• TERKINI
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Tawuran Pelajar, Sampai Kapan?

22/10/2012/0 Comments/in Terkini /by Super News

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen PBSI FKIP UAD Yogyakarta


Hantu bernama tawuran pelajar kembali bergentayangan! Kali ini, ia muncul di wilayah DKI Jakarta. Pada pekan lalu, dua nyawa pelajar di Jakarta melayang sia-sia karenanya. Dua pelajar itu bernama Alawy Yusianto Putra, siswa SMAN 6 Jakarta, dan Denny Januar, siswa SMA Yayasan Karya 66, Jakarta. Keduanya meninggal dunia akibat aksi tawuran pelajar. Pertanyaannya, mengapa aksi tawuran pelajar hingga kini masih terjadi?

Ada asap pastilah ada api. Ungkapan itu terasa pas dalam membaca fenomena tawuran pelajar belakangan ini. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, dari 2010, 2011, hingga 2012. Pada tahun 2010, ada 102 kasus tawuran pelajar, lantas mengalami penurunan pada 2011 (96 kasus), dan meningkat kembali pada 2012 (103 kasus).

Sementara itu, dari data serupa, jenjang pelaku tawuran pelajar cukup variatif, dari jenjang SD hingga SMA/K. Tercatat, jumlah pelaku dari jenjang SD lebih sedikit (2-4 orang) dibandingkan dengan jumlah pelaku dari jenjang SMA/K (28-43 orang). Dari angka-angka statistik itu, apa pesan yang dapat kita ambil? Bahwa tawuran pelajar di Indonesia kian mengkhawatirkan, juga perlu segera dicarikan solusi atas persoalan tersebut!

Atas kondisi itu, Mendikbud dan Menag, tiba-tiba saja mengusulkan untuk mencegah siswa tawuran dengan menambah jam pelajaran agama. Usulan itu alih-alih bersifat solutif, justru memperlihatkan bahwa pemerintah panik dan reaktif dalam merespons masalah tawuran pelajar. Saya sependapat dengan M Ihsan, Ketua Satuan Tugas Perlindungan Anak, bahwa menambah jam belajar tidak menyelesaikan masalah tawuran, justru menambah stres siswa.

Tawuran pelajar merupakan persoalan yang bersifat kompleks; menyangkut banyak pihak, seperti orangtua/keluarga, guru, dan sekolah. Dari lingkup keluarga, seorang anak yang kurang kasih sayang dan minim perhatian dari orangtuanya berpotensi untuk ikut-ikutan tawuran. Terlebih, bila anak tersebut biasa nongkrong setelah jam sekolah, tidak langsung pulang ke rumah. Lantas, upaya apa-apa saja yang bisa dilakukan guna menyetop tawuran?

Nah, becermin pada kesuksesan SMKN 1 Boedi Utomo (SMK Boedoet) dan SMKN 5 Jakarta (STM Bonser) (Republika, 28/9) dalam menyetop tawuran siswanya, ada beberapa saran yang dapat diterapkan. Pertama, adanya patroli guru dalam mengawasi siswa. Setelah jam sekolah, siswa diarahkan untuk segera pulang ke rumah, tidak nongkrong di tempat tertentu. Kedua, mengoptimalkan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Siswa aktif dalam kegiatan tersebut.

Ketiga, mendayagunakan materi agama, khususnya akhlak dan budi pekerti, dalam waktu-waktu khusus, seperti seusai siswa salat dhuha di masjid atau mentoring. Keempat, mengubah sekolah menjadi lebih hijau, asri, tidak gersang, bersih, dan bersahabat. Kelima, adanya pemberlakuan sistem poin untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Dengan upaya-upaya di atas, kelak sekolah dapat menyetop aksi tawuran siswanya dengan siswa sekolah lain.

Ibarat kata, tawuran pelajar bagaikan benalu di pohon. Ia akan merugikan pohon yang ditumpanginya. Untuk itu, kiranya perlu usaha untuk mencabut benalu dari pohon tersebut. Begitu pula dengan tawuran pelajar, yang juga merugikan banyak pihak. Mulai dari orangtua, guru, sekolah, masyarakat, hingga pemerintah perlu kompak dalam mencabut ‘benalu’ tawuran pelajar yang telah mengakar sekian lama. Selama ada kemauan pasti ada jalan. Semoga![]

(Artikel ini dimuat di Suara Merdeka)

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen PBSI FKIP UAD Yogyakarta


Hantu bernama tawuran pelajar kembali bergentayangan! Kali ini, ia muncul di wilayah DKI Jakarta. Pada pekan lalu, dua nyawa pelajar di Jakarta melayang sia-sia karenanya. Dua pelajar itu bernama Alawy Yusianto Putra, siswa SMAN 6 Jakarta, dan Denny Januar, siswa SMA Yayasan Karya 66, Jakarta. Keduanya meninggal dunia akibat aksi tawuran pelajar. Pertanyaannya, mengapa aksi tawuran pelajar hingga kini masih terjadi?

Ada asap pastilah ada api. Ungkapan itu terasa pas dalam membaca fenomena tawuran pelajar belakangan ini. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, dari 2010, 2011, hingga 2012. Pada tahun 2010, ada 102 kasus tawuran pelajar, lantas mengalami penurunan pada 2011 (96 kasus), dan meningkat kembali pada 2012 (103 kasus).

