• TERKINI
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Kolaborasi Lintas Organisasi sebagai Kekuatan Gerakan Kampus

24/04/2025/in Feature /by Ard

Andy Putra Wijaya, S.E.I., M.S.I., Narasumber Inspiratif Halalbihalal Ortom Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Ortom UAD)

Organisasi ortonom (ortom) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan kegiatan “Halalbihalal Ortom” sebagai wujud penyambung ukhuwah antar-ortom Muhammadiyah di tingkat kampus. Acara tersebut telah berlangsung pada Sabtu, 19 April 2025, di Auditorium D Kampus III UAD, menghadirkan narasumber inspiratif, Andy Putra Wijaya, S.E.I., M.S.I. selaku dosen dan Ketua Lazismu UAD.

Andy menekankan pentingnya semangat kolaborasi antarortom yang tidak sebatas simbolik, tetapi menyentuh tataran gerakan yang nyata dan berkelanjutan.

“Kolaborasi tidak cukup hanya diwujudkan lewat forum resmi. Anak-anak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bisa ikut latihan Tapak Suci, kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bisa meramaikan kegiatan Hizbul Wathan (HW). Semangat ini yang perlu dirawat,” ujarnya.

Andy juga mengungkapkan pengalamannya yang telah terlibat aktif di berbagai ortom, mulai dari IMM, Tapak Suci, HW, bahkan pernah menjadi bagian dari Wahdah Islamiyah di tingkat nasional. Menurutnya, keikutsertaan dalam lintas ortom tidak hanya memperluas wawasan, tapi juga memperkuat solidaritas antarkader.

“Dulu saya ikut kegiatan HW sampai harus masuk hutan di Wonosari, ikut kegiatan IMM sejak masa Dasar Marhalah. Saya paham betul karakter masing-masing ortom, dan saya bisa katakan: kita tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” imbuhnya.

Andy menyebut sinergi ortom sebagai kekuatan khas Muhammadiyah yang harus terus dijaga. Dengan mengedepankan keterbukaan, kader diharapkan mampu memahami bahwa keberhasilan dakwah tidak datang dari satu organisasi saja, tetapi dari pertemuan antargerakan yang saling melengkapi.

“Sering kali justru kader merasa cukup dengan ortomnya sendiri, padahal kita ini satu rumah. IMM, HW, Tapak Suci, IPM—semua saling dukung, bukan saling bersaing,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi, peserta dari berbagai ortom turut menyuarakan pandangan pentingnya penguatan komunikasi antarorganisasi. Beberapa menyarankan adanya forum koordinasi rutin dan kolaborasi dalam program kemasyarakatan.

Kegiatan ditutup dengan ajakan untuk menjadikan halalbihalal ini sebagai momentum menyusun strategi gerakan yang terintegrasi, lintas struktur, dan berorientasi jangka panjang. Andy menegaskan bahwa masa depan persyarikatan berada di tangan kader muda yang mampu menyeimbangkan idealisme dengan kolaborasi yang nyata.

“Jika kita hanya hebat di ortom kita sendiri, kita hanya kuat sendirian. Namun jika kita membangun gerakan bersama, insyaallah Muhammadiyah akan semakin besar, solid, dan berdampak,” tutupnya. (Ito)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Andy-Putra-Wijaya-S.E.I.-M.S.I.-Narasumber-Inspiratif-Halalbihalal-Ortom-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Ortom-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-24 10:11:052025-04-24 10:11:05Kolaborasi Lintas Organisasi sebagai Kekuatan Gerakan Kampus

Renungan Spirit Ramadan dan Iman

24/04/2025/in Feature /by Ard

Halal Bihalal Organisasi Otonom (Ortom) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Ortom UAD)

Masih dalam suasana bulan Syawal, halalbihalal organisasi otonom (ortom) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang digelar pada Sabtu, 19 April 2025 di Auditorium D Kampus III, tidak hanya menjadi ajang silaturahmi. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi wadah refleksi diri dan penguatan spiritual pasca-Ramadan. Acara menghadirkan Andy Putra Wijaya, S.E.I., M.S.I., dosen sekaligus Ketua Lazismu UAD, sebagai pemateri utama.

Dalam ceramahnya, Andy menekankan pentingnya menjaga semangat Ramadan sepanjang tahun. Menurutnya, Ramadan adalah momen untuk melatih spiritualitas dan keikhlasan, tetapi tantangan sebenarnya justru hadir setelah bulan suci itu berlalu.

“Ulama terdahulu menangis ketika Ramadan berakhir. Bukan karena lelah, tetapi karena takut amal ibadah mereka tidak diterima,” jelasnya. 

Ia kemudian mengajak para peserta untuk menjadikan bulan Syawal sebagai awal baru dalam menjaga ketakwaan dan keimanan. Andy juga mengulas esensi takwa sebagai tujuan utama dari ibadah puasa. Menurutnya, iman adalah pondasi utama yang mendorong manusia untuk menjalankan ketaatan secara konsisten. Ia mengingatkan bahwa banyak orang beribadah, tetapi motivasi spiritualnya lemah karena tidak dibangun di atas iman yang kuat.

“Ketika iblis menolak sujud kepada Adam karena merasa lebih mulia, di situlah kita belajar bahwa kesombongan adalah awal dari kehancuran. Jangan-jangan, dalam proses belajar atau berorganisasi, kita juga mewarisi sifat itu,” tuturnya.

Ia juga menyoroti tantangan beragama di era modern yang cenderung menjadikan agama sekadar urusan akhirat. Padahal, menurut Andy, agama juga relevan dengan urusan dunia seperti keadilan sosial, kemakmuran, dan kebahagiaan hidup.

“Orang beriman tidak seharusnya hidup dalam ketakutan dan kesedihan. Justru iman itu yang menghilangkan rasa takut akan masa depan, termasuk soal pekerjaan, pernikahan, dan hidup layak,” tambahnya.

