Pentingnya Bahasa Daerah dalam Menjaga Karakter Bangsa
Bahasa adalah identitas. Bahasa kita, khususnya bahasa daerah, sekarang mulai terkikis oleh bahasa asing dan perkembangan teknologi. Padahal bahasa salah satu pembentuk karakter bagi bangsa. Bahasa akan membentuk perilaku. Bagaimana kalau bahasanya sering dilontarkan kurang baik? Bukan tidak mungkin perilakunya akan jelek. Begitu kata Dr. Hadi Suyono, S. Psi., M. Si. dalam seminar nasional pendidikan yang digelar Jawa Pos Radar Madura (JPRM) di STKIP PGRI Bangkalan (17-7-2019).
Selain Hadi Suyono yang merupakan dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, seminar juga mengundang Redaktur Horison Mahwi Air Tawar dan Pemimpin Redaksi (Pemred) JPRM Lukman Hakim AG.
Hadi penulis buku Merawat Perdamaian, memaparkan beberapa contoh tentang bahasa daerah yang menjaga kearifan seperti pepatah ini, Ngono yo ngono tapi yo ojo ngono, artinya ‘begitu ya begitu tapi jangan begitu’. Menurutnya, pada kalimat itu, kita diajarkan tata krama dari bahasa kearifan lokal. Peribahasa tersebut meminta kita agar tidak keterlaluan dalam melakukan sesuatu.
“Gugur gunung, yang kita kenal dengan gotong royong juga mengajarkan kebersamaan berlangsung. Kebersamaan itu akan mengakrabkan kita dengan orang terdekat. Kalau sudah akrab, masalah apa pun selesai. Sekarang masalah kita muncul karena tidak ada kebersamaan. Kita lebih sibuk dengan HP sendiri. Bahkan saat bersama,” tuturnya.
Lukman menambahkan, tengka atau tingkah laku merupakan akumulasi dari bahasa yang berkembang. Jika cara berbahasa kurang baik bisa jadi tingkah lakunya kurang baik. Tingkah laku melalui bahasa perlu disampaikan orang tua kepada anak agar terjaga komunikasi, terjaga tradisi juga tingkah laku yang baik.
Menurutnya, orang tua berperan penting dalam menjaga bahasa daerah agar ditiru oleh anak. Tapi sekarang banyak orang tua sekarang yang lalai terhadap betapa pentingnya bahasa yang membentuk tingkah laku tersebut.
Pada kesempatan tersebut Mahwi Air Tawar menyampaikan materi seputar fungsi bahasa dalam berkomunikasi. Menurut penulis buku Mata Blater itu, banyak pesan-pesan positif yang disampaikan oleh masyarakat lokal melalui bahasa dan sastra lisan. Di Madura tanah kelahirannya, juga menggunakan bahasa untuk menularkan kearifan lokal.
Laki-laki yang saat ini tinggal di Jakarta tersebut menyanyikan lagu Madura untuk meyakinkan audiensi bahwa banyak bahasa melalui sastra, baik lisan atau tulisan yang mengajarkan kearifan lokal.