Sementara itu, dari data serupa, jenjang pelaku tawuran pelajar cukup variatif, dari jenjang SD hingga SMA/K. Tercatat, jumlah pelaku dari jenjang SD lebih sedikit (2-4 orang) dibandingkan dengan jumlah pelaku dari jenjang SMA/K (28-43 orang). Dari angka-angka statistik itu, apa pesan yang dapat kita ambil? Bahwa tawuran pelajar di Indonesia kian mengkhawatirkan, juga perlu segera dicarikan solusi atas persoalan tersebut!

Atas kondisi itu, Mendikbud dan Menag, tiba-tiba saja mengusulkan untuk mencegah siswa tawuran dengan menambah jam pelajaran agama. Usulan itu alih-alih bersifat solutif, justru memperlihatkan bahwa pemerintah panik dan reaktif dalam merespons masalah tawuran pelajar. Saya sependapat dengan M Ihsan, Ketua Satuan Tugas Perlindungan Anak, bahwa menambah jam belajar tidak menyelesaikan masalah tawuran, justru menambah stres siswa.

Tawuran pelajar merupakan persoalan yang bersifat kompleks; menyangkut banyak pihak, seperti orangtua/keluarga, guru, dan sekolah. Dari lingkup keluarga, seorang anak yang kurang kasih sayang dan minim perhatian dari orangtuanya berpotensi untuk ikut-ikutan tawuran. Terlebih, bila anak tersebut biasa nongkrong setelah jam sekolah, tidak langsung pulang ke rumah. Lantas, upaya apa-apa saja yang bisa dilakukan guna menyetop tawuran?

Nah, becermin pada kesuksesan SMKN 1 Boedi Utomo (SMK Boedoet) dan SMKN 5 Jakarta (STM Bonser) (Republika, 28/9) dalam menyetop tawuran siswanya, ada beberapa saran yang dapat diterapkan. Pertama, adanya patroli guru dalam mengawasi siswa. Setelah jam sekolah, siswa diarahkan untuk segera pulang ke rumah, tidak nongkrong di tempat tertentu. Kedua, mengoptimalkan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Siswa aktif dalam kegiatan tersebut.

Ketiga, mendayagunakan materi agama, khususnya akhlak dan budi pekerti, dalam waktu-waktu khusus, seperti seusai siswa salat dhuha di masjid atau mentoring. Keempat, mengubah sekolah menjadi lebih hijau, asri, tidak gersang, bersih, dan bersahabat. Kelima, adanya pemberlakuan sistem poin untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Dengan upaya-upaya di atas, kelak sekolah dapat menyetop aksi tawuran siswanya dengan siswa sekolah lain.

Ibarat kata, tawuran pelajar bagaikan benalu di pohon. Ia akan merugikan pohon yang ditumpanginya. Untuk itu, kiranya perlu usaha untuk mencabut benalu dari pohon tersebut. Begitu pula dengan tawuran pelajar, yang juga merugikan banyak pihak. Mulai dari orangtua, guru, sekolah, masyarakat, hingga pemerintah perlu kompak dalam mencabut ‘benalu’ tawuran pelajar yang telah mengakar sekian lama. Selama ada kemauan pasti ada jalan. Semoga![]

(Artikel ini dimuat di Suara Merdeka)

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 Super News https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Super News2012-10-22 19:17:352012-10-22 19:17:35Tawuran Pelajar, Sampai Kapan?
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

TERKINI

  • Isu Lingkungan, Keadilan Gender, dan Peran Mahasiswa dalam Advokasi Ekologis05/07/2025
  • Mahasiswa KKN UAD Ajak Warga Kasihan Bantul Tingkatkan Kesadaran Pemilahan Sampah05/07/2025
  • BEM FH UAD Adakan Pelatihan Public Speaking05/07/2025
  • Gagas UMKM Mandiri, KKN UAD Gelar Pelatihan Pembuatan Sabun Cuci Piring05/07/2025
  • UAD Selenggarakan Workshop Literasi Budaya Batik Indonesia melalui Teknologi AI di Korea Selatan05/07/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa UAD Raih Bronze Medal dan Best Poster di Kompetisi Nasional Business Plan05/07/2025
  • Mahasiswa Gizi UAD Raih Juara I Lomba Poster Contest 2025 Tingkat Nasional05/07/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara II dan The Golden Quill di National Creathink Festival 202505/07/2025
  • I-WASLABOT: Inovasi Mahasiswa UAD Raih Juara di PIKIR 202504/07/2025
  • Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAD Raih Juara II dalam BE-FEST 202503/07/2025

FEATURE

  • Kepribadian dan Metode Pendidikan Nabi05/07/2025
  • Belajar ONMIPA dari Ahlinya04/07/2025
  • Kunci Mendapatkan Kebahagiaan Hidup04/07/2025
  • Memperteguh Jati Diri Mahasiswa03/07/2025
  • Strategi Advokasi dalam Melahirkan Solusi atas Permasalahan Hukum di Masyarakat03/07/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top