Informasi Penyedia Beasiswa Penuh Luar Negeri
Bagi rekan-rekan yang membutuhkan informasi daftar beasiswa penuh studi di luar negeri, silakan kunjungi web setkab.go.id
Bagi rekan-rekan yang membutuhkan informasi daftar beasiswa penuh studi di luar negeri, silakan kunjungi web setkab.go.id
Lina Handayani
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, haemophilus influensa, meningitis, infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe satu. Menyusui menunda kembalinya kesuburan wanita dan mengurangi risiko pendarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium (Kemenkes RI, 2012).
The American Academy of Pediatric merekomendasikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan selanjutnya minimal selama satu tahun. WHO dan UNICEF merekomendasikan ASI eksklusif selama enam bulan, menyusui dalam satu jam pertama setelah melahirkan, menyusui setiap kali bayi mau, tidak menggunakan botol dan dot (Proverawati & Rahmawati, 2010). ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin (Depkes RI, 2003).
Mempertahankan ASI Eksklusif di kala bencana
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia. Timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis dapat terjadi sebagai akibat dari bencana(UU No. 24 tahun 2007).
Kondisi psikologis dan perasaan ibu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Semakin tenang, yakin dan percaya diri si ibu, maka kemungkinan besar semakin sukses menyusui sang bayi. Hal ini karena perasaan dan emosi yang positif akan meningkatkan produksi hormon oksitosin (yang sering disebut hormon kebahagiaa) sehingga memperlancar produksi ASI.
Selain menjaga kondisi psikologis, ibu juga perlu dibantu untuk mendapat asupan makanan yang cukup di kala bencana. Asupan tersebut tidak harus mahal, yang penting bersih dan memenuhi unsur nutrisi seimbang. Bahkan nasi bungkus beserta sayur dan lauk tahu dan tempe pun masih mencukupi. Tidak lupa, asupan cairan juga perlu diperhatikan; bisa berupa air putih, yang penting bersih. Sedapat mungkin asupan ibu diusahakan agar tidak mengandung zat berbahaya seperti zat pengawet, pewarna sintetis atau penyedap rasa. Perlu diketahui bahwa salah satu ‘keajaiban ASI’ adalah bila ada suatu nutrisi yang kurang dalam ASI, maka akan diambil dari cadangan pada tubuh ibu.
Pemberian ASI eksklusif tetap harus dipertahankan di kala bencana. Hal ini sangat penting karena selain besarnya manfaat ASI tersebut, juga di saat bencana higiene dan sanitasi biasanya kurang memadai. Hal ini dapat berakibat fatal, jika sampai bayi beralih ke susu formula atau pemberian makanan pendamping asi yang terlalu dini. Higiene dan sanitasi yang buruk, sangat berisiko untuk timbulnya berbagai penyakit yang sangat berbahaya bagi bayi, seperti diare.
Dukungan sosial dari suami, orang tua, tetangga, teman, relawan, dan tenaga kesehatan sangat diperlukan ibu untuk mempertahankan ASI eksklusif. Hal ini sangat penting, terutama untuk mengurangi stres ibu, dan juga untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif (American Academy of Pediatrics, 2007).
ASI eksklusif sangat penting bagi bayi dan juga memberi keuntungan bagi ibu, keluarga, dan masyarakat. Mempertahankan pemberian ASI eksklusif di kala bencana tidak lepas dari dukungan sosial yang ada di sekitar ibu. Semua pihak diharapkan dapat berperan dalam mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif di setiap waktu dan setiap saat.
Dani Fadillah, M.A.*
Akhirnyan Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan tentang pelaksanaan pemilu presiden dan parlemen yang akan dilaksanakan secara serentak, tujuannya tak lain adalah untuk menghindarkan bangsa ini perilaku saling sandra politik antar partai dan aktor politiknya. Dan teknisnya akan dilaksanakan pada pemilu yang akan datang pada tahun 2019. Akan tetapi sebagaimana putusan yang bersfat politis lainnya pro-kontra terkait kebijakan ini, dan penulis tidak ingin mengajak publik untuk membahas ayat-ayat hukum dan tafsir-tafsirr politik terkait kebijakan MK ini karena palu telah diketuk dan semua kalangan haruslah menaatinya.
