Sentani: Bincang-Bincang Pembelajaran di Sekolah Merdeka
Sekolah Akar Rumput yang kerap kali disebut dengan sekolah merdeka, sudah berdiri sejak Juli 2017. Sekolah ini terletak di Dusun Pendes, Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul. Pembelajaran di sini tidak sama dengan pembelajaran sekolah formal pada umumnya. Peserta didik tidak berpakaian seragam, tidak ada kurikulum, dan tidak ada mata pelajaran. Prinsip sekolah ini adalah, semua kegiatan merupakan pembelajaran.
Menurut Mirja Sentani selaku fasilitator, pembelajaran di Sekolah Akar Rumput yaitu riset tentang kearifan lokal. Semester ini telah mengangkat kegiatan riset bedah desa. Awalnya dari bedah desa, mendatangkan orang-orang dari balai desa untuk membicarakan keunggulan-keunggulan di Desa Panggungharjo.
Pertemuan dilakukan dari Senin sampai Jumat. Mereka meneliti tentang apa pun yang mereka lihat, kemudian ditulis. Setelah itu, dipresentasikan oleh peserta didik saat akhir semester.
Pembelajaran hari Senin lebih ke tema budaya, semester ini mereka belajar karawitan. Selasa sampai Rabu ada persiapannya. Kamis, mereka belajar kreativitas, yaitu membuat batik cap dan teknik membatik. Kamis juga berkunjung ke rumah salah satu orang tua dari peserta didik. Di sana nanti ada pembelajaran dari orang tua tersebut. Jumat dilalui dengan olahraga bela diri, renang, dan kepanduan.
Secara lebih umum, sekolah ini dipersiapkan dari Januari sampai Mei. Bulan pertama, mereka mencari dan menentukan judul riset. Bulan kedua, mereka memantapkan dan membuat pertanyaan. Bulan ketiga, mereka wawancara. Bulan keempat, mereka mulai mengerjakan dan mengevaluasi hasil riset. Bulan kelima, mereka presentasi.
“Cara menjadi fasilitator bagi anak-anak di sini adalah harus bisa membaur dengan mereka, melebur, dan bisa memahami mereka. Tidak muluk-muluk. Harapan saya untuk anak-anak di sini, mereka dapat mengenali diri sendiri,” ujar Mirja, yang merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
“Visi dan misi dari Sekolah Akar Rumput ringkasnya adalah tentang kesehatan, pangan, dan budaya. Kemudian, semua itu dimasukkan dalam pengajaran. Kami ingin anak-anak menemukan dirinya. Para penggagas Sekolah Akar Rumput tertarik dari Sanggar Anak Alam (Salam). Selama ini, praktik pembelajaran dibagi dalam kelas besar dan kecil, yakni kelas satu sampai tiga dan empat sampai enam. Target kami membuat mereka memahami huruf dan angka. Selanjutnya, memanfaatkan keahlian huruf dan angka itu untuk mencapai keahlian lain,” jelas Rona Narendra, alumnus ISI Yogyakarta asal Jepara yang merupakan salah satu penggagas di Sekolah Akar Rumput.
Rona juga menyampaikan, “Kelas enam melakukan riset soal ujian dan mengikuti kejar paket. Rapotnya tidak dalam bentuk angka, namun narasi. Lulusan sekolah Akar Rumput Sangat bisa melanjutkan ke sekolah formal, bahkan sampai jenjang perkuliahan juga bisa. Sekolah ini berbasis Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kebetulan kepala desa visioner, yang menerapkan pembangunan berbasis desa.” (Dew)