Dengan penuh semangat, Andy juga membagikan kisah perjuangannya selama kuliah—mulai dari bekerja sebagai juru parkir hingga mampu melanjutkan pendidikan hingga jenjang doktoral. Kisah tersebut menjadi bukti nyata bahwa iman, ikhtiar, dan kepercayaan kepada Allah adalah kunci untuk melewati berbagai ujian kehidupan.

Melalui momen halalbihalal ini, peserta tidak hanya saling memaafkan, tetapi juga diajak menata kembali niat dan langkah perjuangan dalam menjalani kehidupan kampus dan organisasi dengan nilai-nilai iman yang kokoh. (Ito)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Halal-Bihalal-Organisasi-Otonom-Ortom-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Ortom-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-24 09:54:142025-04-24 09:54:14Renungan Spirit Ramadan dan Iman

Meningkatkan Kesadaran Kekayaan Intelektual dengan Desain Industri

23/04/2025/in Feature /by Ard

Agung Damarsasongko, S.H., M.H., Direktur Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kementerian Hukum dan HAM RI (Dok. Humas UAD)

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menunjukkan komitmennya dalam mendukung pengembangan inovasi dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) melalui penyelenggaraan lokakarya Desain Industri yang berlangsung pada Rabu, 23 April 2025. Kegiatan ini digelar di Ruang Amphitarium, Gedung Utama Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dan dihadiri oleh sivitas akademika dari berbagai fakultas.

Lokakarya ini menghadirkan Agung Damarsasongko, S.H., M.H., Direktur Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, sebagai keynote speaker. Dalam paparannya yang bertajuk “Menggali Potensi Desain Industri dan Strategi Mendapatkan Perlindungannya”, Agung mengajak para peserta untuk lebih memahami luasnya cakupan desain industri dan pentingnya upaya pendaftaran untuk melindungi karya cipta secara hukum.

“Desain industri bukan hanya tentang tampilan produk yang estetis, tetapi juga bisa berupa elemen visual yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kemasan produk,” jelasnya. Berdasarkan data yang dipaparkan dalam presentasi, desain industri didefinisikan sebagai suatu kreasi bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis dan warna yang memberikan kesan estetis pada suatu produk, komoditas industri, maupun kerajinan tangan. Desain industri bisa berbentuk 3 dimensi atau 2 dimensi.

Presentasi tersebut menampilkan contoh-contoh desain industri seperti kursi dan radio vintage yang menunjukkan nilai estetika dalam produk sehari-hari. Data dari DJKI menunjukkan tren peningkatan permohonan HKI secara nasional. Pada tahun 2023, tercatat total 347.338 permohonan kekayaan intelektual dengan peningkatan 15,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 7.926 di antaranya merupakan permohonan desain industri. Sedangkan untuk penyelesaian permohonan, tercatat 331.011 permohonan HKI telah diselesaikan, dengan 6.046 di antaranya adalah penyelesaian permohonan desain industri.

Lebih mengesankan lagi, Indonesia mencatatkan peningkatan signifikan dalam permohonan desain industri menurut laporan World Intellectual Property Indicators (WIPI) dari World Intellectual Property Organization (WIPO). Data menunjukkan peningkatan 37,3% untuk pendaftaran desain industri ke luar negeri, menjadikan Indonesia negara dengan tingkat pertumbuhan tertinggi kedua di dunia pada tahun 2023.

Agung menyampaikan bahwa UAD memiliki potensi besar dalam pengembangan kekayaan intelektual, khususnya di bidang desain industri. Hal ini terbukti dengan posisi UAD yang menempati peringkat ke-8 dari 10 perguruan tinggi dengan jumlah permohonan desain industri tertinggi pada 2022, dengan 25 permohonan. Jumlah ini meningkat dua kali lipat menjadi 51 permohonan di 2023. Kemudian pada tahun 2024, permohonan meningkat tajam hingga 106, menjadikan UAD berada di peringkat ke-6 nasional dalam hal permohonan HKI untuk kategori desain industri. Pencapaian tersebut menempatkan UAD sebagai salah satu kampus yang aktif dalam perlindungan desain industri.

“Ini adalah pencapaian yang patut diapresiasi, dan masih banyak potensi yang bisa digali lebih dalam dari para dosen dan mahasiswa UAD,” ujar Agung.

Lebih lanjut, ia mencontohkan bahwa inovasi yang terlihat sederhana seperti desain kursi kuliah yang lebih ergonomis atau ramah lingkungan bisa saja didaftarkan sebagai kekayaan intelektual. Tidak hanya karya visual, karya tulis akademik seperti skripsi, tesis, dan disertasi juga dapat diajukan untuk memperoleh perlindungan hak cipta.

Statistik nasional juga menunjukkan bahwa buku merupakan kategori tertinggi dalam permohonan hak cipta, mencapai 17,8% dari total permohonan. Ini diikuti oleh artikel (8,6%), program komputer (7,7%), dan karya tulis (7,5%). Data ini menunjukkan besarnya peluang bagi akademisi UAD.

Sebagai bagian dari program unggulan DJKI Tahun HCDI 2025, presentasi juga menyoroti rencana percepatan penyelesaian permohonan desain industri bagi pemohon dari kalangan lembaga pendidikan dan lembaga penelitian pemerintah. “Diharapkan Sertifikat Desain Industri sudah dapat diterima pemohon tidak kurang dari 4 bulan setelah pengajuan,” jelas Agung.

