• TERKINI
  • UAD BERDAMPAK
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Tips Rias Paripurna

05/06/2023/in Feature /by Ard

Ravena, beauty vlogger sekaligus influencer pada webinar nasional antropologi seni tari dan beauty class Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Massyifa Ajeng)

Dalam seni pertunjukan, tata rias wajah adalah hal penting dan menjadi yang pertama dilihat penonton. Tata rias merupakan penyempurna wajah dan karakter serta dapat memberikan efek pendukung yang menonjolkan ekspresi wajah pemain. Penegasan garis wajah mampu menambah aspek dramatis pada wajah setiap pemain. Namun dalam beberapa pementasan khususnya seni tari, masih ada beberapa yang menganggap rias ala kadarnya saja yang terpenting adalah penampilan dan gerakannya bagus.

Berhubung dengan hal tersebut, Ravena seorang beauty vlogger sekaligus influencer yang kerap diundang sebagai moderator untuk acara merek besar dan terkenal di Jakarta, berkesempatan menjadi narasumber webinar nasional antropologi seni tari dan beauty class yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Tari Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Ia menerangkan cara make up bold and light agar dapat terlihat oleh penonton karena ketika kita mementaskan seni tari tentu akan ada penonton yang melihat pertunjukannya dari jarak jauh.

Basic Skincare

Tentu saja penari menampilkan tariannya dengan penuh energi dan bersemangat sehingga akan mudah berkeringat. Oleh karena itu, penari membutuhkan basic skincare sebelum merias diri, agar riasan tersebut dapat tahan lama dan dapat menghindari make up longsor. Basic skincare yang biasa dipakai perias adalah serum, toner, sunscreen, atau moisturizer.

Tahapan dalam Merias

Tujuan merias diri selain seduction, riasan juga menjadi sebuah media untuk berekspresi. Ketika kita menginginkan sebuah ekspresi yang memancar untuk suatu pertunjukan, maka harus dengan langkah-langkah yang benar.

Langkah pertama, seperti yang dilakukan semua perias yaitu mengaplikasikan foundation. Agar menghasilkan riasan yang membuat pangling, kita dapat mencampur 2 foundation dalam 1 wajah. Keduanya itu dapat kita aplikasikan menggunakan beauty blender sehingga memudahkan dalam penerapan dan menghindari cracky pada wajah. Jenis warna yang dipakai sebisa mungkin memakai 1 tingkat di atas jenis warna kulit wajah.

Kemudian untuk mempertegas tulang hidung, tulang pipi, dan rahang, kita dapat menggunakan contour, ini juga dapat mendimensi wajah agar tidak terlihat terlalu putih pada seluruh wajah. Setelah pengaplikasian contour, agar blush on tidak luntur kita dapat memoleskan blush on dalam terlebih dahulu. Cara menggunakannya adalah ditekan menggunakan beauty blender agar foundation tidak luntur.

Ketika semua sudah terlihat rata dan rapi, kita dapat langsung mengaplikasikan bedak diawali pada bagian bawah mata terlebih dahulu, penggunaan untuk penari usahakan menggunakan bedak tabur agar lebih menyatu dengan kulit dan lebih tebal. Langkah berikutnya adalah membuat alis agar lebih tebal, yakni dengan membingkai alis bagian atas terlebih dahulu kemudian disusul bingkaian pada bagian bawah, dan setelah semua dibingkai langkah terakhir adalah isi bagian tengah alis. Untuk menghasilkan alis yang natural, kita dapat menggunakan sikat alis. Dan agar alis terlihat rapi, seimbang, gunakan concealer dengan brush khusus, rapikan dari bawah kemudian ke atas.

Setelah permasalahan alis sudah selesai dan rapi, kita menuju ke area mata untuk mengaplikasikan eye shadow. Untuk seni tari kita dapat menggunakan warna yang mencolok seperti warna ungu dan cokelat, atau disesuaikan dengan jenis tariannya. Gunakan warna bold dulu untuk pengaplikasian yang pertama. Kemudian dilanjut dengan warna kedua yang lebih cerah, jangan lupa juga untuk memakainya di bawah mata agar terlihat lebih tajam. Untuk memberikan efek glamor dan menyala gunakan shimmer juga pada mata.

Langkah selanjutnya, bingkai eyeliner, untuk penari biasanya diimbau untuk sedikit dilukis agar mencolok dan menghasilkan mata yang terlihat belo. Eyeliner yang digunakan dapat menggunakan jenis spidol agar lebih mudah.

Kemudian pengaplikasian bulu mata dapat langsung pakai lemnya pada kelopak mata agar lebih aman dan tak mudah lepas, tetapi dengan begitu sesuaikan juga dengan tingkat sensitivitas kulit masing-masing. Setelah lem hampir mengering, tempel bulu mata dengan hati-hati.

Selanjutnya, pakai blush on pada area pipi dan dagu agar menebalkan blush on dalam yang sudah diaplikasikan pada awal rias. Namun, tak lupa disesuaikan lagi dengan tokoh penarinya. Untuk tahap terakhir gunakan lip cream atau lipstik sampai keluar garis bibir agar menciptakan efek bibir yang tebal, dan gunakan highlighter pada bagian tulang hidung, pipi, serta beberapa bagian lain sehingga ketika pentas memberi efek glowing pada wajah saat terkena cahaya. Efek glowing tersebut dapat menampilkan kondisi kulit yang terlihat sehat dengan atau tanpa riasan yang berlebihan. (syf)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Ravena-beauty-vlogger-sekaligus-influencer-pada-webinar-nasional-antropologi-seni-tari-dan-beauty-class-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Foto-Massyifa-Ajeng.jpg 696 1366 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-06-05 08:06:162023-06-05 08:06:16Tips Rias Paripurna

Pengampunan Allah Itu Penting

02/06/2023/in Feature /by Ard

Kajian Rutin Ahad Pagi Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Istimewa)

Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar Kajian Rutin Ahad Pagi. Acara tersebut diisi oleh Dr. H. Nur Kholis, S.Ag., M.Ag. dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sekaligus Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) UAD. Ia menyampaikan materi terkait tafsir Surah Ali-Imran ayat 133‒134.

Pada ayat 133 dimulai dengan ayat yang berbunyi wa saaringuu yang memiliki makna bersungguh-sungguh dan menganekaragamkan pekerjaan. Nur Kholis menjelaskan bahwa ketika manusia sudah bersungguh-sungguh maka waktu yang dimiliki akan efektif dan jauh lebih bermanfaat. Ibarat usia, usianya tidak panjang tetapi yang dikerjakan sudah banyak dan maksimal.

“Yang dimaksud berserah, menganekaragamkan pekerjaan, dan bersungguh-sungguh adalah beramal saleh, karena beramal saleh itulah yang akan mengantarkan manusia menuju surga,” imbuhnya.

Mengapa manusia harus demikian? Kemudian ia menjelaskan jika pengampunan itu adalah sesuatu yang paling berharga melebihi apa pun, untuk itu manusia harus bersungguh-sungguh. Pengampunan memiliki arti ditutupi, ditutupinya dosa manusia oleh Allah.

“Pengampunan Allah bisa menambah kekuatan, jadi mungkin kekuatan seperti sabar, ikhlas, rida, syukur yang kita miliki tidak sebanding dengan musibah yang akan kita hadapi. Maka dengan pengampunan itu, kekuatan-kekuatan yang telah kita miliki ditambah oleh Allah sehingga kita mampu menghadapi musibah pada suatu hari nanti,” tegasnya.

Selain itu, syawalan itu sejatinya adalah peningkatan. Peningkatan kekonsistenan amal saleh yang telah dibangun saat bulan Ramadan. Jadi ketika Ramadan rajin beribadah maka di bulan Syawal ini harus makin rajin lagi dalam beramal saleh.

