Menyinergikan Teknologi dan Kearifan Lokal
“Era disruptif mengepung manusia dalam relasi, termasuk relasi internasional. Persoalannya, keindonesiaan sering kali kita melupakan. Kita melupakan Indonesia berarti melupakan sangkan paran kebudayaan. Bahasa Indonesia ialah rahim kebudayaan, lewat satu puisi besar berjudul ‘Sumpah Pemuda’, Indonesia lahir. Bahasa Indonesia adalah pemersatu kita, harusnya selat Sunda menautkan hatiku dan hatimu dan bukan memisahkannya,” ucap Prof. Dr. Drs. Suminto A Sayuti saat mengisi seminar nasional di Kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD), (24-11-2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, pesatnya perkembangan teknologi memang harus diimbangi dengan kearifan lokal. Dalam diri kita harus menyinergikan keduanya. Pemikiran berbasis kearifan lokal perlu konteksualiasi tiap saat bagi perkembangan yang akan diikuti dan sedang terjadi. Terdapat rumah nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tradisional. Sebab, tanpa disadari teknologi yang canggih bisa membuat manusia jadi buangan. Hadirnya teknologi tiba-tiba menghilangkan nilai-nilai kearifan lokal. Sudah saatnya pemanfaatan teknologi harus pada tempatnya.
Jika tidak hati-hati, era disruptif bisa menjebak, semua pihak harus memiliki kesadaran soal teknologi. Jangan lupa akar kultur kita yang penuh dengan kearifan lokal.
“Etnonasionalisme itu sudah sekarat, yang ada hanya nasionalisme dari irisan lokalitas. Nilai-nilai lokalitas dirumahkan lewat bahasa Indonesia. Pembelajaran harus higher order thinking skills dengan basis kearifan lokal agar kita tidak dilahap kerakusan robot teknologi,” tutupnya dalam acara yang diselenggarakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan bertajuk “Realisasi Iptek, Sains, Kearifan Lokal dalam Meningkatkan Daya Saing Pemuda di Era 4.0,” itu. (JM)