Yang ingin penulis diskusikan adalah kenapa produk hukum ini baru disahkan sekarang. Kita semua tentu percaya, minimal masih mau percaya bahwa MK masih memiliki semangat untuk menghadirkan perundang-undangan yang baik dinegeri ini, dan kebijakan pelaksanaan pemilu serentak antara pileg dan pilpres ini adalah salah satunya. Padahal pengajuan tuntutan atas pengujian kembali Undang-Undang No 42/2008 tentang Pilpres telah dilontarkan sejak MK masih dipimpin Mahfud MD dan telah melakukan judicial review terhadap tuntutan tersebut. Namun kenapa kemudian pembacaannya baru dilakukan ketika pemilu telah akan dilaksanakan? padahal UU mengenai pilpres adalah sesuatu hal yang sangat mendesak dan harus segera menemui titik jelasnya.
Para aktor kebijakan di MK dan pihak-pihak lain yang turut terlibat dalam kebijakan tersebut boleh saja beralasan karena banyak alasan yang menjadi pertimbangan kenapa keputusan tersebut baru diumumkan sekarang, akan tetapi bukankah MK seharusnya memiliki sistem yang dapat mempercepat sebuah proses hukum, terlebih sebuah hukum yang mendesak sekelas pemilu oleh karena tentu tudak heran jika ada yang curiga bahwa MK yang ingi membebaskan bangsa ini dari praktek saling sandra politik jangan-jangan sedang saling sandra dan melakukan praktik transaksional dengan sebuah kekuatan politk juga. Apakah kecurigaan itu benar adanya wallahu’alam, karena yang pasti berlama-lama dalam menelurkan sebuah pbuah produk hukum dalam dunia peradilan seharusnya jangan sampai terjadi karena banyak yang akan dikorbankan dang ongkos sosialnya terlalu mahal.
Sebenarnya tidak MK yang berperilaku menunda-nunda produk hukum seperti ini. lembaga hukum lainnya seperti MA, kepolisian, kejaksaan bahkan hingga KPK pun smemiliki tunggakan kasus yang tak juga jelas tindakannya. Tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa, akan tetapi cobalah kita renungkan nasih orang-orang yang tidak menentu karena prosesnya tersendat bahkan ada yang cenderung terabaikan di lembaga hukum terkait yang menanganinya.
Ini bukanlah masalah yang bisa dianggap enteng. Jika dibiarkan terus menerus akan menjadi sebuah bencana hukum. Alangkah baiknya jika setiap lembaga hukum harus bisa bertindak tegas dalam memproses sebuah keputusan dan bersih dari segala kepentingan, lembaha hukum jangan sampai pernah tersandera oleh kekuatan apa pun kecuali hanya menyuarakan kebenaran dan keadilan. Berlomba-lombalah setiap lembaga hukum untuk menyelesaikan perkara dengan seadil-adilnya dengan tidak berlama-lama, segera selesaikan dan benahi kasus yang lain dengan segera, bukan hanya karena atas nama profesionalisme kerja, tapi karena ini termasuk dalam perintah Tuhan YME: “maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan” (al-Baqarah: 148) dan "Maka, apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain." (QS al-Insyirah : 7).
*Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UAD
Penyebab marah sangatlah beragam, di antara satu dan yang lainnya berbeda-beda. Ada kalanya karena sifat temperamental. Sangat reaktif terhadap hal yang tidak menyenangkan.
Ada kemarahan karena budaya sekitar yang sulit diajak kompromi dalam meredam kemarahan. Sehingga, mudah sekali tersulut kemarahan bahkan mengekspresikan kejengkelan melalui tawuran secara masal.
Perilaku marah karena belajar kepada lingkungan. Hal ini terjadi jika seseorang dibesarkan dalam sebuah suasana, di mana figur yang menjadi contoh sangat pemarah sehingga berefek pada peniruan orang sekitarnya.
Marah juga dapat disebabkan karena menganggap dirinya sebagai orang penting, harga diri yang melambung, gaya hidup narsisitik, perfectonis serta neurotic. Mereka ini sangat tinggi dalam menjaga diri. Memenuhi keinginan diri sehingga sangat sensitif dan reaktif terhadap stimulus kecil yang menghambat atau mengecewakan tujuan yang akan dicapainya.
Berbagai latar belakang bisa dengan cepat menimbulkan dorongan kemarahan, namun sebenarnya kemarahan disebabkan karena terjadinya gap antara keinginan dan kenyataan yang sesungguhnya. Ditambah lagi dengan terbatasnya waktu yang ada. Keadaan ini dapat menjadikan seseorang bingung, tertekan dan berusaha mencari jalan ke luar.
