Sastra di Era Digital
Suara Merdeka (29 Mei 2024)
Yusrina Dinar Prihatika
Serangkaian perubahan dinamis yang kini tercermin dalam beragam produk budaya dari berbagai kebudayaan yang memiliki arti nilai-nilai tertentu merupakan bukti hidupnya suatu peradaban.
Produk budaya yang tergambarkan jelas melalui penalaran, cara pikir dan kreativitas manusia ini kemudian mengalami pembaharuan dan restrukturisasi. Dengan demikian, nilai-nilai dan atribut yang dimiliki merupakan hasil dari proses yang dinamis. Sebagai contoh, dalam era digital saat ini, masyarakat telah memasuki era revolusi 5.0 yang mengubah standar nilai yang ada.
Ranah budaya dan nilai standarnya menjadi hal yang paling berdampak pada perubahan sistem yang ada di masyarakat. Terbawa ke ranah personal dengan ditandainya kehadiran dan penggunaan yang ramai pada platform media sosial dan aplikasi digital. Fenomena ini menjadikan banyak sastra-sastra yang tadinya hanya tertuangkan ke dalam buku fisik saja, kini memiliki banyak pilihan dan dihadirkan dengan beragam jenisnya.
Produk budaya seperti karya sastra, mengalami konstruksi dinamis mengikuti perubahan masyarakatnya. Sebagai produk budaya, karya sastra tidak dilepaskan dari konteks masyarakatnya, karena penulis memiliki peran penting dalam menghadirkan karya sastra itu sendiri.
Mulai dari alasan mengapa suatu karya lahir dan juga pemaknaan karya sastra yang kemudian menjadi sangat dinamis tergantung pada sudut pandang dari mana karya sastra itu dilihat dan apa yang tengah terjadi pada peradaban di mana sastra itu dilahirkan.
Pada studi sastra, kompleksitas yang meningkat menjadi sebuah tantangan besar yang diakibatkan oleh adanya ragam budaya. Banyak penulis berharap suara mereka tersampaikan dengan masif, dinikmati oleh setiap individu. Penyampaian secara masif ini, menjadi peran penting bagi pada hadirnya globalisasi dan berkembangnya teknologi.
Era Digital
Globalisasi membuat interaksi yang dilakukan antar budaya, menghasilkan hibriditas budaya atau munculnya identitas dan budaya baru. Hibriditas ini merupakan perpaduan gagasan, konsep tema, dan bentuk yang dapat sama atau berbeda dari sebelumnya yang kemudian lahir atau dilahirkan kembali dalam bentuk yang lebih menyegarkan.
Dimulai dengan kemunculan internet pada tahun 1983 yang kemudian membawa transformasi revolusioner dalam cara manusia menciptakan, mengkonsumsi, dan berinteraksi dengan sastra.
Menjadikan dampak digitalisasi terhadap dunia sastra pada era digital ini menjadi menarik. Mulai dari penciptaan konten hingga interaksi pembaca dengan cerita juga dengan penulis. Jenis sastra juga semakin beragam jika ditilik secara menyeluruh.
Hadirnya graphic narrative film, hybrid literature, hypertext, dan lainnya, disebut sebagai genre sastra yang ditemui dalam dunia digital. Salah satu hal menarik lainnya adalah bagaimana sebuah platform digital dan media sosial kini bisa melahirkan cyber literature yang kini menjadi jenis terbaru dari sebuah sastra.
Adanya fanfiksi dan atau Alternate Universe yang masuk ke dalam cyber literature memiliki daya konsumsi yang luar biasa besar di kalangan masyarakat muda yang tergabung dalam suatu komunitas tertentu. Dilahirkan dari penulis-penulis pemula berbakat, dan juga akses yang dengan mudahnya dapat ditemukan pada platform media sosial.
Tak hanya itu, era digital juga menciptakan komunitas sastra yang hidup, memungkinkan pembaca dan penulis terhubung, berbagi rekomendasi, dan terlibat dalam diskusi online.
Adanya penerapan teknologi digital dalam dunia sastra memang berfokus pada persoalan aksesibilitas. Dalam meningkatkan budaya literasi dan kemudahan aksesnya, digitalisasi sastra juga tak luput dari kepelikan persoalan pembajakan digital dan plagiasi. Belum lagi kekhawatiran soal privasi data, dan potensi kehilangan pengalaman membaca dengan buku fisik.
Kindle, e-book, pdf dan sebagainya menjadi substitusi kebutuhan baca di era Gen-Z. Hal ini mengundang refleksi kritis terhadap implikasi etis dan budaya dari pergeseran digital. Digitalisasi sastra bukan sekedar perkembangan atau evolusi teknologi; ini adalah renaisans atau kebangkitan dari suatu budaya.
Dalam menyesuaikan diri terhadap era digital, dunia sastra membuka peluang baru bagi kreativitas, aksesibilitas, dan keterlibatan komunitas dalam merawat dan menjaga budayanya. Berfungsi sebagai jendela ke dunia sastra digital yang dinamis, mengajak para penikmat untuk merangkul potensi baru dan merayakan perkembangan cara bercerita di abad ke-21.
sumber : https://kedu.suaramerdeka.com/pendidikan/2112784958/sastra-di-era-digital