• TERKINI
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Menakar Ketaatan kepada Ulil Amri: Refleksi Politik Islam

21/04/2025/in Feature /by Ard

Dr. Immawan Wahyudi, M.H., Khatib Jumat Masjid IC Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. IC UAD)

Ada yang berbeda dalam suasana Jumat, 18 April 2025, di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Ratusan jamaah memenuhi ruang utama masjid dengan antusiasme yang tinggi. Mereka tidak sekadar datang untuk melaksanakan kewajiban salat Jumat, tetapi juga untuk menyimak khutbah yang disampaikan oleh tokoh nasional dan intelektual Muhammadiyah, Dr. Immawan Wahyudi, M.H., yang juga merupakan anggota Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ia membuka khutbahnya dengan seruan yang menyentuh kalbu, ajakan untuk senantiasa bersyukur atas nikmat Allah dan meningkatkan ketakwaan sebagai bentuk penghambaan yang sejati. Ia menegaskan bahwa dua hal mendasar tersebut merupakan fondasi utama bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan, baik sebagai individu yang beriman maupun sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas.

Pemaknaan Ketaatan kepada Ulil Amri

Dalam khutbahnya, ia mengangkat Surah An-Nisa ayat 59 sebagai pokok bahasan utama yang memiliki relevansi mendalam dalam kehidupan sosial dan kebangsaan. Ayat tersebut mempunyai arti: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad), serta ulil amri di antara kamu. Jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)

Ia menjelaskan bahwa sejumlah ulama menganggap ayat ini sebagai landasan utama penyelenggaraan pemerintahan dalam Islam. Bahkan, apabila tidak ada satu pun ayat lain dalam Al-Qur’an yang mengatur tentang kepemimpinan atau pemerintahan, ayat ini sudah cukup menjadi rujukan yang komprehensif. Namun, ia juga menekankan bahwa pemaknaan terhadap ayat tersebut tidak tunggal, dan berbeda-beda dalam pandangan para ulama.

Ada yang berpendapat bahwa ketaatan kepada ulil amri bersifat mutlak, sementara sebagian lain berpandangan bahwa ketaatan kepada ulil amri bersifat relatif, berbeda dari ketaatan absolut kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, ketaatan kepada pemimpin (ulil amri) harus memenuhi syarat-syarat normatif dan ideologis, yaitu bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta berlandaskan perjanjian atau konsensus sosial dalam sebuah bangsa atau negara.

Untuk memperkuat argumentasinya, Immawan Wahyudi juga mengutip Surah An-Nisa ayat 58, yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa konsep ketaatan kepada ulil amri hanya sah jika ulil amri menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh manusia yang berada dalam lingkup kekuasaannya. Keadilan dan penegakan amanat menjadi syarat utama untuk legitimasi kepemimpinan dalam Islam.

“Tidak cukup hanya menduduki jabatan kekuasaan, tetapi harus dijalankan dengan keadilan dan tanggung jawab terhadap amanat umat. Di sinilah pentingnya pemimpin yang tidak hanya sah secara legal, tetapi juga secara moral dan spiritual,” jelasnya.

Waspada terhadap Kepemimpinan yang Menyimpang

Lebih lanjut, Immawan Wahyudi menegaskan bahwa tidak semua pemerintahan berpihak pada kepentingan umat Islam, bahkan tidak semua berpihak pada rakyat secara keseluruhan. Dalam hal ini, ia mengutip Surah Al-An’am ayat 123, yang artinya: “Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu daya di negeri itu, dan mereka tidak menipu melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (QS. Al-An’am: 123)

Ia menjelaskan bahwa fenomena tipu daya dalam politik sering dianggap lumrah, bahkan dibenarkan dengan anggapan bahwa “politik adalah seni menipu”. Padahal, menurut Islam, Allah tidak menghendaki pejabat menjadi penjahat. Oleh karena itu, masyarakat muslim harus cerdas dalam menyikapi dan memilih pemimpin.