Pertanyaan yang seringkali muncul dalam pikiran kita, kapan kita diperbolehkan marah dan bagaimana agar tidak mengganggu kesehatan? Strategi apa yang perlu dipelajari agar kemarahan menjadi sesuatu yang memiliki nilai dan tidak membuat kekacauan?
Bagaimana marah yang mendidik dan membangun?
Ada beberapa pendekatan agar marah mendidik dan membangun. Pendekatan fisiologis yakni menekankan regulasi tubuh ketika sedang marah, seperti, merendahkan posisi badan ke arah yang lebih rendah, duduk dan berbaring, tarik nafas panjang sebelum marah, minum air hangat serta mencari penyaluran kegiatan fisik dengan berolah raga atau mengerjakan aktivitas fisik untuk mengarahkan dorongan energi yang besar.
Secara psikologis, cara penting yang paling utama adalah menyadari bahwa kita sedang marah, berfikir ulang terhadap tertundanya keinginan, memikirkan sisi positif dari kejadian yang tidak menyenangkan, memilikrkan dampak negatif terhadap kesehatan diri, belajar menunda kepuasan, menyalurkan hobi dengan berkarya sehingga energi yang terkumpul dapat diarahkan pada kegiatan yang bermanfaat. Sharing dengan sahabat, teman atau siapa saja yang dapat menjadi tempat untuk memuntahkan isi beban yang sedang dialami. Menulis pada buku harian, mengekspresikan dengan menggambar, membuat cerita atau sekedar menggoreskan isi hati melalui buku merupakan kegiatan positif dibandingkan dengan penumpahan kemarahan secara langsung.
Dalam pendekatan religius marah bukannya dilarang melainkan dapat dilakukan dengan alasan tertentu, misalnya Rasulullah SAW, bukannya tidak pernah marah. Beliau akan sangat marah khususnya jika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah dijalankan oleh umatnya, dan tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya. Marah merupakan sifat bawaan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk membedakan dengan malakikat dan setan. Dimana Malaikat tidak memiliki nafsu amarah, setan bergelimang dengan marah dan manusia diantaranya, karena Allah memberikan akal dan nafsu. Sehingga marah merupakan tabiat yang tidak akan hilang namun mampu dikendalikan atau dikuasai agar tidak menimbulkan dampak negatif yang membahayakan bagi dirinya dan orang lain serta lingkungannya.
Dalam pendekatan religius ada empat pemicu emosi yaitu: kemarahan, syahwat, kecemasan dan kenginan atau nafsu. Empat hal tersebut merupakan sifat dasar yang dimiliki manusia, sehingga jika terhalang atau tidak dapat dipenuhi dapat meningkatkan gejolak emosi sehingga mendorong seseorang untuk mencari keseimbangan dalam memenuhi tuntutan tersebut. Allah memberikan manusia dua kekuatan yang saling tarik menarik, yakni fujur dan taqwa. Fujr adalah keuatan yang mengajak manusia untuk memuaskan keinginan nafsunya sedangkan taqwa adalah mengarahkan keinginan manusia kearah positif melalui pengendalian dan pengontrolan nafsu untuk mencapai tingkat ketaqwaa.
Rambu-rambu agama telah mengajarkan kita agar mengendalikan amarah dengan cara yang telah dituntunkan oleh wahyu dan tuntunan Rosululloh. Pengendalian marah merupakan suatu cara dalam melakukan manajemen qalbu, yakni mengarahkan dan mengontrol nafsu yang merusak diri dan membuat kehancuran. Sifat emosional merupakan nafsu amarah yang mengarah kepada kejahatan (Q.S. Yusuf, 12.53), sedangkan nafsu Lauwammah merupakan nafsu yang menjadikan diri kita menyesal setelahnya/menimbulkan penyesalan diri (Q.S.Al Qiyamah, 75:2
Jika kita mengikuti beberapa ajaran sunnah untuk mengendalikan amarah, Rasulullah SAW bersabda: Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi mereka mampu menahan nafsu amarahnya.
Kreskit bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Pelatihan Jurnalistik Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Bersama Jayadi Kastari (Redaktur Kedaulatan Rakyat).
Acara akan dilakasanakan hari minggu 16 Maret 2014 pukul 09.00-15.00 di Ruang Auditorium Kampus 2 lantai 4. Kontribusi 25.000 (Fasilitas: Sertifikat, Materi, Snack, dan Makan Siang).
Siapa berminat ayo Segara Daftar, Peserta terbatas lo. Pendaftar bisa menghubungi Fitri (087839515215), Faijah (085643565232), dan Yeyen (083843109474).
