Tim Debat UAD Menangkan Piala Ki Bagus Hadikusumo
Tiga mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) berhasil menjadi juara 1 sekaligus juara umum pada Lomba Debat Konstitusi Fakultas Hukum dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum tingkat Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA). Ajang bergengsi tersebut diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan memperebutkan Piala Rektor pada Jumat, 28 Agustus 2020 via daring.
Catur Agil Pamungkas, Ferina Widyawati Ayu Silvi, dan Syaffira Amalia Risti, dibimbing langsung oleh Muhammad Farid Alwajdi, S.H., M.Kn. selaku dosen Prodi Ilmu Hukum dan Muhammad Saleh, S.H., M.H., berhasil meraih piala Ki Bagus Hadikusumo sekaligus mendapat predikat best speaker. “Pembaruan Hukum yang Berdasarkan Nilai–Nilai Pancasila” menjadi tema menarik yang diangkat panitia.
“Perlombaan debat seperti pada umumnya, hanya saja pelaksanaannya via daring. Sistem perlombaan pun masih sama dengan dua babak yaitu penyisihan dan semi final. Akhirnya, kami bisa lolos menuju final dan dinobatkan sebagai juara umum,” tutur Syafirra saat menjelaskan jalannya proses perlombaan.
Ia menambahkan, mosi perlombaan yang mulanya akan diberitahukan ketika technical meeting mendadak diubah menjadi sepuluh menit sebelum lomba dimulai. Hal ini mengharuskan peserta untuk menguasai semua mosi dan siap untuk mempertandingkan argumentasi. Kendala mosi yang hanya dibahas selama empat hari dengan ketakutan tentang jaringan internet saat proses lomba berlangsung, akhirnya dapat dipecahkan. Dengan keyakinan, kegigihan, kerja sama, dan semangat tim, bisa mengantarkan tim debat UAD sebagai juara.
Lomba debat konstitusi diikuti sebanyak 16 tim yang terdiri atas berbagai PTMA di seluruh Indonesia. Perlombaan yang dilakukan secara daring menjadikan peserta merasa santai dan tidak terlalu grogi. Hanya saja tidak ada toleransi ketika terjadi masalah teknis.
“Mosi pembentukan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila menjadi sangat menantang. Hal ini karena posisi pro yang sangat sulit. Kami harus melawan banyaknya persepsi publik yang cenderung tidak setuju. Pembatasan mosi menjadi langkah efektif dengan mengangkat argumen berdasarkan krisis–krisis dan sulitnya implementasi Pancasila,” ungkap Syaffira. (Chk)