Melalui lokakarya ini, diharapkan kesadaran dan antusiasme sivitas akademika UAD terhadap pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual dapat semakin meningkat. DJKI pun membuka kesempatan konsultasi lanjutan dan memberikan pendampingan bagi kampus yang ingin meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas permohonan HKI mereka. (Anove)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Agung-Damarsasongko-S.H.-M.H.-Direktur-Direktorat-Hak-Cipta-dan-Desain-Industri-DJKI-Kementerian-Hukum-dan-HAM-RI-Dok.-Humas-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 12:12:212025-04-23 12:12:21Meningkatkan Kesadaran Kekayaan Intelektual dengan Desain Industri

Lebih dari Sekadar Membaca: Membangun Dialog Rohani dengan Al-Qur’an

23/04/2025/in Feature /by Ard

Ustaz Hendra Darmawan, S.Pd., M.A., Dosen AIK Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Mawar)

Udara pagi itu terasa sejuk dan menenangkan. Mentari yang pelan-pelan muncul di ufuk timur menyambut langkah kaki para jamaah yang mengalir masuk ke Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Seperti biasa, Minggu pagi di tempat ini bukan hanya menjadi waktu istirahat, tetapi juga momen untuk menimba ilmu dan merefleksikan diri dalam bingkai keimanan.

Dalam agenda Kajian Rutin Ahad Pagi, hadir Ustaz Hendra Darmawan, S.Pd., M.A. dari Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM DIY). Dengan pembawaan yang tenang tetapi mengena, ia menyampaikan materi bertajuk “Kaifa Nataa’aamal Ma’a Al-Qur’an”, bagaimana seharusnya seorang muslim berinteraksi dengan Al-Qur’an. Bukan hanya membacanya, tetapi benar-benar membangun hubungan yang hidup, reflektif, dan penuh makna.

Kajian ini tidak sekadar berisi nasihat, melainkan juga mengajak jamaah untuk merekonstruksi cara pandang mereka terhadap Al-Qur’an. “Jangan jadikan Al-Qur’an hanya sebagai bacaan yang disakralkan tanpa dipahami. Ia bukan hanya untuk ditilawahkan, tetapi juga untuk dihayati dan diamalkan,” tegas Ustaz Hendra dalam ceramahnya yang menggugah.

Lebih dari sekadar tema ceramah, judul ini sejatinya merujuk pada karya besar Dr. Yusuf Al-Qaradawi, seorang pemikir dan ulama terkemuka dari dunia Islam kontemporer. Bukunya, Kaifa Nataa’aamal Ma’a Al-Qur’an, menjadi inspirasi dalam kajian ini. Al-Qaradawi menulis buku tersebut setelah membaca karya gurunya Syekh Muhammad al-Ghazali, seorang alim besar yang lebih dahulu mengangkat tema serupa. Namun dengan keberanian intelektual dan semangat tajdid (pembaruan), Al-Qaradawi menyusun ulang gagasannya dalam bentuk yang lebih praktis dan komunikatif bagi umat.

Buku itu mengajak pembaca untuk tidak hanya mendekati Al-Qur’an sebagai teks suci, tetapi juga sebagai mitra dialog spiritual. Ia menguraikan bahwa interaksi dengan Al-Qur’an mencakup tujuh pendekatan, yaitu membaca, menghafal, merenungi, memahami, mengamalkan, menyebarkan ajaran, hingga membelanya dari penyimpangan. Karya ini bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, menandakan luasnya pengaruh dan relevansi pemikiran Al-Qaradawi di dunia Islam global.

Akan tetapi, jejak pemikiran semacam ini bukanlah hal baru. Sebelum Al-Qaradawi, masyarakat Indonesia telah mengenal karya Membumikan Al-Qur’an dari Prof. Dr. M. Quraish Shihab, yang juga menekankan pentingnya menjadikan Al-Qur’an sebagai pijakan dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya, meski lahir dari latar dan tradisi keilmuan yang berbeda, membawa semangat yang sama, menghidupkan Al-Qur’an dalam denyut kehidupan umat. Fenomena ini menunjukkan bahwa para ulama tidak berhenti pada pendekatan ritualistik. Mereka mendorong agar kita berdialog dengan Al-Qur’an, seolah-olah ayat-ayat suci itu sedang menjawab pertanyaan dan kegelisahan hidup kita secara langsung. Dengan demikian, interaksi dengan Al-Qur’an menjadi pengalaman spiritual yang personal sekaligus transformatif.

Kajian Ahad Pagi ini pun tidak berhenti hanya pada ruang masjid. Melalui kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD, sesi ini disiarkan langsung, menjangkau khalayak yang lebih luas, dari mahasiswa, masyarakat umum, hingga diaspora muslim di luar negeri. Hal ini dilakukan sebagai langkah konkret dalam menyelaraskan dakwah tradisional dengan kebutuhan era digital.

Masjid bukan lagi sekadar tempat ibadah, tetapi menjadi ruang pembelajaran dan transformasi ruhani. Lewat kajian seperti ini, Masjid Islamic Center UAD berperan aktif membentuk generasi muslim yang bukan hanya fasih membaca Al-Qur’an, tetapi juga mampu berdialog dengannya, sebuah proses yang terus hidup dan menghidupkan. (Mawar)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Ustaz-Hendra-Darmawan-S.Pd_.-M.A.-Dosen-AIK-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Mawar.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 11:44:082025-04-23 11:44:08Lebih dari Sekadar Membaca: Membangun Dialog Rohani dengan Al-Qur’an

Menjadi Teman Bertumbuh yang PEKA: Refleksi Konselor Sebaya dalam Menemani Perjalanan Diri

23/04/2025/in Feature /by Ard

Dian Kinayung, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Bimawa UAD)

Dalam dinamika kehidupan kampus yang penuh transisi dan pencarian jati diri, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk berkembang secara akademik, tetapi juga secara psikologis dan sosial. Peran konselor sebaya menjadi sangat penting dalam fase ini. Dalam Orientasi Pembekalan Konselor Sebaya Tingkat Program Studi yang diselenggarakan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dian Kinayung, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dosen Psikologi UAD, mengangkat perspektif mendalam mengenai pertumbuhan diri dan pentingnya menjadi teman yang PEKA dalam proses tersebut.