Oleh: Sudaryanto, M.Pd.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD Yogyakarta
Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof Dr Mahsun menyatakan, pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 berubah arah dengan paradigma bahasa sebagai sarana berpikir. Untuk itu, kata Mahsun, Kurikulum 2013 membelajarkan Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre. Pertanyaannya, apa dan bagaimana pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre dari jenjang SD sampai SMA diterapkan?
Pernyataan Prof Dr Mahsun yang juga Guru Besar Linguistik Universitas Mataram itu, penting untuk digarisbawahi. Apa pasal? Praktisi bahasa dan terutama guru Bahasa Indonesia saat ini masih kebingungan dengan adanya pengintegrasian materi pelajaran sains (IPA) dengan Bahasa Indonesia. Hal itu, saya kira suatu hal yang wajar, mengingat para guru Bahasa Indonesia, terutama SD belum terlatih/terbiasa dengan pendekatan tematik-integratif.
Selain itu, para guru Bahasa Indonesia masih bingung akan pengertian teks atau genre. Dalam benak mereka, teks atau genre itu hanyalah bersifat bacaan, seperti buku, majalah, dan jurnal. Padahal, teks atau genre yang dibelajarkan dalam Kurikulum 2013 mencakup teks tulis dan lisan. Apabila ingin menargetkan siswa mampu memiliki keterampilan menyimak berita, maka teks atau genre yang dibelajarkan ialah bahan simakan berupa pembacaan berita.
Meski demikian, model pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre juga mengandung persoalan. Selain faktor guru yang belum memahami model pembelajaran tersebut, faktor evaluasi pembelajaran juga belum jelas. Misalnya, pelajaran Bahasa Indonesia digabungkan dengan pelajaran sains (IPA) di SD. Penggabungan kedua pelajaran itu, suka atau tidak, akan menyebabkan terjadinya penghilangan target-target kompetensi yang hendak dievaluasi guru.
Sebagai contoh, target kompetensi berbahasa siswa adalah berbicara. Sementara itu, target pengetahuan sains siswa adalah manfaat air hujan bagi kehidupan sehari-hari. Jika posisi Anda sebagai guru Bahasa Indonesia, lantas apa yang dapat diukur dari dua target tersebut, yang keduanya sama-sama akan dijadikan sebagai standar kompetensi lulusan? Solusinya sederhana: ujian bahasa untuk menilai kompetensi berbahasa, demikian pula ujian sains.
Faktor evaluasi pembelajaran, terlebih dalam pelajaran Bahasa Indonesia, lebih banyak dikembangkan lewat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Celakanya, faktor tersebut banyak diabaikan oleh para guru Bahasa Indonesia. Agaknya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu memikirkan hal tersebut, dengan duduk bersama para pakar evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra. Semoga ini segera terwujud![]
Sejumlah 369 siswa SMA N 1 Kebumen berkunjung ke UAD Yogyakarta pada Selasa (18/2) lalu. Kehadiran mereka disambut oleh Biro Akademik dan Admisi (BAA) di Auditorium Kampus 1. Acara tersebut diisi dengan perkenalan serta informasi akademik dan fakultas yang ada di UAD. Selain itu, ajang perkenalan ini juga digunakan untuk membagi informasi tentang sejumlah prestasi yang diraih UAD. Hal tersebut disambut antusias oleh peserta dan guru-guru yang turut memdampingi.
Waldiono selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Kebumen, menuturkan bahwa kunjungan ini dilakukan untuk mengenalkan para siswanya dengan UAD. Waldiono juga berharap agar nantinya UAD mampu melakukan kerja sama berupa pembinaan ekskul robotika di SMA N 1 Kebumen.
SMA N 1 Kebumen merupakan salah satu SMA yang populer dan banyak diminati dan sudah menggunakan kurikulum 2013 serta sistem kredit semester (sks). “Bila kerjasama ini berlanjut, saya berharap nantinya sistem kredit semester yang berlaku di SMA dan UAD dapat saling menyesuaikan, terutama untuk mata kuliah yang umum. Sehingga siswa kami yang mau melanjutkan ke UAD tidak perlu lagi menempuh mata kuliah tersebut. Toh, ini juga akan menguntungkan UAD karena siswa kami kan pintar-pintar.” Tuturnya di akhir wawancara. (idj)
UAD menjadi anggota Pusat Studi Astronomi (Pastron) yang berhasil ikut serta dalam kegiatan ilmiah internasional yang diselenggarakan di Thailand dan Italia pada Januari dan Februari 2014. Bersama ITB, UAD berhasil melalui tahapan seleksi yang sangat ketat untuk mewakili Indonesia. Seorang mahasiswa pascasarjana Pendidikan Fisika UAD, Fitria Sarnita, S.Pd., merupakan salah satu anggota tim Pastron.
