Memahami Konsep Pidana dan Pemidanaan
Dalam sesi βSeminar Nasional Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Menyinergikan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukumβ pada Selasa, 27 Desember 2022 di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum. menyampaikan tentang perkembangan konsep pidana dan pemidanaan pada KUHP dan pasal-pasal kontroversial pada KUHP. Ia selama ini dikenal sebagai tim penyusun KUHP sekaligus pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebelum memaparkan lebih jauh, Marcus memberikan bekal kepada para peserta seminar mengenai teori pidana. Pidana mempunyai dua aspek yaitu social welfare yang mengandung perlindungan atau pembinaan secara individu, dan social defense yang berarti perlindungan masyarakat atau kepentingan umum. Adapun aspek-aspek social defense yaitu perlindungan terhadap perbuatan jahat, penyalahgunaan sanksi atau reaksi, dan perlindungan terhadap keseimbangan kepentingan atau nilai yang terganggu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan mengenai tujuan pemidanaan. Dalam pasal 51 dijelaskan bahwa pemidanaan bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi perlindungan dan pengayoman masyarakat (pencegahan) serta memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna (rehabilitasi).
Selain itu juga untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat, serta menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana (penumbuhan penyesalan terpidana).
βPedoman pemidanaan yang ada mencoba untuk menyelaraskan prinsip pemidanaan dengan apa yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam KUHP dirumuskan beberapa hal yang menjadi pedoman pemidanaan, yaitu hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan. Jika terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan. Kemudian dirumuskan pula hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh hakim,β jelas Marcus.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan hakim antara lain bentuk kesalahan pelaku tindak pidana, motif dan tujuan melakukan tindak pidana, sikap batin pelaku tindak pidana, tindak pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak, cara melakukan tindak pidana, serta sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana.
Ada pula tentang riwayat hidup, keadaan sosial dan ekonomi pelaku tindak pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana, pemaafan dari korban atau keluarganya, serta nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Tak ketinggalan, Marcus memaparkan mengenai faktor pemberat pidana. Pertama, pejabat yang melakukan tindak pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan. Kedua, penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan tindak pidana. Ketiga, pengulangan tindak pidana. (frd)