Pertumbuhan Diri: Bukan Kompetisi, Melainkan Proses

Dian Kinayung membuka materinya dengan mengajak peserta memahami bahwa pertumbuhan diri adalah proses individual yang bersifat dinamis dan berkelanjutan. Dalam proses ini, manusia belajar mengenali dirinya, mengelola emosinya, dan membangun relasi yang sehat dengan lingkungan. Salah satu bentuk kekeliruan umum adalah kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain secara tidak proporsional. “Membandingkan diri itu sah-sah saja, asalkan apple to apple. Jangan membandingkan perjalanan mahasiswa baru dengan figur publik seperti Maudy Ayunda yang sudah melewati fase hidup yang berbeda,” jelasnya. Perbandingan yang tidak realistis hanya akan melahirkan ketidakpuasan dan menyuburkan perasaan tidak cukup, padahal setiap individu memiliki konteks dan ritme pertumbuhan yang unik.

Menjadi Teman Bertumbuh yang PEKA

Sebagai konselor sebaya, mahasiswa tidak dituntut menjadi ahli psikologi, tetapi diharapkan memiliki sensitivitas kemanusiaan yang tinggi. Dalam hal ini, ia memperkenalkan konsep menjadi teman bertumbuh yang PEKA, sebuah akronim yang mencerminkan empat nilai penting, yaitu Perhatian, hadir sepenuhnya dalam interaksi, memberi ruang tanpa menghakimi. Empati, mampu merasakan dari sudut pandang orang lain, bukan sekadar merasa kasihan. Komunikatif, menyampaikan gagasan dan mendengarkan secara aktif, terbuka, dan asertif. Amanah, menjaga kepercayaan, baik secara moral maupun dalam menyimpan rahasia.

Keempat elemen ini menjadi fondasi utama dalam menjalin relasi suportif antara konselor sebaya dan mahasiswa baru.

Latihan Kesadaran: Sebuah Awal Menuju Keseimbangan Diri

Sebagai penutup, ia mengajak peserta untuk tidak hanya memahami secara kognitif, tetapi juga mengintegrasikan dalam praktik. Salah satu latihan sederhana tetapi efektif yang dilakukan adalah latihan pernapasan sadar (mindful breathing). Latihan ini bertujuan mengembalikan fokus ke saat ini, menenangkan pikiran, dan meningkatkan kesadaran diri, kemampuan penting yang harus dimiliki oleh seorang konselor sebaya. Latihan semacam ini tidak hanya bermanfaat dalam menghadapi stres pribadi, tetapi juga menjadi modal penting saat mendampingi mahasiswa lain yang sedang mengalami tekanan akademik maupun emosional.

Menyemai Pertumbuhan Lewat Hubungan yang Bermakna

Materi yang disampaikan oleh Dian Kinayung memberikan pesan mendalam bahwa peran konselor sebaya bukan tentang menjadi “penyelamat”, melainkan menjadi “teman bertumbuh”, seseorang yang berjalan bersama dalam proses pencarian makna, melewati tantangan hidup, dan merayakan pencapaian sekecil apa pun. Dengan menjadi pribadi yang PEKA, konselor sebaya dapat menjadi ruang aman yang langka di tengah dunia yang terlalu cepat menilai. Dan dari relasi yang hangat itulah, benih-benih pertumbuhan sejati mulai bersemi. (Mawar)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Dian-Kinayung-S.Psi_.-M.Psi_.-Psikolog-Dosen-Psikologi-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Bimawa-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 11:36:002025-04-23 11:36:00Menjadi Teman Bertumbuh yang PEKA: Refleksi Konselor Sebaya dalam Menemani Perjalanan Diri

Tips Menjadi Konselor Sebaya yang Siaga, Tulus, dan Transformasional

23/04/2025/in Feature /by Ard

Dr. Caraka Putra Bhakti, M.Pd., Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Bimawa UAD)

Pada acara Orientasi Konselor Sebaya Tingkat Program Studi Tahun 2025, dalam atmosfer hangat dan penuh antusiasme di lantai 10 Gedung Utama Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Sabtu, 19 April 2025, Dr. Caraka Putra Bhakti, M.Pd. membuka materinya dengan satu pesan kuat: “Sebagai konselor sebaya, kita bukan hanya hadir untuk mendengar, tetapi juga melindungi dan bertindak.”

Ia menyebut bahwa konselor sebaya harus menjadi sosok yang protect and empower, yakni mampu melindungi teman-teman mahasiswa baru dari potensi masalah, sekaligus aktif mengambil langkah untuk memberdayakan mereka agar tidak mudah terjerumus dalam hal-hal negatif. Salah satu contohnya adalah dengan mendampingi mahasiswa angkatan 2024 secara intensif agar tidak terjadi miskomunikasi dalam proses adaptasi mereka di lingkungan kampus.

Lebih lanjut, ia mengingatkan adanya potensi penipuan yang mengatasnamakan dosen UAD, seperti modus meminta mahasiswa mengirimkan pulsa. Konselor sebaya, menurutnya, harus menjadi informan yang valid, yang mampu menyampaikan informasi benar tentang sistem akademik maupun non-akademik kampus, agar mahasiswa baru tidak terjerumus dalam situasi merugikan.

Dalam bagian lain, Caraka juga menyoroti bahaya dari berpikir secara cognitive bias, sebuah istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan pola pikir menyimpulkan sesuatu hanya dari satu peristiwa tanpa mempertimbangkan konteks luas. “Ada yang bilang, Bill Gates tidak kuliah tetapi sukses. Maka saya juga tidak perlu kuliah. Ini pola pikir yang keliru,” tegasnya. Kuliah bukan hanya soal gelar, melainkan proses pembentukan karakter, pola pikir, serta keterampilan hidup.