Kegiatan ilmiah internasional yang berlangsung salah satunya berupa workshop Winter School on Introductory Radio Astronomy di National Astronomical Research Institue of Thailand (NARIT). Thailand dalam hal ini bekerjasama dengan Korea Astronomy and Space Science Institute (KASI). Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 27 hingga 30 Januari 2014. Pada winter school, pemateri yang terdiri atas profesor astronomi dari Inggris dan Jerman memberikan pelatihan pengenalan radio astronomi, instrumentasi, dan pengolahan data observasi. Selain itu, profesor dari Selandia Baru dan negara Asia Tenggara melaporkan perkembangan riset astronomi radio.
Pastron juga mengikuti Workshop on Mobile Science and Science Dissemination for the Disabled di International Centre for Theoretical Phyics (ICTP) di Italia. Acara tersebut dilangsungkan pada tanggal 6 Februari 2014. Kegiatan yang berlangsung antara lain pelatihan dan pengetahuan tentang penggunaan teknologi mobile untuk kegiatan pendidikan dan riset.
Pada tanggal 7 Februari, Workshop Science Dissemination for the Disabled diadakan untuk memberikan pengetahuan tentang penyebaran sains pada penyandang difabilitas. Penyandang difabilitas mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan sains, bahkan melakukan riset. Semangat untuk terus mendorong pendidikan inklusif yang melibatkan orang difabel dalam proses pendidikan dan riset semakin dikembangkan di berbagai negara.
Peneliti sekaligus Kepala Pastron, Yudhiakto Pramudya, Ph.D., menceritakan pengalaman mereka mempresentasikan riset tentang pendidikan astronomi pada penyandang tunanetra. “Riset tersebut juga berhasil mendapatkan dana penelitian dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) UAD,” tuturnya. Riset Pastron mendapatkan apresiasi yang baik dari peserta. Kedepan, Pastron juga akan melakukan kerja sama dengan peneliti Portugal, Argentina, dan negara lainnya untuk pengembangan pendidikan astronomi dan mobile science.(idj)
Pemberi pelayanan kesehatan memiliki komitmen untuk semaksimal mungkin mengurangi penderitaan pasien dalam proses penyembuhan penyakit. Tetapi, hasil yang diperoleh sering kali tidak diinginkan (unwanted result) baik oleh pasien, keluarga, maupun oleh tenaga kesehatan. Kasus cukup besar di tahun 2013 adalah perkara dr. Dewa Ayu Sasiary yang disebabkan gugatan atau tuntutan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan rumah sakit. Bila dunia kesehatan dihadapkan pada permasalahan hukum, sangatlah bijak bila mekanisme pendekatannya disamakan dengan peradilan pada umumnya. Hal tersebut dikarenakan tenaga kesehatan yang diadili juga termasuk pengemban profesi kesehatan yang rawan terhadap pembunuhan karakter. Sifat terbuka pada peradilan litigasi menjadikan sanksi moral/sosial terhadap profesi telah berjalan sebelum putusan hakim menyatakan bersalah atau tidaknya seorang tenaga kesehatan.
Berdasar pentingnya kasus tersebut, Fakultas Hukum UAD bekerjasama dengan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) cabang Yogyakarta menyelenggarakan seminar nasional dan workshop dengan tema “Sistem Peradilan Sengketa Kesehatan; Mencari Model Penyesuaian yang Tepat”. Acara yang diselenggarakan pada hari Selasa (7/1/14) di Auditorium Kampus 2 UAD ini bertujuan untuk mengkaji kasus tersebut sebagai bentuk pembelajaran di masyarakat.
Pembicara dalam acara ini berasal dari berbagai elemen. Sahlan Said, S.H., seorang praktisi hukum, memaparkan tentang kemungkinan diadakan Sistem Peradilan Profesi Kesehatan. Hadir pula Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) RI yang diwakili oleh dr. M. Nasser, Sp., KK.D. Law. yang mengupas tuntas kasus pidana kesehatan dengan kajian perkara dr. Dewa Ayu Sasiary. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Rd. dr. Zaenal Abidin, M.Kes., M.H.Kes. menyampaikan tentang lingkup antara pelanggaran disiplin dan pelanggaran hukum. Sementara itu, dua pembicara pada sesi kedua merupakan wakil dari MHKI cabang Yogyakarta. Kajian tentang peradilan profesi kesehatan dan solusinya disampaikan oleh Dr. Arif Setyawan, S.H., M.H. dan makalah dengan judul “Mediasi dalam Sengketa Kesehatan” disampaikan oleh ketua MHKI, drg. Suryono, S.H., Ph.D.
