Perdamaian Banyak Diinginkan tapi Konflik Semakin Menjadi
Kenapa perdamaian banyak diinginkan tapi perang lebih banyak terjadi, adalah wacana yang memantik acara Dialog Perdamaian dari Sumenep untuk Nusantara, yang berlangsung di Kantor PCNU Sumenep, Madura.
Menurut Ahmad Halimi salah satu pemateri, konflik terjadi karena pada dasarnya manusia punya watak pelit, tamak, ingin mengambil, malas, egois dan
sebagainya. Sifat ini lah yang mengusik perdamaian.
“Unsur lain yang memacu konflik adalah semangat bersaing. Adanya kompetisi menghadirkan persaingan kalah-menang. Mental bersaing selain menjadikan kita lebih kritis juga memacu konflik. Selain itu hoaks juga memberikan kontribusi besar dalam konflik sehingga melahirkan paham yang salah. Selanjutnya, beredar salah paham dan adu domba,” terang Halimi saat men
yampaikan materi tentang perdamaian, Kamis (18-7-2019).
Ia menambahkan, hal yang paling baik untuk menyelesaikan itu hanya ketemu. Dengan ketemu semua akan saling paham.
Dr. Hadi Suyono, S. Psi., M. Si. dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menambahkan, alasan muncul konflik karena kita saling tidak menyapa dan melihat orang lain dari sudut yang salah. Padahal kalau saling menyapa, tidak akan ada konflik.
“Dengan saling sapa, bertemu, duduk bersama maka akan terjalin kebersamaan. Dengan kebersamaan itulah kita akan lebih damai menjalani hidup,” tuturnya kemudian pada audiensi yang mempertanyakan solusi agar perdamaian terjaga.
“Indonesia banyak budaya, adat, dan ragam bahasa, yang membuat masyarakat Indonesia sangat berpotensi konflik jika tidak ada pertemuan. Makanya sangat penting duduk bersama, ngopi bersama atau gotong royong yang menjadi ciri khas kita selama ini. Dengan begitu, ujaran kebencian menciptakan rasa curiga tidak akan ada lagi,” tuturnya kemudian.