Kemudian dalam akhir ayat 133 Allah menegaskan bahwa segala ampunan dan surga itu disediakan bagi orang yang bertakwa. Hal ini lanjut dijelaskan dalam ayat 134 jika takwa itu adalah sikap dan sifat yang keduanya akan tampak dalam perbuatan.

“Sikap dan sifat yang mencerminkan takwa adalah orang yang selalu, dalam arti dari sekarang dan sampai habis waktu, senantiasa berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Dalam tafsir Al-Misbah, infak ini maknanya umum tidak selalu berwujud harta, tetapi apa saja yang dapat diberikan dan bermanfaat,” ungkapnya.

Nur Kholis menyatakan, jika sekadar merukunkan tetangga yang lagi berselisih itu adalah pemberian. Dalam hal ini, hakikat memberi itu bukan sekadar soal apa yang diberi, tetapi terkait bagaimana sikap yang tertanam dalam hati sejatinya gemar memberi atau tidak.

Selanjutnya, wal kadhimiina berasal dari kata kadhuma yang memiliki arti mengikat dan menahan. Dalam ayat ini, ia menjelaskan bahwa Allah menyuruh hendaknya manusia menahan amarah. Apa tidak boleh marah? Tentu boleh karena marah adalah salah satu sifat manusiawi manusia, tetapi ketika marah harus tau waktu, tempat, sasaran yang tepat dan yang terpenting jangan berlebihan.

“Dan Allah kemudian menegaskan pula, jika yang lebih baik adalah mampu memaafkan. ‘Aafiin atau memaafkan itu memiliki makna menghapus, sekalipun mungkin tidak dapat sepenuhnya memaafkan. Namun, ketika manusia mampu memaafkan maka pihak yang paling diuntungkan adalah orang yang memaafkan bukan yang dimaafkan,” jelasnya.

Di akhir materi, Nur Kholis mengingatkan bahwa pengampunan Allah itu lebih penting dari harta yang banyak. Buat apa memiliki harta banyak tetapi tidak bermanfaat untuk amal saleh. Perlu diingat sabda Nabi yang menyatakan surga itu dapat diraih dengan 2 cara yaitu dengan pengampunan Allah dan rahmat Allah. (SFL).

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Kajian-Ahad-Pagi-Masjid-Islamic-Center-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Foto-Istimewa.jpg 720 1600 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-06-02 08:39:492023-06-02 08:39:49Pengampunan Allah Itu Penting

Berwirausaha di Era Milenial Secara Kreatif dan Inovatif

02/06/2023/in Feature /by Ard

Webinar Kewirausahaan BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Istimewa)

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) tahun 2023 sebagai strategi pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi. Program ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk belajar dan mengembangkan diri menjadi calon wirausahawan melalui aktivitas di luar kelas perkuliahan.

Guna mendukung tercapainya tujuan kegiatan tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (BEM FKM UAD) menghadirkan Candra Vionela Merdiana, S.E., M.Sc., dosen Program Studi Manajemen UAD sebagai narasumber dalam webinar kewirausahaan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi bekal kepada calon wirausahawan di lingkungan FKM UAD.

“Terdapat beberapa poin yang perlu dipahami sebelum berwirausaha, salah satunya adalah jiwa kreatif dan inovatif bagi mahasiswa di era milenial,” ungkap Candra.

Motivasi dan Moto Wirausaha

Motivasi dan moto menjadi modal utama yang harus dimiliki oleh wirausahawan. Keuntungan/laba penjualan, kebebasan usaha, impian personal, dan kemandirian menjadi motivasi yang harus dipunyai. Selain motivasi, moto atau prinsip yang dijalankan dalam berwirausaha juga menjadi bagian yang penting.

“Modal bisa dicari, keahlian bisa dibeli, tetapi semangat dan cita-cita tidak. Seorang mahasiswa sebagai wirausahawan pemula hendaknya memiliki semangat dan cita-cita yang tinggi, jangan mudah menyerah. Untung dan rugi adalah hal yang biasa dalam membangun suatu usaha,” tutur Candra.

Kunci Sukses Berwirausaha

Tingginya persaingan pasar membuat seorang wirausahawan harus memiliki jiwa yang kreatif dan inovatif. Kemampuan untuk menciptakan hal baru dengan menggabungkan beberapa ide di masa lalu serta membuat perubahan dari segi input, proses, maupun output menjadi bagian dari kunci sukses dalam berwirausaha.

Candra menyampaikan beberapa ciri orang kreatif dan inovatif. “Orang kreatif biasanya memiliki rasa penasaran yang tinggi, intuitif, berani mengambil risiko, berpikiran terbuka, dan sensitif. Sementara inovatif biasanya ditandai dengan adanya perubahan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperluas manfaat dari produk yang diciptakan sehingga dapat mempermudah aktivitas sehari-hari. Contoh inovasi misalnya donut stick, bolu puding, alat serut jagung, kemasan makanan ramah lingkungan, dan sebagainya.”

Cara Memunculkan Ide Bisnis

Ide bisnis merupakan penggabungan dari kemampuan, ketertarikan, keterampilan khusus, dan bakat yang disinkronkan dengan apa yang dibutuhkan maupun apa yang sudah dikerjakan oleh orang lain. “Sumber ide bisa diperoleh dengan memanfaatkan apa yang telah kita miliki, apa yang dibutuhkan oleh orang lain, dan apa yang sudah dikerjakan oleh orang lain. Ide bisa distimulasi dengan mengamati orang dan tempat, membaca publikasi, juga melihat tren. Sementara ide yang sudah didapat selanjutnya perlu diseleksi melalui tahap diferensiasi dan adaptasi sehingga dapat dikembangkan di kemudian hari,” ujar Candra.

Candra melanjutkan, “Ada 2 pendekatan yang bisa dilakukan oleh wirausahawan dalam menentukan peluang usaha yang cocok, yaitu inside out dan outside in. Pendekatan yang pertama berfokus pada gagasan sebagai kunci dalam menentukan keberhasilan usaha. Dalam kata lain, wirausahawan membuat produk atau jasa terlebih dahulu tanpa melakukan uji analisis kebutuhan pasar. Sementara pendekatan yang kedua berfokus pada kemampuan untuk menanggapi atau memenuhi kebutuhan masyarakat di pasaran.”

Strategi Memilih Jenis Usaha

Sebelum membuka usaha, calon wirausahawan hendaknya menyusun sebuah strategi untuk memilih jenis usaha yang akan dijalankan agar mampu bersaing di era milenial. Candra mengungkapkan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih usaha sesuai minat atau hobi, baik berupa produk maupun jasa. “Jika seseorang mengerjakan sesuatu yang disukai, ia cenderung akan merasa senang dan nyaman. Setelah memperoleh jenis usaha yang sesuai, maka tentukan sektor usaha yang tepat sesuai tren masa kini tetapi bukan usaha yang sifatnya sementara (musiman). Selanjutnya, calon wirausahawan bisa membuka usaha dengan minim modal dalam skala kecil. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kerugian yang bisa saja terjadi secara tiba-tiba,” imbuhnya.

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Webinar-Kewirausahaan-BEM-Fakultas-Kesehatan-Masyarakat-FKM-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Foto-Istimewa.jpg 768 1366 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-06-02 08:05:462023-06-02 08:05:46Berwirausaha di Era Milenial Secara Kreatif dan Inovatif

Anak-Anak dalam Lingkar Perundungan

31/05/2023/in Feature /by Ard

Seminar Penanggulangan Perundungan Anak oleh Bimawa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan KPAI Republik Indonesia (Foto: Novita)

Maraknya kasus kekerasan dan perundungan anak membuat kita mempertanyakan kualitas sumber daya manusia dan kelangsungan peradaban bangsa Indonesia. Ini juga menjadi masalah besar ketika perundungan sudah merampas hak-hak anak, terutama hak atas perlindungan serta kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang. Siklus hidup ini seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan, bukan pengasingan dan penderitaan atau penebusan di balik jeruji besi yang mencekam.

