Titik Kritis Kehalalan Bahan Farmasi dalam Obat, Kosmetik, dan Makanan
“Ketahuilah, bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari” (HR. At-Thabrani)
Kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Perintah tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila fisik dan psikis kita dalam kondisi sehat. Untuk menjaga kondisi tubuh kita agar tetap sehat, maka kita memerlukan makanan dan berobat apabila sakit. Selain itu untuk merawat tubuh yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita, maka kita juga memerlukan kosmetik. Namun kita juga harus memperhatikan apa yang kita konsumsi. Jangan sampai kita mengkonsumsi bahan yang haram.
Salah satu permasalahan dalam pengobatan, kosmetik maupun makan adalah status alkohol. Alkohol merupakan senyawa yang ditetapkan sebagai cairan yang diharamkan. Lalu bagaimana jika dijadikan obat, sebagai alat kosmetik, atau makanan?
Dari segi kimia, Prof. Dr. Achmad Mursyidi, M.Sc., Apt. menjelaskan adanya perbedaan makna alkohol dalam dunia farmasi dan bagi masyarakat awam. Di dalam dunia farmasi, alkohol merupakan senyawa yang mengandung gugus OH. Sementara menurut masyarakat awam, yang dimaksud dengan alkohol adalah khamar atau minuman yang memabukkan.
Alkohol dalam dunia farmasi sering digunakan sebagai pelarut pada berbagai produk. Kemudian hal ini ditanggapai oleh KRT. Drs. H. Ahmad Muchsin Kamaludiningrat yang menyampaikan bahwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah memutuskan batas maksimal alkohol dalam suatu produk adalah 1%.
Lalu bagaimana kita dapat meyakini kehalalan dari suatu produk?
Hal ini dijawab oleh Drs. Elvi Effendi M. Kes. Apt. yang menjelaskan bagaimana ketatnya regulasi, pengawasan, labelisasi, dan sertifikasi produk-produk halal. Sehingga untuk menghilangkan keraguan kita terhadap kehalalan suatu produk, maka tinggal mengecek label halal pada produk tersebut.
Seminar regional yang dilaksanakan Minggu (01/04/2012) bertempat di Audit Kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD) oleh Fakultas Farmasi tersebut, mengusung tema “Titik Kritis Kehalalan Bahan Farmasi dalam Obat, Kosmetik, dan Makanan”.
Acara tersebut dalam rangka memperingati milad Fakultas Farmasi UAD ke-16 yang tergabung dalam rangkaian acara Pharmacy Vaganza. Seminar ini mendatangkan pembicara dari beberapa pihak, yaitu Prof. Dr. Achmad Mursyidi, M.Sc., Apt., dosen Fakultas Farmasi UAD mewakili ahli kimia Farmasi, KRT. Drs. H. Ahmad Muchsin Kamaludiningrat, Sekretaris Majelis Ulama Islam (MUI) Yogyakarta, dan Drs. Elvi Effendi M.Kes. Apt., dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Yogyakarta.
Seminar ini tidak hanya menarik minat mahasiswa UAD, tetapi juga mahasiswa dari universitas lain yang ada di Yogyakarta. (Sbwh/Ara)
“Ketahuilah, bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari” (HR. At-Thabrani)
Kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Perintah tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila fisik dan psikis kita dalam kondisi sehat. Untuk menjaga kondisi tubuh kita agar tetap sehat, maka kita memerlukan makanan dan berobat apabila sakit. Selain itu untuk merawat tubuh yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita, maka kita juga memerlukan kosmetik. Namun kita juga harus memperhatikan apa yang kita konsumsi. Jangan sampai kita mengkonsumsi bahan yang haram.
Salah satu permasalahan dalam pengobatan, kosmetik maupun makan adalah status alkohol. Alkohol merupakan senyawa yang ditetapkan sebagai cairan yang diharamkan. Lalu bagaimana jika dijadikan obat, sebagai alat kosmetik, atau makanan?
Dari segi kimia, Prof. Dr. Achmad Mursyidi, M.Sc., Apt. menjelaskan adanya perbedaan makna alkohol dalam dunia farmasi dan bagi masyarakat awam. Di dalam dunia farmasi, alkohol merupakan senyawa yang mengandung gugus OH. Sementara menurut masyarakat awam, yang dimaksud dengan alkohol adalah khamar atau minuman yang memabukkan.
Alkohol dalam dunia farmasi sering digunakan sebagai pelarut pada berbagai produk. Kemudian hal ini ditanggapai oleh KRT. Drs. H. Ahmad Muchsin Kamaludiningrat yang menyampaikan bahwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah memutuskan batas maksimal alkohol dalam suatu produk adalah 1%.
Lalu bagaimana kita dapat meyakini kehalalan dari suatu produk?
Hal ini dijawab oleh Drs. Elvi Effendi M. Kes. Apt. yang menjelaskan bagaimana ketatnya regulasi, pengawasan, labelisasi, dan sertifikasi produk-produk halal. Sehingga untuk menghilangkan keraguan kita terhadap kehalalan suatu produk, maka tinggal mengecek label halal pada produk tersebut.
Seminar regional yang dilaksanakan Minggu (01/04/2012) bertempat di Audit Kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD) oleh Fakultas Farmasi tersebut, mengusung tema “Titik Kritis Kehalalan Bahan Farmasi dalam Obat, Kosmetik, dan Makanan”.
Acara tersebut dalam rangka memperingati milad Fakultas Farmasi UAD ke-16 yang tergabung dalam rangkaian acara Pharmacy Vaganza. Seminar ini mendatangkan pembicara dari beberapa pihak, yaitu Prof. Dr. Achmad Mursyidi, M.Sc., Apt., dosen Fakultas Farmasi UAD mewakili ahli kimia Farmasi, KRT. Drs. H. Ahmad Muchsin Kamaludiningrat, Sekretaris Majelis Ulama Islam (MUI) Yogyakarta, dan Drs. Elvi Effendi M.Kes. Apt., dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Yogyakarta.
Seminar ini tidak hanya menarik minat mahasiswa UAD, tetapi juga mahasiswa dari universitas lain yang ada di Yogyakarta. (Sbwh/Ara)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!