, sedangkan kantong kertas mahal dan hanya sekali pakai. Sekarang bagaimana hasilnya? Kantong plastik menjadi pembungkus sekali pakai karena nilai ekonomisnya lebih murah dari kertas dan menjadi masalah utama sampah dunia. Sampah plastik tidak hanya merusak kelestarian lingkungan, tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat. Banyak penyakit yang menimpa manusia modern karena pencemaran plastik di darat, air atau udara. Bahkan kantong plastik biodegradable yang digembar-gemborkan kalangan industri saat ini, tidak lebih berbahaya dari kantong plastik biasa. Tanpa komposter industri, sampah plastik biodegradable justru menjadi mikro plastik yang mudah terhirup dan masuk ke dalam tubuh kita.
Permasalahan sampah ini harus segera dicarikan solusi. Solusi terbaik adalah dengan meminta pertanggungjawaban dari pihak yang harus bertanggung jawab. Dari sektor industri, para pengusaha harus bertanggung jawab dengan hasil sampah produksi mereka. Mereka harus menyiapkan fasilitas untuk mengolah sampah yang mereka hasilkan.
Corporate social responsibility harus selalu digaungkan oleh ilmuwan sosial. Perundangan harus ditulis dengan detail oleh para teknokrat berdasarkan pada keseimbangan alam raya seutuhnya termasuk fenomena alam digital. Para ulama harus terus bergerak menyadarkan dan membimbing umatnya. Al mizaan yang Allah gariskan dalam firman-Nya haruslah menjadi acuan. “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca [keadilan]. Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan jangan kamu mengurangi neraca itu.” (QS ar-Rahman [55]: 7-9).
Solusi lainnya adalah menyadarkan manusia untuk kembali menyadari tugasnya. Menjaga lingkungan adalah ibadah yang sangat mulia, tidak kalah dengan ibadah lain. Alam yang merupakan benda mati di mata kita adalah benda hidup di sisi Allah. Mereka adalah makhluk yang juga bertasbih dengan cara mereka sendiri. Rasulullah bersabda ketika berdiri di atas gunung Uhud, “Innahu yuhibunna wu nuhibbuhu” Sesungguhnya ia [Uhud] mencintai kita, begitu pula sesungguhnya kita mencintainya. Alam memiliki rasa cinta. Cinta yang tak pernah kita sadari dengan sepenuhnya.
Sampah harus kita kelola dengan baik agar tidak menjadi mesin pembunuh. Peristiwa nahas yang terjadi pada 2005 mengakibatkan 157 jiwa melayang dan dua kampung (Cilimus dan Pojok) hilang dari peta karena tergulung longsoran sampah dari TPA Leuwigajah. Nyawa-nyawa itu ada di pundak kita semua dan menanti pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Sumber : https://opini.harianjogja.com/read/2023/12/07/543/1157361/opini-sampah-dan-pertanggungjawaban-kita