Bincang Soal Asas Legalitas
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum mengadakan diskusi soal asas legalitas. Diskusi berlangsung Senin, 7 Oktober 2019, bertempat di Jejak Kopi, Kotagede. Diskusi dipantik oleh Sahabudin Ohoirenan dan diikuti 30 peserta.
Asas legalitas adalah salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana dan langsung tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Topik ini dipilih karena asas yang paling fundamental atau mendasar dari hukum pidana bahkan dikatakan sebagai ruh dari hukum pidana itu sendiri.
“Asas legalitas pertama kali dicetuskan oleh Paul Johan Anslem Von Feuerbach (1775−1833), seorang sarjana hukum berkebangsaan Prancis. Asas tersebut dikelompokkan Von Feuerbach dalam bahasa Latin menjadi tiga frasa, yaitu nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang), nulla poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana), nullum crime sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang). Ketiga frasa itu kemudian dijadikan satu oleh Von Feuerbach menjadi nullum delictum nulla poena sine pravia lege poena yang berarti tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali ada peraturannya,” papar Sahabudin.
Tahun 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Ketika merdeka, Indonesia bisa dikatakan belum siap karena belum memiliki hukum-hukum yang murni berasal dari Indonesia. Kemudian pemerintah menyatakan berlakunya hukum-hukum peninggalan Belanda. Oleh para ahli-ahli hukum saat itu, maka asas legalitas dipakai di Indonesia.
“Ada tiga makna yang terkandung dalam asas legalitas. Pertama, tiada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau belum diatur dalam undang-undang. Kedua, dalam menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh menggunakan analogi atau perumpamaan. Ketiga, aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Dalam konteks nasional asas legalitas tertuang langsung dalam undang-undang,” tutupnya. (JM)