Salah satu tantangan nyata bagi mahasiswa baru, lanjut Caraka, adalah manajemen waktu. Banyak mahasiswa baru yang masih bingung mengatur antara kuliah, organisasi, istirahat, dan kehidupan sosial. Di sinilah peran konselor menjadi penting untuk mengarahkan mahasiswa baru membentuk kebiasaan dan ritme yang sehat sejak awal.

Caraka kemudian merinci tugas pokok konselor sebaya, antara lain, membangun hubungan positif dengan mahasiswa baru, menjadi informan yang memberikan penjelasan seputar layanan akademik dan non-akademik di UAD, serta memberikan pendampingan secara aktif, menjadi tempat curhat atau konsultan yang dipercaya mahasiswa. Namun, lebih dari sekadar tugas teknis, ia menekankan pentingnya konselor sebaya untuk berlatih memimpin manusia. Menurutnya, pemimpin transformasional adalah pelayan, seseorang yang siap melayani dengan sepenuh hati, dengan empati, ketulusan, dan kehadiran yang nyata di tengah mahasiswa lain.

Pesan yang disampaikan Caraka terasa menyentuh dan membumi. Ia tidak hanya berbicara sebagai pejabat kampus, melainkan sebagai seorang pendidik yang memahami dinamika mahasiswa dari hati ke hati. Materinya bukan sekadar teori, melainkan panggilan untuk menjadi pribadi yang siap hadir bagi sesama, tanpa pamrih. (Mawar)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Dr.-Caraka-Putra-Bhakti-M.Pd_.-Dosen-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Bimawa-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 11:11:092025-04-23 11:11:09Tips Menjadi Konselor Sebaya yang Siaga, Tulus, dan Transformasional

Membangun Resiliensi Remaja di Era Digital: Pentingnya Berpikir Mendalam dan Damai

23/04/2025/in Feature /by Ard

Membangun Resiliensi Remaja di Era Digital (Dok. Rahmad)

Oleh: Rahmad Boli Raya, S.Pd.

Remaja Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Kehadiran teknologi digital, khususnya smartphone dan media sosial, tidak hanya membuka akses ke informasi global, tetapi juga menghadirkan tekanan psikologis yang tidak selalu mudah dihadapi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 15,8% remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, dengan kecemasan dan depresi sebagai gejala yang paling umum.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana kita dapat membantu remaja agar tangguh dalam menghadapi dinamika zaman? Resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari kesulitan dan beradaptasi secara positif terhadap tekanan, menjadi keterampilan penting yang perlu dikembangkan sejak dini. Dalam konteks ini, terdapat dua pendekatan yang dapat mendukung penguatan resiliensi remaja, yakni berpikir mendalam (deep thinking) dan berpikir damai (peace thinking).

Perkembangan teknologi telah membentuk kebiasaan mengonsumsi informasi secara cepat dan dangkal. Budaya digital seperti “scroll, like, dan lanjut” mengurangi ruang untuk merenung. Remaja terbiasa menerima arus informasi secara pasif, sering kali tanpa menyaring atau memikirkan makna yang lebih dalam. Notifikasi yang tiada henti memecah perhatian mereka, menjauhkan mereka dari kemampuan berpikir kritis.

Konsekuensinya, ketika menghadapi masalah kompleks seperti konflik interpersonal, tekanan akademik, atau kebingungan identitas, remaja cenderung memberikan respons cepat tanpa refleksi. Penelitian menunjukkan bahwa 67% remaja di Indonesia menggunakan strategi penyelesaian masalah jangka pendek yang tidak menyentuh akar persoalan. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya pendekatan berpikir mendalam.

Berpikir mendalam mengajak remaja untuk mengambil jeda dari banjir informasi, merefleksikan pengalaman, dan memahami permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pertanyaan reflektif seperti, “Mengapa saya merasa tidak nyaman saat melihat keberhasilan orang lain di media sosial?” atau “Apa yang sebenarnya membuat saya merasa cemas?” dapat membantu remaja mengenali emosi dan merumuskan respons yang lebih sehat. Praktik refleksi harian selama 10–15 menit terbukti mampu menurunkan tingkat kecemasan hingga 35% dan meningkatkan pengelolaan stres sebesar 42%. Seorang siswa bahkan menyatakan bahwa dengan menulis jurnal refleksi, ia menyadari sebagian besar kecemasannya berasal dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain—sebuah kesadaran yang membantunya memilah antara fakta dan perasaan pribadi.

Selain tekanan mental, remaja juga dihadapkan pada berbagai konflik, baik internal maupun eksternal. Perundungan siber, kompetisi akademik yang tidak sehat, serta polarisasi opini di media sosial menjadi tantangan tersendiri. Sayangnya, banyak remaja menyikapi konflik dengan dua pendekatan ekstrem: agresi atau penghindaran. Kedua strategi ini umumnya tidak membuahkan penyelesaian bermakna.

Dalam hal ini, berpikir damai menjadi pendekatan yang relevan dan diperlukan. Berpikir damai tidak mengajak remaja menjadi pasif, melainkan mendorong mereka untuk memandang konflik sebagai peluang memahami diri sendiri dan orang lain. Pendekatan ini mencakup empati aktif, komunikasi tanpa kekerasan, serta transformasi konflik yang tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga memperbaiki hubungan. Program mediasi teman sebaya di sekolah telah terbukti menurunkan konflik antar siswa hingga 45%. Dalam program ini, para siswa dilatih untuk menjadi mediator yang mengedepankan dialog saling menghargai. Selain menurunnya konflik, para mediator melaporkan peningkatan kesadaran dan kepercayaan diri dalam menghadapi permasalahan pribadi.

