Sukses Memanfaatkan Media Sosial
Di era semakin menjamur dan kuatnya peran media sosial dalam kehidupan sehari-hari, ternyata apabila dimanfaatkan secara bijak dapat menjadi wahana untuk mengembangkan potensi diri, menyalurkan hobi, dan sebagai lahan dalam mendapatkan pundi-pundi. Seperti yang dilakukan Alumnus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tahun 2017, Ridlo Kamaludin Hendardi, yang memanfaatkan media sosial untuk berkarya, khususnya di bidang sinematografi.
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai guru di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kebumen, ia memilih memanfaatkan waktu luang setelah selesai mengajar dan hari libur untuk membuat video Instagram (vidgram) dan film pendek (untuk diunggah di YouTube). Kegiatan yang ditekuni Ridho kini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, bahkan menjadi salah satu sumber penghasilan
“Mulanya adalah melakukan kegiatan yang saya senangi, yakni bikin video tentang apa pun. Dulu waktu semasa masih kuliah, selain belajar sesuai jurusan yang diambil yakni Bimbingan dan Konseling, saya juga belajar tentang dunia sinematografi. Setelah lulus, ilmu itu saya aplikasikan bersama teman-teman di Kebumen, untuk publikasinya kami memilih memanfaatkan media sosial. Ternyata membuahkan hasil, selain karya kami dapat dinikmati masyarakat luas, juga menghasilkan uang hingga jutaan rupiah. Namun uang bukan tujuan utama, hanya bonus atas kemauan dan ketelatenan dalam mewujudkan sebuah karya dan memanfaatkan media sosial secara positif,” ucap Rido, sapaan akrabnya.
Rido menceritakan kegiatannya menekuni dunia sinematografi dengan memanfaatkan media sosial juga menjadi salah satu kegiatan yang efektif untuk menyatukan dan menggairahkan para pelaku seni di daerahnya dalam berkarya. Lebih lanjut Rido mencontohkan, seniman musik tradisional seperti pengrawit (penabuh gamelan-red) dan dalang dengan seniman modern yang main band, sebelumnya berjarak. Namun setelah terlibat dalam proyek penggarapan film pendek, saat ini kedua belah pihak dapat melebur menjadi satu serta bekerja sama dalam berkarya di bidang seni lain. Bahkan, sambung Rido, saat ini seniman tradisional dan modern Kebumen telah berada dalam satu atap komunitas bernama Titik Kumpul.
“Alhamdulillah berkat kerja keras teman-teman, Maret tahun ini, Titik Kumpul diundang dalam perhelatan akbar Yilan Art Festival di Thailand. Kami akan menampilkan kearifan budaya lokal dalam bentuk perpaduan musik dan tari,” katanya.
Tidak jauh berbeda dengan Rido, mahasiswi angkatan 2016 jurusan Pendidikan Agama Islam UAD kampus Wates Sindi Masitoh Prestawasta, juga memanfaatkan media sosial untuk melakukan hal positif, yakni sebagai sarana berwirausaha, khususnya di dunia fesyen. Sindi menceritakan, tanggungan berupa biaya hidup, kontrakan, tagihan bayar semesteran, dan anggaran untuk membeli buku untuk menunjang perkuliahannya tidak sedikit. Berangkat dari tersebut, ia berinisiatif untuk mencari penghasilan di sela-sela kesibukannya kuliah, untuk membantu meringankan beban pembiayaan yang ditanggung orang tuanya. Ia sempat mencoba beberapa pekerjaan sambilan, tetapi honornya terlampau sedikit. Hingga pada akhir Agustus 2018, ia memberanikan diri untuk memulai usaha berjualan pakaian dengan memanfaatkan media sosialnya berupa Instagram dan WhatsApp.
“Ternyata keterbatasan tidak memiliki modal besar bukan menjadi penghalang untuk berwirausaha. Saya hanya bermodalkan telepon genggam, paket data, dan semangat. Alhamdulillah, saat ini kurang lebih omzetnya di angka 15 juta per bulan. Jadi, daripada menggunakan media sosial hanya untuk hiburan atau bahkan hanya untuk pamer, mending dimanfaatkan untuk hal yang lebih berguna,” kata Sindi.
Sindi menyebutkan, meskipun dengan berjualan online bisa dimulai dengan modal yang sedikit, dalam menjalankannya dibutuhkan mental yang kuat karena harus mampu menghadapi berbagai risiko. Mulai dari kerap diabaikannya ketika tengah promosi, ditanggapi dengan berbagai pertanyaan oleh calon konsumen tetapi tidak jadi membeli, memesan model tertentu tetapi ketika sudah jadi barangnya malah transaksi dibatalkan, hingga tersendatnya pengiriman barang karena buruknya kurir pengiriman dan tidak tepatnya konsumen memberikan alamat.
Menurut Sindi, hal itu bukan menjadi penghalang, tetapi bagian dari tantangan yang harus ditaklukkan. Pasalnya, sejauh ini berbagai persoalan yang ia temui dapat diselesaikan. Bahkan grafik usahanya selama enam bulan terakhir terus naik omzetnya.
“Dulu hanya mampu menjual satu-dua pakaian per bulan, sekarang dapat menjual kurang lebih 100. Kuncinya hanya satu, kita tidak malas,” ujar Sindi. (Efri)