Sebagai langkah maju dan upaya antisipasi hal tersebut, Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar seminar “Anti Perundungan: Peran Mahasiswa dalam Penanggulangan Perundungan Anak” dengan menggandeng Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah, M.Si. sebagai narasumber.

Anak dan Perlindungan

Tak sulit untuk mendefinisikan anak-anak. Bercermin dari negara kita sebagai negara hukum, menurut Pasal 1 Ayat 1 UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak Revisi atas UU No.23/2022 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak-anak mempunyai hak untuk hidup, untuk dilindungi. Mereka memiliki keunikan sebagai manusia utuh yang sempurna.

“Jadi, jangan pernah menganggap usia 5 tahun itu tidak sempurna, masih ‘ikut-ikutan’. Mereka sempurna pada siklus dan fase hidupnya. Sehingga, kita harus memberikan dukungan tumbuh-kembang optimal, memberikan peluang partisipasi, yaitu memberikan hak-haknya,” ujar Ai Maryati.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah anak mencapai 84,4 juta (31,6%) dari total 270,3 juta penduduk di Indonesia. Anak merupakan generasi yang akan menjadi penerus, menjadi pemimpin. Anak-anak menjadi subjek dan ujung tombak bonus demografi “Generasi Emas” tahun 2045. Oleh karena itu, anak-anak perlu mendapat perlindungan. Hal ini telah diatur dalam Mandat Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Kepres 36/1990, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 28B Ayat 2 UUD 1945, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

“Mungkin kita tidak bisa membayangkan, mengapa Uni Soviet hilang di peta peradaban? Apakah hanya keruntuhan politik dan dinasti? Salah satunya adalah keruntuhan peradaban yang disebabkan oleh hilangnya entitas masyarakat dari peradaban generasi bangsanya menuju generasi yang menjadi ketangguhan sebuah bangsa,” tambahnya.

Ini menjadi gambaran bahwa sesungguhnya perlindungan anak adalah cara manusia dituntun secara teologis mencapai keimanan dan ketakwaan serta sebagai seseorang yang berkomitmen secara hukum untuk menghormati hak-hak manusia. Perlindungan anak juga berkolerasi erat dengan demokrasi, peningkatan kualitas suatu bangsa, dan sumber daya manusia.

Fakta Perundungan Anak di Indonesia

Kasus perundungan dewasa ini makin meningkat, apalagi dibarengi perkembangan era digital yang makin pesat. Perundungan bisa menjadi sebuah tindakan maladaptif. Berangkat dari teori kekerasan, Ai Maryati mengungkapkan tahap-tahap perundungan, bisa berubah dari verbal menjadi fisik, psikologis, seksual, penelantaran, ancaman, gangguan, bahkan konflik sosial. Hal ini menjadi masalah atas situasi kekerasan yang masuk ke dalam berbagai dimensi kehidupan.

Dalam 5 tahun terakhir, kasus perundungan didominasi oleh perundungan berbasis digital berupa kekerasan melalui media elektronik, media sosial, dan sebagainya. Kita perlu waspada terhadap bentuk-bentuk perundungan tersebut. Berdasarkan data pengaduan KPAI, perundungan banyak terjadi di lembaga pendidikan. Hal tersebut masuk dalam 3 dosa besar pendidikan bersama intoleransi dan kekerasan.

Ia juga menampilkan sebuah tayangan berita mengenai perundungan anak di lingkungan institusi pendidikan. Mirisnya, pelaku dan korban masih duduk di bangku sekolah dasar. Pelaku memaksa korban untuk bersetubuh dengan binatang.

“Ini sudah kategori perundungan verbal dan fisik. Kemudian, ada tindakan yang di luar nalar (perilaku seksual manusia), yaitu persetubuhan dengan binatang. Perundungan tersebut dibuat konten dan disebarkan. Dari 1 kasus saja, bentuk-bentuk perundungan sudah dapat dikenali.”

Perlakuan terhadap pelaku perundungan dengan status di bawah umur dan dewasa tentu berbeda. Pelaku yang masih di bawah umur disebut dengan anak berhadapan dengan hukum. Dan, negara menjamin hak atas perlindungan terhadap anak-anak dengan status tersebut.

Langkah KPAI

KPAI menerima pengaduan kasus. Kemudian, melakukan identifikasi masalah dan analisis. Lalu, merekomendasi mediasi atau pidana dan monitoring serta terminasi. Tugas dan fungsi KPAI dengan jelas diatur dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, di antaranya melakukan pengawasan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan kerja sama. KPAI tidak melakukan peradilan pidana anak, tetapi melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

“Banyak hujatan dan caci maki terhadap kasus kekerasan yang dilakukan oleh Mario Dandy dan AG. Tak sedikit yang menyuarakan bui. Namun, untuk menyoal anak berkonflik dengan hukum, tidak boleh dilakukan langkah-langkah yang bisa mengganggu dan merampas hak-haknya. Ini yang kami disebut perlakuan hukum secara khusus. Dan, kami mengawasi hal tersebut.”

Mahasiswa sebagai Social Engineering

Pendidikan tinggi yang bermutu merupakan pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Berguna bagi masyarakat dalam hal ini perguruan tinggi berperan dalam pengembangan budaya ramah anak di sekolah, pesantren, dan lingkungan sosial. Perguruan tinggi juga berfungsi mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pengembangan perkuliahan diharap responsif terhadap kasus-kasus anak terkini. Setidaknya 2 hal penting inilah yang menjadi harapan KPAI.

“Buatlah cerita WhatsApp yang responsif terhadap kasus-kasus anak terkini. Mahasiswa bisa menjadi social engineering, mahasiswa bisa membangun sinergi dengan lembaga pendidikan dalam memastikan budaya dan iklim pelaksanaan pendidikan sudah ramah anak,” jelas Ai Maryati.

Lembaga pendidikan juga harus berkomitmen dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang ramah anak disertai sarana prasarana yang mendukung. Perlu partisipasi anak dan orang tua dalam penetapan kebijakan. Pendidik dan tenaga kependidikan pun perlu teredukasi dan terlatih mengenai hak-hak anak dan Sekolah Ramah Anak (SRA). (nov)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Seminar-Penanggulangan-Perundungan-Anak-oleh-Bimawa-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-dengan-KPAI-Republik-Indonesia-Foto-Novita.jpg 493 890 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-05-31 12:32:472023-05-31 12:32:47Anak-Anak dalam Lingkar Perundungan

Untuk Apa Self-Harm Kalau Bisa Self-Love?

29/05/2023/4 Comments/in Feature /by Ard

Talkshow Unit Konseling Mahasiswa Bimawa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) bertajuk Self-Harm dan Self-Love dengan pemateri dr. Widea Rossi Desvita, Sp.K.J. (Foto: Istimewa)

Self-harm adalah perilaku menyakiti diri sendiri atau sebagai tindakan seseorang untuk melukai diri sendiri dengan berbagai cara, biasanya dilakukan untuk mengatasi tekanan mental emosional atau upaya menyalurkan rasa sakit emosional. Self-harm adalah kondisi mendesak yang perlu intervensi segera karena merupakan koping maladaptif untuk menghadapi situasi penuh tekanan dan melawan emosi buruk yang dapat mengarah pada ide bunuh diri.

Berhubungan dengan hal ini, dr. Widea Rossi Desvita, Sp.K.J. yang merupakan dosen Fakultas Kedokteran UAD sekaligus dokter spesialis jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul, berkesempatan menjadi pemateri dalam acara Talkshow Unit Konseling Mahasiswa Bidang Pengembangan Karakter dan Kesejahteraan (PKK) Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Mengangkat tema “From Self-Harm to Self-Love”, acara tersebut disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube BIMAWA UAD.

Widea mengawali presentasinya dengan menjelaskan betapa bahayanya tindakan self-harm jika terus-menerus dilakukan. “Kondisi ini merupakan kondisi yang urgen, butuh intervensi karena berbahaya. Bisa jadi awalnya hanya ingin menyakiti tetapi lama-lama bisa muncul ide-ide seperti bunuh diri,” tuturnya.