Pengembangan resiliensi melalui berpikir mendalam dan berpikir damai tentu bukan semata tanggung jawab sekolah. Ini adalah tugas kolektif seluruh elemen masyarakat. Media massa dan platform digital perlu menghadirkan konten yang mendorong refleksi dan diskusi bermakna, bukan sekadar mengeksploitasi emosi dan kontroversi. Keluarga pun memiliki peran sentral dalam menumbuhkan budaya reflektif dan dialogis. Interaksi harian yang terbuka dan penuh empati menjadi fondasi dalam membentuk pola pikir yang sehat. Forum-forum komunitas juga perlu dihidupkan kembali sebagai wadah diskusi remaja dalam mengeksplorasi isu-isu yang mereka hadapi.

Penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang menerapkan komunikasi dua arah dan reflektif melaporkan hubungan orang tua-anak yang lebih harmonis serta tingkat resiliensi remaja yang lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pendekatan yang dialogis dan penuh pengertian dalam pengasuhan mampu menciptakan ruang aman bagi remaja untuk bertumbuh secara emosional.

Pada akhirnya, resiliensi bukan hanya tentang kemampuan untuk bertahan, tetapi juga tentang kemampuan untuk tumbuh melalui kesulitan. Dengan menanamkan keterampilan berpikir mendalam dan berpikir damai, remaja dapat belajar menghadapi realitas dengan bijak dan produktif. Mereka akan tumbuh menjadi individu yang tidak hanya mampu mengelola tekanan hidup, tetapi juga siap menjadi agen perubahan di masyarakat.

Di tengah arus informasi yang cepat dan budaya instan yang dangkal, penting bagi kita untuk mengajak remaja berhenti sejenak, berpikir lebih dalam, dan menciptakan kedamaian batin. Masa depan bangsa bergantung pada sejauh mana kita mampu menanamkan nilai-nilai ini dalam pendidikan dan pengasuhan generasi muda.

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Membangun-Resiliensi-Remaja-di-Era-Digital-Dok.-Rahmad.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 11:00:482025-04-23 11:00:48Membangun Resiliensi Remaja di Era Digital: Pentingnya Berpikir Mendalam dan Damai

Brain Rot dan Krisis Kesehatan Mental

23/04/2025/in Feature /by Ard

Dr. Dody Hartanto, M.Pd., Dosen Magister Bimbingan dan Konseling (BK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Bimawa UAD)

Di tengah dunia yang semakin digital dan serba instan, kesehatan mental generasi muda menghadapi tantangan baru yang tidak kasat mata. Dalam kegiatan Orientasi Pembekalan Konselor Sebaya Tingkat Program Studi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada 19 April 2025, Dr. Dody Hartanto, M.Pd. selaku Ketua Ikatan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (IBKPT ABKIN) sekaligus dosen Magister Bimbingan dan Konseling (BK) UAD, mengangkat sebuah topik yang menggugah, “Brain Rot: Masalah dan Peran Konselor Sebaya”.

Melalui materinya, Dody membuka ruang kontemplatif yang dalam. Menurutnya, konselor sebaya tidak hanya hadir sebagai pendengar, tetapi sebagai pribadi yang secara aktif dan sadar turut serta dalam perjalanan perbaikan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. “Menjadi konselor itu bukan tentang siapa yang paling sempurna, melainkan siapa yang paling sadar akan proses bertumbuh,” ujarnya.

Fatherless dan Luka yang Mengendap

Dalam pemaparannya, Dody menyampaikan fakta mencengangkan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dalam hal fatherlessness, ketiadaan figur ayah, baik secara fisik maupun emosional, dalam kehidupan anak. Dampaknya tidak bisa dianggap sepele. Ketidakhadiran ayah dapat memengaruhi struktur kepribadian, kestabilan emosi, dan kemampuan membentuk relasi sehat.

Lebih lanjut, ia membahas bentuk-bentuk adverse childhood experiences (ACEs), yakni pengalaman masa kecil yang berdampak negatif terhadap tumbuh kembang psikologis individu. Ini termasuk pelecehan emosional, fisik, dan seksual. Selain itu juga kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan zat, hingga adanya gangguan mental dalam keluarga. Trauma yang bersumber dari pengalaman ini sering kali bersembunyi dalam diam, menjelma menjadi kecemasan kronis, kehilangan arah hidup, bahkan depresi yang sulit dikenali.

Brain Rot: Ketika Pikiran Tergerus Era Digital

Dody memperkenalkan istilah “brain rot” sebagai kondisi penurunan fungsi kognitif, emosional, dan sosial akibat paparan digital yang berlebihan dan tidak sehat. Istilah ini populer di kalangan generasi muda dan secara metaforis menggambarkan “pembusukan otak” yang disebabkan oleh konten dangkal, overstimulasi dari media sosial, dan rendahnya kontrol diri.

Efek dari brain rot tidak hanya mengganggu fokus dan produktivitas, tetapi juga menurunkan empati, mengikis kemampuan refleksi, serta memicu kelelahan mental yang tak kentara. “Kita mungkin merasa sibuk dan terus ‘terhubung’, tetapi sebenarnya pikiran kita kehilangan arah dan kedalaman,” tutur Dody.

Strategi Penyembuhan: Dari Digital Detoks hingga Empati Sosial

Sebagai bentuk upaya preventif dan kuratif terhadap brain rot, Dody menyarankan beberapa langkah konkret yang bisa diterapkan oleh mahasiswa, terutama para konselor sebaya. Pertama, detoks digital secara berkala, yakni membatasi penggunaan gadget dan media sosial dalam waktu tertentu untuk memberi ruang bagi ketenangan mental. Meningkatkan literasi digital, agar mahasiswa tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi juga mampu memilah informasi yang bergizi secara psikologis. Kedua, olahraga teratur, sebagai sarana mengolah hormon stres dan memperkuat koneksi antara tubuh dan jiwa. Ketiga, mengutamakan interaksi sosial secara langsung, karena kehadiran fisik dan perhatian yang nyata jauh lebih menyembuhkan dibanding notifikasi digital. Keempat, membatasi konten hiburan yang bersifat impulsif, terutama yang tidak memberi makna atau menambah nilai dalam proses perkembangan diri.

