Urgensi Kultur Sekolah Terhadap Mutu Pendidikan
Oleh: Hendro Widodo, M. Pd
Pembenahan pendidikan di sekolah melalui kultur sekolah, belum banyak diperhatikan dan dikembangkan. Sasaran peningkatan mutu pendidikan dipandang tidak cukup hanya pada aspek proses pembelajaran, kepemimpinan dan manajemen, kendatipun ketiga aspek tersebut pada dasarnya memberikan kotribusi yang sangat signifikan terhadap mutu sekolah. Namun satu aspek yang tidak dapat diabaikan sebagai penentu keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan di sekolah adalah kultur sekolah. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif. Anwar Hasnun (2010) mengemukakan bahwa kegagalan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dikarenakan kegagalan memanej kultur sekolah dengan baik.
Hubungan kultur sekolah dengan mutu pendidikan terlihat dari hasil The Third International Math and Science Study (TIMSS) bahwa faktor penentu kualitas pendidikan bukan hanya menekankan faktor fisik saja, seperti kebedaraan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam wujud non fisik, yakni berupa kultur sekolah (Zamroni, 2000). Kultur sekolah adalah karakter atau pandangan hidup yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol dan kebiasaan yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Kultur sekolah bersifat bottom-up, bahwa asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan dibangun atas kesadaran dan kehendak dari warga sekolah sehingga merupakan suatu kesepakatan bersama yang diyakini sebagai instrument dan pendorong semangat untuk mencapai yang terbaik terhadap efektifitas pengelolaan sekolah sehingga diharapkan semakin kondusif kultur sekolah maka makin berkembang atau efektiflah peningkatan mutu sekolah yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah.
Kultur sekolah ada yang bersifat postitif, negatif, dan netral. Kultur yang bersifat positif adalah kultur yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti menjalin networking dalam mencapai prestasi akademik dan non akademik, adanya subsidi silang antar sekolah, memberi penghargaan terhadap yang berprestasi, komitmen dalam belajar, saling percaya antar warga sekolah, dan se bagainya. Kultur yang bersifat negatif adalah kultur yang menghambat peningkatan mutu pendidikan, seperti banyak jam pelajaran yang kosong, siswa takut berbuat salah, siswa takut bertanya/mengemukakan pendapat, kompetisi yang tidak sehat di antara para siswa, perkelahian antar siswa atau antar sekolah dan sebagainya. Sedangkan kultur yang bersifat netral adalah kultur yang tidak mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti arisan keluarga sekolah, seragam guru dan karyawan, dan sebagainya.
Pengembangan kultur sekolah harus menjadi prioritas penting. Semua warga sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kultur sekolah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Sekolah yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi baik akademik maunpun non akademik. Artinya, dalam memperbaiki mutu sekolah tanpa adanya kultur sekolah yang positif maka perbaikan itu tidak akan tercapai, sehingga kultur sekolah harus menjadi komitmen luas bagi warga dan menjadi kepribadian sekolah, serta didukung oleh stakeholder sekolah. Dengan kultur sekolah yang positif dan mewaspadai adanya kultur negatif, maka suasana kebersamaan, kolaborasi, semangat untuk maju dan berkembang, dorongan bekerja keras dan kultur belajar mengajar yang bermutu akan dapat diciptakan.
Penulis adalah Dosen PGSD UAD