Bentuk Perilaku Self Harm

Self-harm atau tindakan menyakiti diri sendiri dapat berupa dilakukan dengan berbagai cara. Lazimnya, cara yang dilakukan untuk self-harm dapat berupa cutting (sengaja menyakiti dirinya sendiri) dengan tindakan mengiris diri sendiri, membuat goresan, menyayat atau melukai salah satu bagian tubuhnya dengan benda tajam, seperti pisau, silet, atau potongan kaca. Adapun cara lainnya, seperti membakar, menggigit hingga berdarah, meninju hingga memar, menggores atau menggaruk kulit hingga berdarah, mencabut rambut paksa, membenturkan kepala atau bagian tubuh lainnya ke dinding hingga memar, dan sebagainya.

“Memang yang paling sering datang ke tempat praktik itu adalah yang mengiris-iris tangannya. Namun ada juga yang kemudian dengan api dibakar-bakar karena ia ingin merasakan sensasi panasnya di situ,” jelasnya.

Kelompok Rentan

Secara epidemologi, Indonesia menurut data survei YouGov Omnibus pada Juni tahun 2019 menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga setara dengan 36,9% orang Indonesia pernah melukai diri sendiri dengan sengaja. Dari persentase tersebut, prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok usia 18‒24 tahun. Dalam hal ini remaja ditemukan lebih tinggi terhadap perilaku self-harm.

“Ini sesuai karena memang pasien-pasien saya yang melakukan self-harm ini kebanyakan rentang usianya di antara 18‒24 tahun,” tandasnya.

Menurut Widea, remaja merupakan usia-usia yang masih labil. Anak-anak usia remaja belum memiliki pengalaman menghadapi permasalahan-permasalahan kehidupan. Maka dalam menghadapi masalah yang ada, para remaja cenderung mengambil jalan pintas yang sifatnya sementara, seperti melakukan tindakan self-harm. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal, di antaranya adalah hilangnya figur-figur yang dapat dicontoh, hingga adanya penetrasi muatan-muatan negatif di media sosial.

Selain remaja, ada beberapa orang dengan risiko tinggi yang berkemungkinan besar dapat melakukan self-harm. Mereka adalah lansia, individu dengan fungsi imunitas yang terganggu, dan individu dengan masalah medis, psikiatrik, atau pengguna zat yang sudah ada sebelumnya.

Lantas, Mengapa Seseorang Melakukan Self-Harm?

Ditinjau dari aspek psikologi dan neurobiologi, ada 4 alasan yang mendasari seseorang melakukan tindakan self-harm.

Pertama, self-harm dilakukan untuk mengalihkan perasaan marah, cemas, dan depresi. Efek yang ditimbulkan adalah pelaku self-harm akan merasa hampa dan mati rasa.

Kedua, self-harm dilakukan untuk mengungkapkan rasa sakit yang sulit disampaikan pada orang lain atau justru dengan sengaja menghindari pengungkapan pada orang lain.

Ketiga, pada saat seseorang memendam emosi negatif seperti sedih atau marah, bagian otak yang berfungsi sebagai pusat pertimbangan (prefrontal cortex) dibajak oleh otak insting (amigdala) sehingga menimbulkan tindakan impulsif. Pada saat seseorang mengalami emosi tinggi, amigdala membajak stimulus sebelum sampai ke cortex (prefrontal cortex) sehingga muncul reaksi impulsif dengan mengabaikan logika.

Keempat, pada saat seseorang melukai diri sendiri maka hal tersebut dapat memicu kenaikan endorfin yang memberikan efek kegembiraan dan antinyeri. Selain itu, hormon dopamin juga akan meningkat hingga bisa memberikan efek kegembiraan dan tantangan. Hal inilah yang menyebabkan self-harm dapat bersifat adiksi (nagih) bagi para pelakunya.

Faktor Risiko Self-Harm

Ada beberapa faktor yang memengaruhi seseorang melakukan tindakan self-harm, di antaranya adalah sebagai berikut.

Faktor dari Dalam Individu

Faktor ini berkaitan dengan psikologis dan kepribadian seseorang. Psikologis dapat berupa depresi atau stres. Sedangkan kepribadian dapat berupa rasa kesepian, tingkat kesulitan yang tinggi dalam menanggapi pengalaman negatif, dan rendahnya toleransi dalam menghadapi masalah.

Faktor dari Luar Individu

Faktor ini berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, hingga lingkungan sekitar. Faktor lingkungan dapat berupa tumbuhnya seseorang di dalam keluarga yang kacau, kurangnya kasih sayang orang tua, pernah mengalami kekerasan, komunikasi yang kurang baik, tidak dianggap keberadaannya, merasa diremehkan, adanya tuntutan berlebihan dari orang sekitar, hingga lingkungan pertemanan yang toksik.

Bagaimana Mengatasi Self-Harm?

Self-harm memang dapat menimbulkan efek kecanduan bagi pelakunya. Namun, ada cara-cara yang dapat dilakukan untuk dapat secara bertahap menghilangkan keinginan untuk melakukan self-harm, di antaranya adalah sebagai berikut.

Bicarakan dengan Orang Terdekat

Dalam kondisi seperti ini, pelaku self-harm sangat membutuhkan orang lain. Berceritalah kepada orang yang dapat memberikan rasa nyaman. Bila kesulitan menemukan orangnya, cara lainnya adalah tuliskan atau rekam apa yang sedang dirasakan guna menciptakan efek lega.

Kenali Kondisi Diri

Sangat penting untuk mengenali situasi dan kondisi apa yang memicu seseorang melakukan self-harm. Singkirkan benda tajam atau benda lain yang bisa atau biasa digunakan untuk melukai diri. Bila dorongan self-harm timbul, alihkan perhatian dan keluarlah dari ruangan untuk melihat suasana lain.

“Kita perlu peduli dengan kondisi diri kita. Kalau memang sangat mengancam, hindarilah untuk sendirian, carilah teman, dan menyingkirkan benda-benda yang bisa membahayakan diri kita,” jelas Widea.

Ekspresikan Emosi Negatif dengan Cara Tidak Destruktif

Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan menangis, memukul kasur, membanting bantal, berteriak (bila situasi dan kondisi memungkinkan), merobek-robek dan meremas kertas, serta mengguyur badan dengan air. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengeluarkan emosi negatif supaya bisa terekspresikan tanpa merusak diri.

Carilah Alternatif Pengganti

Alih-alih melakukan self-harm, lakukanlah aktivitas fisik seperti lari-lari kecil di tempat, mencoret-coret apa pun di kertas, menulis, bermain gitar, mendengarkan murotal/musik atau aktivitas relaksasi lainnya.

Segera Cari Bantuan Profesional

“Jangan ragu-ragu untuk mencari bantuan kepada profesional. Kalau sudah tidak sanggup menahan, maka temuilah psikolog klinis atau psikiater,” tuturnya.

Psikolog klinis dan psikiater akan melakukan pemeriksaan psikologi dan psikiatri untuk bisa melakukan pengelolaan secara komprehensif. Bila perlu psikiater akan memberikan psikofarmaka (obat-obatan) untuk memperbaiki neurotransmitter di otak yang berpengaruh pada emosi negatif.

Atasi Self-Harm dengan Self-Love dan Self-Care

Self-love dan self-care memiliki peran penting agar seseorang bisa memelihara hidup yang baik untuk kesehatan fisik dan jiwanya. Self-care memberi ruang untuk “lari” (muhasabah) dari segala rutinitas sehingga seseorang akan mempunyai hubungan yang sehat dengan diri sendiri. Sedangkan, self-love atau mencintai diri sendiri berarti perasaan ikhlas menerima segala hal yang dimiliki. Secara umum, self-love adalah tentang penerimaan diri, penguasaan diri, dan rasa hormat kepada diri sendiri. Hal inilah yang akan menjadi kekuatan dalam melangkah menjalani hidup sehingga kehidupan akan menjadi damai, bahagia, dan bermanfaat.