Konselor Sebaya: Pemulih yang Tumbuh Bersama

Dody menutup materinya dengan penekanan bahwa konselor sebaya adalah mitra bertumbuh, mereka tidak datang dengan semua jawaban, tetapi hadir dengan kesediaan untuk mendengarkan, memahami, dan berjalan bersama. Dalam dunia yang penuh luka tersembunyi dan distraksi tak berujung, konselor sebaya adalah simpul kecil dari harapan yang menyala. Sebagaimana disampaikannya, “Bantulah temanmu bukan karena kamu lebih hebat, tetapi karena kamu juga sedang belajar menjadi utuh. Dan dalam proses itu, kita semua sedang saling menyembuhkan.” (Mawar)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Dr.-Dody-Hartanto-M.Pd_.-Dosen-Magister-Bimbingan-dan-Konseling-BK-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-Bimawa-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 10:49:042025-04-23 10:49:04Brain Rot dan Krisis Kesehatan Mental

Kupas Tuntas Istilah Persidangan

23/04/2025/in Feature /by Ard

Nurul Satria Abdi, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. LDKM)

Nurul Satria Abdi, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) sekaligus dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjadi pemateri dalam kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa (LDKM) yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH UAD di Binakarya Homestay, Yogyakarta, pada Sabtu, 19 April 2025.

Materi yang dipaparkan yakni pertama, berupa bagaimana seorang pemimpin saat mengambil keputusan dan kedua, agar menambah rasa sedap akan diskusi, ia pun menjelaskan istilah persidangan guna mengasah pengetahuan para hadirin sebagai mahasiswa FH.

Menurutnya, seorang pemimpin seharusnya memiliki sifat komunikatif, tanggung jawab, mampu mengambil keputusan dengan bijak, memiliki kecakapan intelektual, bersikap dewasa, serta mampu memberikan motivasi yang positif kepada kelompoknya dalam mencapai sebuah tujuan. “Pemimpin bisa saja lahir karena dipilih, diangkat, karena turun-temurun, maupun atas inisiatif sendiri,” ujarnya. Bagaimanapun pemimpin itu lahir, yang terpenting harus memiliki wibawa (power) terhadap hal yang ia lakukan.

Selanjutnya, materi yang dijelaskan terkait istilah persidangan yang sangat menarik. Ia mengatakan bahwa dalam persidangan terdapat etika-etika yang harus kita miliki seperti menyampaikan ide dengan jelas, menjadi pendengar yang baik, usahakan tidak mendominasi pembicaraan, serta menekan subjektivitas. Pemateri juga menjelaskan terkait ketukan palu sidang dalam persidangan.

Menariknya, ia menjelaskan istilah-istilah dasar dalam sidang secara rinci seperti, pleno (lengkap [dihadiri] oleh semua anggota), paripurna (lengkap [dihadiri] semua anggota dan biasanya menjadi rapat penutup), skorsing (penghentian sidang untuk sesaat sebab hal persidangan), pending (penghentian sidang sebab hal di luar muatan sidang), interupsi (pemotongan pembicaraan oleh anggota sidang terhadap peserta lainnya), dan kuorum (jumlah minimun orang yang harus hadir agar rapat dapat dilaksanakan).

Nurul Satria berharap dengan penjelasan materi terserbut, mahasiswa UAD khususnya FH, dapat menjadi pemimpin yang baik serta mampu menambah pengetahuan terkait istilah dalam persidangan. (Salsya Yunita)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Nurul-Satria-Abdi-S.H.-M.H.-Dosen-Fakultas-Hukum-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-LDKM.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-23 10:22:102025-04-23 10:22:10Kupas Tuntas Istilah Persidangan

Menakar Ketaatan kepada Ulil Amri: Refleksi Politik Islam

21/04/2025/in Feature /by Ard

Dr. Immawan Wahyudi, M.H., Khatib Jumat Masjid IC Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. IC UAD)

Ada yang berbeda dalam suasana Jumat, 18 April 2025, di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Ratusan jamaah memenuhi ruang utama masjid dengan antusiasme yang tinggi. Mereka tidak sekadar datang untuk melaksanakan kewajiban salat Jumat, tetapi juga untuk menyimak khutbah yang disampaikan oleh tokoh nasional dan intelektual Muhammadiyah, Dr. Immawan Wahyudi, M.H., yang juga merupakan anggota Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ia membuka khutbahnya dengan seruan yang menyentuh kalbu, ajakan untuk senantiasa bersyukur atas nikmat Allah dan meningkatkan ketakwaan sebagai bentuk penghambaan yang sejati. Ia menegaskan bahwa dua hal mendasar tersebut merupakan fondasi utama bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan, baik sebagai individu yang beriman maupun sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas.

Pemaknaan Ketaatan kepada Ulil Amri

Dalam khutbahnya, ia mengangkat Surah An-Nisa ayat 59 sebagai pokok bahasan utama yang memiliki relevansi mendalam dalam kehidupan sosial dan kebangsaan. Ayat tersebut mempunyai arti: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad), serta ulil amri di antara kamu. Jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)

Ia menjelaskan bahwa sejumlah ulama menganggap ayat ini sebagai landasan utama penyelenggaraan pemerintahan dalam Islam. Bahkan, apabila tidak ada satu pun ayat lain dalam Al-Qur’an yang mengatur tentang kepemimpinan atau pemerintahan, ayat ini sudah cukup menjadi rujukan yang komprehensif. Namun, ia juga menekankan bahwa pemaknaan terhadap ayat tersebut tidak tunggal, dan berbeda-beda dalam pandangan para ulama.