Syariat Islam mewajibkan umat untuk memilih kepemimpinan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, yang menjunjung tinggi keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bersama. Dalam hal ini, ia mengutip pemikiran Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa tidak penting bentuk negara itu republik atau kerajaan, yang terpenting adalah bagaimana pemimpinnya menjalankan keadilan dan menyejahterakan rakyat.

“Negara boleh beragam bentuknya, tetapi nilai keadilan dan tanggung jawab kepada rakyat adalah esensi utama dalam syariat. Pemimpin bukan hanya dipilih karena jabatan, tetapi karena amanah dan komitmen moral kepada rakyat,” ujar Immawan Wahyudi dalam khutbahnya.

Mimbar sebagai Sarana Pendidikan Politik dan Etika Publik

Khutbah ini bukan hanya menyentuh sisi spiritualitas, tetapi juga menjadi refleksi atas tanggung jawab umat Islam dalam memahami tata kelola pemerintahan, serta pentingnya etika politik yang Qur’ani. Masjid, dalam hal ini, tidak hanya menjadi tempat ibadah ritual, tetapi juga sebagai pusat pendidikan politik dan nilai-nilai kepemimpinan Islam yang adil dan berintegritas.

Acara ini merupakan bagian dari agenda rutin Masjid Islamic Center UAD yang selalu menghadirkan pemikir-pemikir progresif dalam Islam. Keilmuan yang berpadu dengan spiritualitas menjadi warna khas khutbah kali ini, mengajak jamaah untuk tidak hanya menjadi muslim yang taat secara ritual, tetapi juga kritis, adil, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosialnya. (Mawar Ledya Serli)

uad.ac.id

Tags: Berita, Berita UAD, Dosen, Dosen UAD, Mahasiswa, Mahasiswa UAD, Muhammadiyah, News UAD, UAD, UAD Jogja, UAD Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, WeAreUAD
https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Dr.-Immawan-Wahyudi-M.H.-Khatib-Jumat-Masjid-IC-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Dok.-IC-UAD.jpg 1080 1920 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2025-04-21 11:07:252025-04-21 11:07:25Menakar Ketaatan kepada Ulil Amri: Refleksi Politik Islam
You might also like
UAD Gelar Festival Buku Kampus #1
UAD Launching Kartu Pegawai Baru dan NIPM
Tanggap Cepat Darurat Sampah, Tim UAD Wujudkan Program Sedekah Sampah
Himatika dan Himabio Adakan Olimpiade Biomat Enigma 2024
Kontribusi Keilmuan Ulama dalam Peradaban Indonesia
Tim PPKO HIMAFI UAD Resmikan Sanggar Tani Muda Puspa Buana di Pagerharjo

TERKINI

  • Kolaborasi KKN UAD dan Warga Ngestiharjo: Seminggu Penuh Kreasi, Edukasi, dan Kebersamaan30/06/2025
  • Mengungkap Kriminalitas Lewat Sains: Kuliah Umum Forensik Molekuler bersama Puslabfor POLRI30/06/2025
  • Sinergi Mahasiswa KKN UAD Alternatif ke-97 dan KWT Krapyak Kulon Tanam Tanaman Herbal30/06/2025
  • Mahasiswa KKN UAD dan Warga Kalipucang Berkolaborasi Kelola Sampah Organik30/06/2025
  • Sivitas Akademika UAD Dukung Peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal30/06/2025

PRESTASI

  • Tapak Suci UAD Raih Juara Umum II di Kejuaraan Nasional Bhayu Manunggal Championship 202530/06/2025
  • Mahasiswa UAD Torehkan Prestasi di Kejuaraan Nasional UPI Karate Cup V 202526/06/2025
  • Mahasiswa FK UAD Raih Juara 3 Lomba Artikel Ilmiah Nasional25/06/2025
  • Mahasiswa UAD Juara 2 Lomba Fotografi dengan Karya Bertema Edukasi Islami24/06/2025
  • Ahmad Syaiful Hadi Raih Juara 1 Baca Puisi di Festival Kenduri Sastra #420/06/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top