Menyingkirkan pemikiran untuk melakukan self-harm atau bahkan mengganti tindakan self-harm dengan self-love tentu bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu adanya dukungan dari lingkungan yang kondusif dan suportif. “Prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Artinya, butuh kesadaran bahwa ini perilaku yang merugikan, butuh dukungan dari lingkungan sekitar. Jadi tentu proses itu butuh niat, proses itu butuh waktu, nah waktunya berapa lama? Itu memang bervariasi,” jelas Widea.

Lebih lanjut, momen puasa Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk mulai menerapkan self-love. Puasa diketahui dapat meningkatkan hormon otak, yaitu BDNF (brain derived neurotrophic factor) yang bisa memberikan perlindungan pada otak dari beragam kerusakan dan menjaga kesehatannya. “Karena salah satu efek bagus dari puasa menurut penelitian, ia akan meningkatkan protein yang baik atau BDNF di otak kita di mana BDNF ini akan meningkatkan neuroplastisitas sehingga membuat kita lebih tahan terhadap stres dan membuat otak kita lebih sehat,” tambahnya.

Kepuasan yang didapatkan dengan melakukan self-harm sifatnya hanya sementara. Banyak dari pelaku self-harm yang kemudian menyesali perbuatannya di kemudian hari. Sedangkan self-love dan self-care sifatnya berkepanjangan. Kegiatan ini dapat memunculkan kebiasaan positif baru yang dapat memperbaiki kualitas kehidupan dalam waktu yang lama.

“Maka teman-teman, cintailah diri kita. Tindakan yang merugikan diri sendiri, yang melukai diri sendiri, bukanlah sesuatu hal yang baik untuk bisa digunakan dalam menghadapi ujian kehidupan. Bukan merupakan solusi akhir atau solusi tuntas dari kesulitan akan ujian kehidupan yang kita hadapi. Karena itu, teman-teman untuk bisa mencintai diri sendiri, teruslah belajar karena kehidupan ini adalah pelajaran tanpa akhir. Dengan belajar maka kita akan selalu menaikkan level diri kita, menaikkan level berpikir kita, menaikkan kapasitas, sehingga kita bisa menjadi manusia yang kuat karena kehidupan itu memanglah ujian. Ujian itu tidaklah ada artinya setelah kita belajar bahwa ada suatu tujuan hidup yang sangat luar biasa yang akan kita temukan dan menjadikannya kekuatan untuk kita menjalani hidup ini dengan baik. Menjadi manusia yang baik, menjadi manusia yang berbahagia, dan tentunya menjadi manusia yang bermanfaat,” tutupnya. (Lid)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Talkshow-Unit-Konseling-Mahasiswa-Bimawa-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-dengan-pemateri-dr.-Widea-Rossi-Desvita-Sp.K.J.-Foto-Istimewa.jpg 1080 1919 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-05-29 07:39:032023-05-29 07:39:03Untuk Apa Self-Harm Kalau Bisa Self-Love?

Penyesalan Selalu Datang di Akhir

08/05/2023/in Feature /by Ard

Kajian di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan narasumber Muhammad Sayuti, M.Ed., Ph.D., Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Foto: Istimewa)

Selama ini kita sangat akrab dengan pernyataan bahwa amal itu dilihat dari niatnya, tetapi hal tersebut belumlah cukup. Menurut Muhammad Sayuti, M.Ed., Ph.D., Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam kesempatan ceramah di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, mengatakan bahwa sesungguhnya amal itu juga dilihat dari akhir atau ujungnya. Maksudnya bagaimana?

Suatu fenomena yang sudah melekat di masyarakat jika makin mendekati Hari Raya Idulfitri maka pusat perbelanjaan akan makin ramai. Inilah tantangan bagi umat muslim, apakah di akhir Ramadan makin dekat dengan masjid atau malah semakin dekat dengan mal. Kenikmatan duniawi memang melenakan, sering membuat manusia lupa bahwasanya betapa kesempatan menjumpai Ramadan yang diberikan oleh Allah sungguh berharga.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam ayat Al-Qur’an banyak diulang-ulang tentang penyesalan orang yang sudah meninggal. Kenapa?

“Setiap orang yang sudah wafat itu kecewa, tetapi kecewa dan menyesalnya orang yang sudah sampai ajal sudah berbeda level, tidak seperti kita dulu jika tidak lulus mata kuliah masih bisa mengulang. Sebab, manusia jika sudah ditentukan akhir usianya di dunia maka tidak ada kesempatan untuk mengulang kembali ke dunia,” jelas Ustaz Muhammad Sayuti.

Berkaitan dengan hal tersebut, ia bercerita tentang kisah seorang sahabat Nabi yang selalu salat berjamaah di masjid dan datang jauh lebih awal sebelum waktu salat tiba. Namun, di suatu subuh sahabat Nabi tersebut tidak datang dan ketika Nabi menanyakan keberadaannya kepada para jamaah yang lain tidak ada satu pun yang mengetahuinya.

Singkat cerita, selepas salat Subuh, Nabi ditemani beberapa jamaah lain mengunjungi rumahnya. Ternyata, rumahnya terhitung jauh hingga saat Duha Nabi baru sampai di rumahnya. Saat Nabi mengatakan maksud kedatangannya, alangkah terkejutnya Nabi dan lainnya karena sosok sahabat Nabi yang ia cari baru tadi pagi meninggal dunia.

Kemudian istri sahabat Nabi tersebut berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya ia berteriak 3 kali dengan masing-masing teriakan disertai 1 kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya.”

Rasulullah bertanya, “Apa saja kalimat yang diucapkannya?”. “Di masing-masing teriakannya, ia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak lebih banyak’,” jawab istri sahabat.

“Pertama, ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh’, kalimat tersebut merupakan bentuk penyesalan mengapa rumahnya tidak lebih jauh sehingga pahala yang ia dapatkan jauh lebih besar lagi, karena ia tahu jika 1 langkah menuju masjid dihitung 1 kebaikan oleh Allah, otomatis makin jauh jarak rumah dengan masjid maka makin banyak pahala yang ia dapatkan,” terang Ustaz Muhammad Sayuti.

Kedua, “Aduh, kenapa tidak yang baru”, dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa sahabat Nabi tersebut bersedekah baju bekas pantas pakai kepada tunawisma yang ditemuinya saat menuju masjid. Maka ia menyesal kenapa tidak yang baru dan lebih baik yang ia berikan, tentu pahalanya akan lebih besar.

Ketiga, “Aduh kenapa tidak lebih banyak”, dalam hal ini sahabat Nabi tersebut menyesal mengapa jumlah yang ia sedekahkan tidak lebih banyak lagi.

“Orang meninggal itu muda ya pantas, remaja ya pantas, anak-anak pun juga pantas, apalagi yang tua. Oleh karena itu, mari kita kencangkan ikat pinggang, mari kita manfaatkan sebaik mungkin serta perbanyak sedekah dan yakinlah tidak ada orang yang miskin karena bersedekah. Jangan sampai terjadi penyesalan di akhir hayat,” tuturnya.

Ia juga menegaskan jika bersedekah tidak hanya berbentuk uang, melainkan bisa berupa membersihkan masjid, bekerja, bahkan senyuman pun merupakan bagian dari sedekah. Sangat mudah, bukan? Jadi tinggal konsistensi dalam beramal yang perlu dikuatkan, karena sesungguhnya amal itu dilihat juga dari ujungnya apakah konsisten atau tidak. (SFL).