Ada yang berpendapat bahwa ketaatan kepada ulil amri bersifat mutlak, sementara sebagian lain berpandangan bahwa ketaatan kepada ulil amri bersifat relatif, berbeda dari ketaatan absolut kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, ketaatan kepada pemimpin (ulil amri) harus memenuhi syarat-syarat normatif dan ideologis, yaitu bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta berlandaskan perjanjian atau konsensus sosial dalam sebuah bangsa atau negara.

Untuk memperkuat argumentasinya, Immawan Wahyudi juga mengutip Surah An-Nisa ayat 58, yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa konsep ketaatan kepada ulil amri hanya sah jika ulil amri menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh manusia yang berada dalam lingkup kekuasaannya. Keadilan dan penegakan amanat menjadi syarat utama untuk legitimasi kepemimpinan dalam Islam.

“Tidak cukup hanya menduduki jabatan kekuasaan, tetapi harus dijalankan dengan keadilan dan tanggung jawab terhadap amanat umat. Di sinilah pentingnya pemimpin yang tidak hanya sah secara legal, tetapi juga secara moral dan spiritual,” jelasnya.

Waspada terhadap Kepemimpinan yang Menyimpang

Lebih lanjut, Immawan Wahyudi menegaskan bahwa tidak semua pemerintahan berpihak pada kepentingan umat Islam, bahkan tidak semua berpihak pada rakyat secara keseluruhan. Dalam hal ini, ia mengutip Surah Al-An’am ayat 123, yang artinya: “Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu daya di negeri itu, dan mereka tidak menipu melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (QS. Al-An’am: 123)

Ia menjelaskan bahwa fenomena tipu daya dalam politik sering dianggap lumrah, bahkan dibenarkan dengan anggapan bahwa “politik adalah seni menipu”. Padahal, menurut Islam, Allah tidak menghendaki pejabat menjadi penjahat. Oleh karena itu, masyarakat muslim harus cerdas dalam menyikapi dan memilih pemimpin.

Syariat Islam mewajibkan umat untuk memilih kepemimpinan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, yang menjunjung tinggi keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bersama. Dalam hal ini, ia mengutip pemikiran Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa tidak penting bentuk negara itu republik atau kerajaan, yang terpenting adalah bagaimana pemimpinnya menjalankan keadilan dan menyejahterakan rakyat.

“Negara boleh beragam bentuknya, tetapi nilai keadilan dan tanggung jawab kepada rakyat adalah esensi utama dalam syariat. Pemimpin bukan hanya dipilih karena jabatan, tetapi karena amanah dan komitmen moral kepada rakyat,” ujar Immawan Wahyudi dalam khutbahnya.

Mimbar sebagai Sarana Pendidikan Politik dan Etika Publik

Khutbah ini bukan hanya menyentuh sisi spiritualitas, tetapi juga menjadi refleksi atas tanggung jawab umat Islam dalam memahami tata kelola pemerintahan, serta pentingnya etika politik yang Qur’ani. Masjid, dalam hal ini, tidak hanya menjadi tempat ibadah ritual, tetapi juga sebagai pusat pendidikan politik dan nilai-nilai kepemimpinan Islam yang adil dan berintegritas.

Acara ini merupakan bagian dari agenda rutin Masjid Islamic Center UAD yang selalu menghadirkan pemikir-pemikir progresif dalam Islam. Keilmuan yang berpadu dengan spiritualitas menjadi warna khas khutbah kali ini, mengajak jamaah untuk tidak hanya menjadi muslim yang taat secara ritual, tetapi juga kritis, adil, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosialnya. (Mawar Ledya Serli)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Dr.-Immawan-Wahyudi-M.H.-Khatib-Jumat-Masjid-IC-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-IC-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-21 11:07:252025-04-21 11:07:25Menakar Ketaatan kepada Ulil Amri: Refleksi Politik Islam
Page 17 of 69«‹1516171819›»

TERKINI

  • Alfi Pujiasih, Mahasiswi PBSI UAD Asal Sintang, Raih Predikat Wisudawan Terbaik dengan IPK 3,9608/08/2025
  • Perjalanan Tira Oktavianda: Dari Atlet Silat ke Delegasi Nasional08/08/2025
  • Cerita Asra Al Habib: Dari Santri hingga Menjadi Atlet Berprestasi08/08/2025
  • Menjadi Fasilitator Keamanan Pangan, Cerita Adi Satria Tumbuh Bersama Sapa Kampus08/08/2025
  • Shifa Maulidya: Setiap Langkah Adalah Pilihan untuk Terus Tumbu07/08/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa UAD Raih Juara II Lomba Tangkas Terampil Perkoperasian Tingkat Provinsi08/08/2025
  • Putri Nirmalasari Raih Juara Harapan I dalam Kompetisi Poster Nasional 202507/08/2025
  • UKM Taekwondo UAD Borong 27 Medali di Kejuaraan Nasional06/08/2025
  • Kampanye Jamu Kekinian Bawa NusantaRise UAD Raih Juara Nasional04/08/2025
  • Tim CaNaRy ADEF UAD Raih Penghargaan di Ajang Global Youth Innovators Competition 202504/08/2025

FEATURE

  • Tujuh Pintu yang Mengundang Setan ke Hati02/08/2025
  • Burnout di Balik Jas Putih: Siapa yang Peduli?28/07/2025
  • Tantangan Hafiz dalam Meraih Medali Kyorugi Senior Putra U-5426/07/2025
  • Cerita Mahasiswa Hukum UAD Raih Medali Perak Kyorugi Senior Putri U-5323/07/2025
  • Efektivitas Ketepatan Data dan Kebijakan Publik22/07/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top