Salah satu solusi dari kasus ini adalah dengan peradilan Restorative Justice. Adanya Restorative Justice ini diharapkan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat seperti yang dialami dr. Dewa Ayu Sasiary mendapat titik temu penyelesaian hubungan dokter dengan pasien melalui peradilan maupun non peradilan (mediasi).
Pada umumnya prinsip dasar Restorative Justice lewat mediasi membutuhkan beberapa prasyarat, yaitu (1) korban kejahatan harus menyetujui, (2) kekerasan harus dihentikan, (3) pelaku kejahatan harus mengambil tanggung jawab, (4) hanya pelaku kejahatan yang harus dipersalahkan bukan pada korban, (5) proses mediasi hanya dapat berlangsung dengan persetujuan korban.
Dari prasyarat mediasi penal tersebut terlihat bahwa martabat kemanusiaan korban kejahatan harus menjadi prioritas. Mediasi penal melibatkan proses spiritual untuk memulihkan dan membangkitkan rasa percaya diri korban. Dalam proses ini, sistem peradilan harus menjadi fasilitas untuk kedua belah pihak. Jalur di luar peradilan dianggap lebih efektif, sehingga Lembaga Peradilan tidak banyak menampung tahanan.
Acara seminar yang dibuka oleh Rektor UAD, Dr. Kasiyarno, M.Hum., dalam acara juga melakukan penandatanganan naskah kerja sama (MoU) antara Dekan FH UAD dengan ketua MHKI meliputi kerja sama dalam bidang Tri Darma Perguruan Tinggi. Selain penandatanganan MoU, dilakukan pula peluncuran Pusat Pengaduan Sengketa Medis (PSSM) DIY dan Jawa Tengah yang berkantor di PKBH FH UAD. Adanya PPSM ini diharapkan dapat membantu masyarakat DIY dan Jawa Tengah yang membutuhkan bantuan atau konsultasi hukum tentang sengketa medis. PPSM akan membuka loket pengaduan dan konsultasi dengan konsultan hukum kesehatan yang berpengalaman. Seminar pada hari itu diakhiri dengan pelaksanaan workshop terbatas untuk menentukan tindak lanjut dan langkah kedepan terkait tentang MoU yang sudah ditandatangani antara FH UAD dengan MHKI.
Pendidikan karakter bisa diterapkan kepada peserta didik melalui lagu-lagu nasional. Hal tersebut diyakini oleh Hamdan Nur Rahman dan Safran Rohim, dua mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UAD. Keduanya berpartisipasi sebagai pemakalah dalam seminar nasional pendidikan sains dengan tema “Inovasi Pendidikan Sains dalam Menyongsong Kurikulum 2013”. Acara tersebut digelar di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada18-21 Januari lalu.
Mereka berpendapat bahwa saat ini banyak siswa di sekolah yang tidak hafal dengan lagu-lagu nasional. Pemahaman terhadap makna lagu juga semakin meluntur. Menurut Hamdan dan Safran, ini dikarenakan semakin hilangnya rasa nasionalisme yang dimiliki oleh sebagian besar siswa di sekolah.
Kedua mahasiswa tersebut berhasil lolos sebagai pemakalah setelah melalui proses seleksi dengan bimbingan seorang dosen. “Meskipun FKM tidak secara formal berkaitan dengan pendidikan namun kita bisa lihat dari perspektif kesehatan mental dan psikologis,” ujar Pembimbing mereka. Ia menambahkan, banyak pemuda yang hilang jati diri budaya sendiri pada zaman sekarang karena terlalu mengagumi budaya luar. Semangat nasionalisme yang sudah berkurang ini sangat berbeda dengan zaman dahulu.
Oleh karena itu, sasaran dari konsep makalah ini adalah anak muda, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sampai saat ini dinilai mulai kehilangan nasionalisme. Kegiatan positif yang dilakukan Hamdan dan Safran ini diharapkan bisa menjadi contoh dan semangat bagi mahasiswa lain untuk terus berkarya, terutama dalam karya tulis ilmiah. (TS)