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Kajian-di-Masjid-Islamic-Center-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-dengan-narasumber-Muhammad-Sayuti-M.Ed_.-Ph.D.-Sekretaris-Pimpinan-Pusat-Muhammadiyah-Foto-Istimewa.jpg 720 1600 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-05-08 08:38:392023-05-08 08:38:39Penyesalan Selalu Datang di Akhir

Kaum Milenial Penentu Peradaban Islam Masa Depan

05/05/2023/in Feature /by Ard

Kajian di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan narasumber Ustaz Drs. H. Anhar Anshori, M.S.I., Ph.D. (Foto: Catur Rohmiasih)

Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan kajian dengan tema “Kaum Milenial sebagai Harapan Penentu Peradaban Islam di Masa Depan”. Tema tersebut dibawakan oleh Ustaz Drs. H. Anhar Anshori, M.S.I., Ph.D.

“Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar milenial? Tentu pikiran kita akan merujuk kepada anak muda yang tidak bisa dipisahkan dari teknologi,” ucap Anhar.

Pertanyaan tersebut disampaikan oleh Anhar yang juga menjabat sebagai Kepala Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) UAD. Jika kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti milenial ialah orang atau generasi yang lahir pada tahun 1980-an dan 1990-an: kehidupan generasi, tidak dapat dilepaskan dari teknologi informasi, terutama internet.

Lekatnya kaum milenial dengan teknologi apakah menjadikan mereka tidak bisa menciptakan peradaban Islam di masa depan? Tentu saja sangat bisa. Namun, sebelum jauh memikirkan hal itu mari kita tengok pemuda di zaman ini. Mereka banyak yang tidak memahami akan syariat yang Allah Swt. turunkan. Malas menjalankan perintah Allah Swt. dan enggan menjalankan sunah Nabi.

Ada 3 upaya yang harus diperbaiki terlebih dulu dari kaum milenial saat ini. Pertama, kaum milenial harus mampu mengupayakan tegaknya tiang agama. Kedua memiliki semangat dan tekad kuat mempelajari syariat Islam. Ketiga, memiliki ilmu pengetahuan yang luas.

Poin pertama harus mampu mengupayakan tegaknya tiang agama. Tiang agama umat Islam ialah salat. Hal ini berdasarkan sebuah hadis Nabi yang berbunyi, “Pangkal atau pokok semua urusan adalah Islam, dan yang menjadi tiang atau penopang tegaknya Islam ialah salat fardu 5 waktu, sedangkan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah.” (H.R. Buhkari dan Muslim).

Lebih lanjut, Anhar menjelaskan, “Ibarat sebuah bangunan yang kokoh lagi megah, tetapi jika tiangnya tidak ada maka ia akan roboh. Begitulah kiranya gambaran seorang yang tidak menegakkan salat. Perkara ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi, ‘Barang siapa yang mendirikan salat maka ia menegakkan agama. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkannya maka ia telah merobohkan agama’.”

Poin kedua memiliki semangat dan tekad kuat mempelajari syariat Islam. Hal ini tidaklah terasa berat bagi seorang muslim karena mempelajari ilmu agama merupakan kewajiban. Sesuai dengan hadis Nabi yang berbunyi, “Mencari ilmu (agama) itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan.” (H.R. Ibnu Abdil Barr). Selain itu dalil yang menunjukkan pentingnya mempelajari syariat Islam terdapat pada Surah Al-Mujaddalah ayat 11. Ayat ini, kurang lebih menceritakan semangat dalam menuntut ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum (dunia) serta berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan melakukan segala perbuatan sesuai dengan perintah Allah Swt.

Poin terakhir, memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Perintah ini terdapat pada Al-Qur’an Surah Al-Alaq ayat 1–5. Di dalamnya terdapat perintah untuk terus mempelajari ilmu pengetahuan dengan membaca. “Barang siapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu.” (H.R. Ahmad). Harapannya, dengan diamalkannya 3 poin yang sudah dijelaskan tadi, nantinya akan terwujud peradaban Islam yang maju dan mencerahkan yang tentunya menyejahterakan seluruh umat Islam dipimpin anak muda milenial saat ini.

“Terakhir pesan saya terkhusus mahasiswa maupun pelajar, belajarlah yang serius, tekun, dan ulet. Jadilah mahasiswa yang amanah. Pergunakan fasilitas yang diberikan orang tua dengan baik dan jujur. Jaga pergaulan sesama teman. Buat perubahan di masyarakat dan tunjukkan bahwa Anda dapat berguna di masyarakat dengan ilmu yang sudah didapat di bangku perkuliahan.” tutupnya. (ctr)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Kajian-di-Masjid-Islamic-Center-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-dengan-narasumber-Ustaz-Drs.-H.-Anhar-Anshori-M.S.I.-Ph.D..jpg 768 1366 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-05-05 08:10:112023-05-05 08:10:11Kaum Milenial Penentu Peradaban Islam Masa Depan

Risalah “Islam Berkemajuan” Muhammadiyah

03/05/2023/in Feature /by Ard

Prof. Dr. Amin Abdullah, M.A. narasumber pengajian PWM DIY di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan tajuk “Islam Berkemajuan” (Foto: Humas dan Protokol UAD)

Prof. Dr. Amin Abdullah, M.A. didapuk menjadi narasumber dalam acara Pengajian Ramadan 1444 Hijriyah hari ketiga yang diinisiasi oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta. Acara ini bertempat di Ruang Amphitarium Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Minggu, 2 April 2023. Amin menyampaikan topik “Islam Berkemajuan dan Fresh Ijtihad dan Tajdid (Pendekatan Burhani, Bayani, dan Irfani)” sebagai ceramah penutup dari rangkaian kegiatan Pengajian Ramadhan 1444 H tersebut.

Ia mengawali ceramah dengan menganalogikan agama sebagai sebuah rumah. Dalam kehidupan, rumah merupakan tempat yang penting untuk tumbuh kembang umat manusia. Apabila rumah dilengkapi dengan ventilasi, tentunya sang penghuni akan dapat menghirup udara luar dan hidup sehat. Namun, apabila rumah sebagai tempat tinggal dibuat tertutup, maka sang penghuni akan merasa terkungkung, sakit, bahkan merasa tidak betah tinggal di rumah. “Bayangkan bapak-ibu kita punya rumah tanpa ventilasi. Sangat berat untuk kesehatan kita sendiri. Kita harus membuka ventilasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengutip Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d ayat 13. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan Islam sebagai rumah saat ini perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman supaya mencapai Islam Berkemajuan. Maka, Muhammadiyah menawarkan pembaruan,” tuturnya.

Islam Berkemajuan

Masyarakat Islam sebagai kekuatan masyarakat madani menjunjung tinggi kemajemukan agama dan kesetaraan seluruh elemen kehidupan. Dalam perspektif Muhammadiyah, Islam merupakan agama yang berkemajuan, yang kehadirannya membawa rahmat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini senada dengan istilah “Islam Berkemajuan” yang beberapa waktu lalu digelorakan pada Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta.

Islam yang berkemajuan berarti Islam yang memancarkan pencerahan bagi kehidupan, termasuk dalam ranah emansipasi dan humanisasi. Secara ideologis, Islam yang berkemajuan merupakan aktualisasi dari perluasan pandangan keagamaan melalui dakwah dan tajdid yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi tetap menerapkan kontak kekinian dan proyeksi masa depan. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan ijtihad di tengah tantangan kompleksitas kehidupan modern abad ke-21 guna menghadirkan Islam sebagai ajaran yang adaptif, responsif dan implementatif terhadap problematika kemanusiaan, serta bisa membawa kemajuan bagi peradaban umat manusia.

Bukti nyata implementasi dari Islam Berkemajuan telah secara bertahap diwujudkan Muhammadiyah dalam berbagai praktik pranata-pranata modern. Di antaranya melalui amal usaha di berbagai bidang yang unggul seperti pendidikan, sosial, kesehatan, pemberdayaan, ekonomi, dan dakwah komunitas yang membuana di berbagai lapisan masyarakat.

