Memoar Noeng Muhadjir: Dari IKIP ke UAD
Suatu ketika Prof. Dr. Noeng Muhadjir, ketika masih menjabat sebagai Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah, berkunjung ke sebuah rumah di Jalan Deresan Nomor 38. Di rumah itu, almarhum bertemu dengan Prof. Dr. Sarbiran, Ph.D. (red: Wakil Rektor IV UAD saat ini).
Dari cerita Sarbiran, kedatangannya ke Jalan Deresan untuk mengutarakan keinginannya mengembangkan IKIP Muhammadiyah menjadi Universitas Ahmad Dahlan (UAD). “Ia memiliki keinginan menjadikan IKIP Muhammadiyah menjadi lembaga yang lebih baik dan maju,” kata Sarbiran ketika ditemui di kampus 1 UAD, Jln. Kapas 9, Semaki, Yogyakarta.
Saat itu, pembicaraan hanya berkutat pada pengembangan dan perubahan dari IKIP ke universitas. Belum ada usulan nama universitasnya. Noeng meminta bantuan Sarbiran untuk mengusahakan kemajuan IKIP. “Dengan tegas, saya menjawab setuju. Sangat baik. Sambil mengacungkan jempol,” katanya sambil mengulang gestur acungan jempol.
Setelah pertemuan itu, Sarbiran meminta satu orang yang dapat dipercaya kepada Noeng. Ia ditugasi untuk menyampaikan informasi terkait rencana perubahan IKIP menjadi universitas. Perubahan tersebut tentu memunculkan pro dan kontra. Sehingga Sarbiran meyakini butuh seorang informan untuk memperoleh informasi penting.
Informasi yang didapat dari Hartono (red: informan kepercayaan) digunakan untuk bahan pertimbangan dan analisis demi kebaikan IKIP Muhammadiyah. Hartono diminta untuk mencari informasi mengenai keadaan IKIP setelah Noeng Muhadjir memiliki gagasan untuk mengubah menjadi universitas.
“Alhamdulillah saya memiliki seseorang yang dapat saya percayai. Dia dapat dipercaya mengenai keadaan IKIP. Saya berpikiran, almarhum Noeng Muhadjir pasti menghadapi orang-orang yang mungkin belum bisa menerima kalau IKIP dijadikan universitas. Sehingga saya meminta bantuan Hartono yang waktu itu masih muda dan energetik.”
Dalam prosesnya, perubahan dari IKIP Muhammadiyah menjadi UAD berjalan dengan baik. Banyak pihak yang mendukung dan menerima perubahan tersebut. Sampai saat ini, UAD telah menjelma sebagi salah satu universitas terbaik di Indonesia. Ide yang digagas Noeng untuk mengubah menjadi universitas berbuah manis.
Kini, UAD telah memiliki enam kampus, yang semula hanya satu di Jalan Kapas. Seiring berjalannya waktu, UAD membuka 48 program studi, 11 di antaranya program pascasarjana. Selain itu, juga ada beberapa program keprofesian.
Almarhum Noeng Muhadjir yang meninggal pada 28 Oktober 2018 di usia 88 tahun memiliki andil besar dalam perjalanan perkembangan IKIP dan UAD. Ia pernah menjabat sebagai rektor sejak 1990-1994 (IKIP Muhammadiyah), 1995-1999 (UAD). Di masa senjanya, laki-laki kelahiran Bukittinggi, 13 November 1930 ini juga masih mengabdi menjadi dosen pengampu di Program Pascasarjana UAD.
Semoga perjuangan dan amal ibadah almarhum mendapat pahala di sisi Allah Swt. Berkat gagasan dan perjuangannya, UAD menjadi universitas yang jauh lebih bagus, maju, dan mengemuka yang menjadi kepercayaan masyarakat Indonesia. (ard)