Kartini Milenial
Perayaan hari Kartini yang jatuh setiap 21 April identik dengan mengenakan pakaian kebaya. Hari tersebut diperingati sebagai bentuk penghormatan kepada Raden Ajeng Kartini atau biasa disebut dengan R.A Kartini. Kartini dikenal sebagai pahlawan emansipasi wanita Indonesia. Berdasarkan pikiran dan perjuangannya bahwa perempuan memerlukan kebebasan dan persamaan hak yang sama dengan laki-laki, maka perempuan saat ini dapat menikmati pendidikan sesuai keinginan dan memiliki kesempatan untuk menggapai mimpi maupun cita-cita mereka.
Melihat sosok Kartini pada era milenial, tentu mengalami banyak tantangan. Salah satunya adalah kesadaran perempuan untuk menjadi apa dan siapa hari ini begitu pun dengan esok lusa. Antara menjadi ibu rumah tangga saja, perempuan karier, atau perempuan yang bisa melakukan dua-duanya. Semuanya merupakan pekerjaan yang sama-sama mulia.
dr. Nurul Qomariyah, M.Med., Ed., selaku dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dan Fakultas Kedokteran (FK) mengatakan, “Saya melihat perempuan saat ini disektor apa pun ada, jadi yang membedakan perempuan dan laki-laki hanya terletak di urusan reproduksi. Perempuan bisa hamil sedangkan laki-laki tidak. perempuan bisa menyusui, laki-laki tidak. Untuk masalah keilmuan dan keterampilan, saya kira sama.”
Ia juga menambahkan untuk menjadi sosok Kartini milenial, perempuan bisa menjadi apa saja yang diinginkan, atau bisa dikatakan menjadi apa pun terserah. Akan tetapi ketika perempuan sudah memiliki amanah, sudah menikah, dan hamil, itu harus bisa serius. Serius dalam arti menjadi istri dan ibu yang memberikan penuh hak anaknya. Misalnya merencanakan ingin punya anak berapa, menyiapkan masa depan anaknya termasuk memberikan ASI eksklusif enam bulan sampai dua tahun, kemudian membuat ikatan dengan anaknya, sehingga hak anak itu terpenuhi.
Menurut dosen yang ditemui di kampus III Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Senin (15-04-2019) itu, Kartini milenial harus paham dengan dirinya sendiri. Besok apakah dirinya mampu menjadi perempuan karier dan menjadi istri bagi suaminya sekaligus ibu dari anak-anaknya. Kalau merasa kurang mampu melakukan kedua hal tersebut alangkah lebih baiknya memilih salah satu.
“Termasuk saya. Saya adalah orang yang tidak bisa melakukan pekerjaan kedua hal tersebut secara bersamaan. Ibaratkan saja jika saya dikasih usia hidup tujuh puluh tahun, punya anak kecil paling tidak hanya lima tahun dari kehidupan saya yang tujuh puluh tahun itu. Jadi, saya tidak merasa rugi jika yang lima tahun itu untuk anak saya dan memilih berhenti bekerja,” imbuh Nurul.
Manusia itu memiliki siklus hidup, mengurus anak itu tidak selalu harus ditunggui terus. Ada waktunya si ibu harus di situ, ada waktunya anak-anak ini mulai mengambil keputusan sendiri, main sendiri. Pada saat itu, perempuan di rumah selain mengurus anak tentu banyak hal yang bisa dilakukan. Misalnya bergabung di yayasan sosial atau kerja online. Jadi, waktu luang itu bisa digunakan untuk memikirkan orang lain yang masih membutuhkan. Tidak hanya kumpul-kumpul saja, duduk di depan sekolahan, itu sayang banget lebih baik mengisi waktu dengan hal positif. (nda)
Apa pun profesinya, Kartini milenial itu harus ingat kodratnya sebagai perempuan berdaya, dan bermanfaat bagi sesama! Selamat hari Kartini. (quotes)