Tipe-Tipe Perubahan

Dalam ceramahnya, Amin menyampaikan bahwa saat ini Muhammadiyah menghadapi 2 tipe perubahan. Pertama, perubahan disruptif yakni perubahan yang dimulai dari Masa Reformasi 1998 di mana praktiknya masih ada hingga saat ini yang kemudian membentuk oligarki besar-besaran di Indonesia. Lebih lanjut, Reformasi Politik 1998 memberi ruang lebih luas untuk kemerdekaan menyampaikan pendapat dalam hal apa pun termasuk ideologi sebagai identitas agama. Hadirnya berbagai macam ideologi berbasis Islam yang kemudian mengubah bentuk menjadi partai-partai politik, organisasi masyarakat sipil, gerakan budaya, gaya hidup urban, dan hiburan.

Selanjutnya, fenomena conservative turn (belok ke arah konservatif) yang merupakan fenomena terkait pemahaman dan praktik agama konservatif yang berpegang secara ketat pada kitab suci atau pada ajaran, ortodoksi, dan tradisi yang dianggap sebagai hal yang paling benar. Gejala konservatisme adalah situasi yang terfasilitasi melalui berbagai kesempatan, seperti adanya internet, media massa, media sosial, rumah ibadah, sekolah, dan ruang publik lain yang kerap menjadi sarana untuk diseminasi ide-ide konservatif yang berakibat pada pembentukan identitas Islam.

Sebagai contoh adalah penggunaan aplikasi WhatsApp dan Telegram yang menyediakan ruang bagi kelompok-kelompok pro-ekstremis pendukung Islamic State (IS) untuk menyebarluaskan dan mempropagandakan pesan-pesan serta memperkuat jaringan komunikasi. Dengan kata lain, kehadiran internet dan ruang publik baru memberi jalan lapang bagi paham keagamaan konservatif yang mengglobal untuk sampai ke orang-orang dan organisasi Islam yang ada di Indonesia. Fenomena ini terbilang sangat kompleks karena mengombinasikan unsur keagamaan dengan unsur ideologi, ekonomi, hingga politik. Hal ini merupakan ancaman nyata bagi otoritas keagamaan karena cukup berbahaya jika diadopsi oleh masyarakat Indonesia yang heterogen karena berpotensi memicu adanya perpecahan.

Apa Itu Fresh Ijtihad?

Ijtihad berasal dari lafal Ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti bersungguh-sungguh atau berusaha keras. Ijtihad dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadis menggunakan akal pikiran yang sehat dan jernih. Istilah ijtihad tampaknya sudah familiar di telinga umat muslim, tetapi implementasinya saat ini masih terkesan samar-samar terlihat. “Ijtihad dalam Islam dan Muhammadiyah perlu disegarkan lagi,” tandas Amin.

Al Azhar baru-baru ini dikabarkan mendirikan pusat tarjih sebagai tajdid pemikiran guna menafikan metodologi dalam memahami Islam. Sedangkan Muhammadiyah telah berkutat dengan hal serupa sejak lebih dari 100 tahun lalu sehingga menjadikan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang visioner. Namun, stagnasi metodologis dalam memahami Islam masih jauh dari kata maju mengingat persoalan-persoalan yang kompleks saat ini perlu solusi yang lebih inovatif.

Amin menjelaskan bahwa Muhammadiyah saat ini belum cukup inovatif dalam merespons perkembangan zaman. Menurutnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan warga persyarikatan untuk menghadapi tuntutan zaman yang kompleks di bidang pendidikan, khususnya bagi anak-anak muda yang akan mengemban Muhammadiyah di masa yang akan datang. Hal-hal tersebut meliputi pentingnya mengasah kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah, mempertajam intuisi, meningkatkan keterampilan kreatif, memperkuat pendidikan karakter, dan memantapkan kepemimpinan.

Tajdid: Pembaruan Pemikiran Islam

Perubahan sosial di Indonesia dari waktu ke waktu berlangsung masif, terutama perubahan pada tren keagamaan. Agama memang bersifat Ilahi, tetapi interpretasi terhadap agama melibatkan manusia dan alam serta dunia sosial sekitarnya.

Islam mengenal adanya istilah tajdid dalam kehidupan beragama. Dikutip dari buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan karya Dr. Haedar Nashir, tajdid bermakna pembaruan. Istilah tajdid berkembang di kalangan Muhammadiyah sebagai suatu gerakan pembaruan. Sebagai organisasi Islam, Muhammadiyah membawa gerakan dakwah dan tajdid dalam perkembangannya. “Muhammadiyah dengan tajdid harus bisa mempersembahkan sesuatu yang baru,” kata Amin.

“Islam” dan “Pemikiran atau Penafsiran Islam” dalam Islam Berkemajuan

Agama atau wahyu selalu bersifat pasif, sedangkan ilmu pengetahuan agama sifatnya relatif. Agama sering dikatakan sempurna dan komprehensif, berbeda dengan ilmu pengetahuan yang bebas dan sering kontradiktif. Hal ini sejalan dengan pandangan Islam Berkemajuan yang merupakan karakter keislaman Muhammadiyah yang secara tidak langsung menjelaskan bahwa pemahaman “Islam” sebagai “agama” harus bisa dibedakan dengan “pemikiran atau penafsiran Islam”. Jika dibandingkan, “Islam” sebagai agama merupakan sistem kepercayaan yang paten, sedangkan “pemikiran atau penafsiran Islam” cenderung terkoneksi dengan ilmu pengetahuan yang bersifat dinamis.

Istilah dan konsep “Islam Berkemajuan” yang dikembangkan Muhammadiyah merupakan suatu “pandangan keagamaan” yang digunakan sebagai pedoman warga persyarikatan untuk dapat menjalankan dakwah dengan kontak kekinian sebagai bingkai pemikiran Muhammadiyah dalam memasuki zaman yang kompleks. Dengan demikian, pemikiran atau penafsiran Islam harus selalu dikembangkan guna menghidupkan spirit pembaruan akan kemajuan peradaban umat Islam.

Permasalahan Manhaj dan Pentingnya Tajdidu Al-Manhaj

Istilah manhaj tentu bukan lagi istilah baru dalam Islam. Secara etimologi, manhaj berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti jalan yang jelas dan terang. Adapun secara istilah, adalah sebuah metode yang berisi kumpulan kaidah-kaidah dan batasan-batasan untuk memahami agama. Manhaj dapat diartikan sebagai keyakinan yang dianut oleh umat yang akan membimbing bagaimana seseorang beribadah. Namun, tidak semua manhaj dalam Islam sesuai dengan apa yang diajarkan Rasul. Beberapa di antaranya bahkan terkesan sangat jauh dari apa yang diajarkan Rasulullah saw. Para ulama mengatakan bahwa saat ini ada 6 tren pemikiran muslim kontemporer yang mempunyai manhaj yang berbeda-beda, yakni: The Legalist-Traditionalist (fuquha, mutakallimun), The Theological Puritans (skriptualis), The Political Islamist (penggerak banyaknya partai politik muslim), The Islamist Extremist (kelompok teroris), The Secular Muslim (bangsa-bangsa Eropa), dan The Progressive Ijtihadists (penggerak pembaruan Islam).

Perbedaan manhaj dalam Islam merupakan sesuatu yang wajar, tetapi perbedaan ini juga kerap memicu kesalahpahaman. Manhaj yang sama, terkadang menghasilkan hukum yang berbeda. Hal ini sangat mungkin terjadi dalam masalah furu’iyyah (cabang agama), baik dalam hal akidah maupun fikih.

Menanggapi hal ini, Amin menuturkan bahwa Muhammadiyah perlu menerapkan pembaruan dalam metode-metode yang digunakan dalam dakwah. Lantas, bagaimana mengetahui relevansi dari metode-metode yang digunakan?

Amin menyebutkan ada 5 hal yang harus diperhatikan sebelum menerapkan metode-metode tertentu dalam berdakwah. Pertama, cari tahu kelengkapan data dan referensi penelitian terdahulu. Kedua, periksa kembali kualitas bahan bacaan atau literatur yang digunakan. Ketiga, cermati cross-reference yang digunakan untuk mengukur seberapa luas extra religious knowledge yang digunakan. Keempat, ketahui disiplin ilmu mana yang digunakan guna melihat interpenetrasi pemanfaatan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan acuan. Terakhir, periksa kembali kesahihan metode pengambilan kesimpulan, opini, pendapat, dan pandangan keagamaan yang diterapkan.

Checklists Tajdidu Al-Manhaj dalam Islam Berkemajuan

Islam Berkemajuan menurut Amin bisa diwujudkan dengan beberapa checklists, di antaranya: nilai, visi peradaban, strategi keilmuan, dan pembaruan manhaj. Nilai mengacu pada penerapan konsep tauhid dalam setiap aspek kehidupan dengan konsep al-Qiyam al-Asasiyyah (menitikberatkan pada nilai-nilai dasar seperti kemanusiaan, kesetaraan, hingga keselamatan). Sebagai contoh, umat Islam harus bisa berempati dan bersimpati terhadap penganut mazhab dan agama yang berbeda, tanpa kehilangan keyakinan agamanya.

Selanjutnya, visi peradaban harus mengacu pada dua hal, yakni: visi fikih peradaban yang berfokus pada penetrasi hukum-hukum Islam yang dinamis-dialektis dan/atau tidak statis, serta visi peradaban modern yang berfokus pada pendidikan dan kesejahteraan. Poin ini mengacu pada rekonstruksi potret Islam yang sering digambarkan tertutup, egois, sektarian, dan bersumbu pendek menjadi Islam yang bersifat fundamental dan tidak kaku.

Muhammadiyah merupakan gerakan berbasis ilmu pengetahuan. Namun, perubahan saat ini tidaklah mudah diprediksi. Maka, checklist ketiga yang berkaitan dengan etos dan strategi keilmuan berarti Muhammadiyah harus mampu mengawinkan antara ilmu pengetahuan dan kemanusiaan dengan cara-cara yang mudah diterima masyarakat. Dalam hal ini Amin mengambil contoh Bani Abbasiyah yang secara historis telah menjadi ikon suksesnya peradaban Islam di dunia. “Kita harus berpikiran terbuka seperti Bani Abbasiyah agar mampu menghasilkan inovasi-inovasi kelas dunia,” jelasnya.

Terakhir, pembaruan manhaj harus menjadi salah satu tujuan utama Muhammadiyah dalam berdakwah. Islam sebagai agama akan selalu pasif, tetapi pemikiran, penafsiran, serta metode Islam harus terus berkembang. Saat ini, warga Persyarikatan Muhammadiyah dalam menerapkan fresh ijtihad tidak boleh hanya mendengarkan tetapi juga harus bisa saling mengingatkan dan mengkritik. Caranya adalah dengan menerapkan pendekatan bayani (ilmu pengetahuan), burhani (akal pikiran), dan irfani (kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin).

Bayani menitikberatkan pada tafsir, hadis, dan fikih yang digunakan untuk memecahkan masalah ibadah mahdhah (khusus). Selain itu, burhani mengacu pada sistem pengetahuan yang berbasis pada akal (al-‘aql) dan empirisme (al-tajribah) yang digunakan untuk memberikan dinamika kepada pemikiran tarjih (pemikiran keislaman) pada ibadah ghairu mahdhah (umum). Sedangkan irfani bermuara pada kepekaan nurani setiap umat manusia dalam menginsafi berbagai masalah dan keputusan yang diambil. Salah satu contoh nyatanya adalah melek dalam bermedia sosial sebagai salah satu media dakwah paling efektif abadi ini dengan mempertimbangkan setiap pendekatan. “Kita saat ini harus ramah kepada media sosial. Apalagi generasi boomers harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” tutupnya. (Lid)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prof.-Dr.-Amin-Abdullah-M.A.-narasumber-pengajian-PWM-DIY-di-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-Humas-dan-Protokol-UAD.jpg 1200 1800 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-05-03 08:16:462023-05-03 08:16:46Risalah "Islam Berkemajuan" Muhammadiyah

Puasa dan Pendidikan Anak

28/04/2023/in Feature /by Ard

Kajian Dhuha “Puasa dan Pendidikan Anak” Masjid Islamic Center UAD dengan narasumber H. Muhammad Jamaludin Ahmad, S.Psi. (Foto: Istimewa)

Ada 3 hal penting yang termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah: 183. Pertama, modal puasa adalah iman, karena yang dipanggil dalam ayat tersebut hanyalah orang-orang yang beriman. Kedua, puasa sebagai proses, yaitu ditempa oleh Allah dalam sebuah madrasah Ramadan agar kemudian bisa menjadi orang yang bertakwa. Ketiga, orang yang bertakwa sebagai hasil. Salah satu makna yang dapat diambil dari kata takwa adalah pengendalian diri. Jadi, inti dari puasa adalah menempa diri agar mampu menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah dan mampu melaksanakan perintah-perintah Allah yang dalam konteks Ramadan adalah amaliah Ramadan serta seluruh amal yang menyertainya. Pengendalian diri ini merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan.

Itulah pemaparan pembuka yang disampaikan oleh H. Muhammad Jamaludin Ahmad, S.Psi., Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Kajian Dhuha yang dilaksanakan secara luring di lantai 2 Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube pada Sabtu, 10 Ramadan 1444 H/1 April 2023.

Jamaludin Ahmad menuturkan, “Indikator orang yang berhasil puasanya dalam perspektif psikologi adalah orang yang dengan puasanya makin mampu mengendalikan diri. Oleh karena itu, untuk mampu mengendalikan diri butuh sebuah proses berlatih yakni membiasakan nilai-nilai baik untuk dijalankan dan menjauhi nilai-nilai yang dilarang. Sebab terbiasa berproses tersebut maka ia akan mampu mengendalikan dirinya dengan baik.”

Ia menambahkan, “Dalam dunia psikologi pengendalian diri itu menjadi ciri utama seseorang sehat jiwanya atau tidak. Jika seseorang tidak dapat mengendalikan dirinya, maka ia akan mengalami gangguan atau penyimpangan kepribadian. Orang yang berpuasa akan mendapat pahala, hikmah dan manfaat, serta dampak semakin sehat jiwanya, emosi maupun psikologinya.”

Puasa Ramadan Merupakan Model Pendidikan Keluarga

Puasa Ramadan menjadi salah satu model pendidikan keluarga yang patut dioptimalkan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Ibadah puasa memberikan edukasi positif bagi sikap keberagamaan (religiusitas) anak di bawah bimbingan dan keteladanan orang tua, serta dukungan masyarakat lingkungannya.

Salat dan Puasa Harus Dilatih Sejak Dini

Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Awlad menjelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan orang tua untuk mendidik anaknya mendirikan salat sejak usia 7 tahun. Melalui perintah salat ini dapat disamakan dengan puasa. Mari latih anak-anak secara bertahap untuk melakukan puasa jika mereka kuat.

Hikmah Puasa

Adapun hikmah puasa berdasarkan Q.S. Al-Baqarah ayat 183‒188 yaitu orang beriman diproses meningkatkan kualitas imannya menjadi insan yang bertakwa. Puasa juga mendatangkan banyak manfaat dan kebaikan, menjadikan orang yang berpuasa lebih tambah rasa syukurnya kepada Allah, menjadikan manusia selalu berada pada jalan kebenaran/Islam, menjadi lebih bertakwa kepada Allah, dan menjadikan manusia tidak mau mencuri maupun berbuat curang.

Nilai-Nilai Penting dalam Puasa

Nilai-nilai penting dalam puasa yang dapat ditemui dan pelajari yaitu iman, proses latihan penempaan, disiplin, motif dan motivasi, rasa syukur, empati, literasi, mengelola emosi, dan lain sebagainya.

Puasa untuk Pendidikan Anak

Adapun untuk pendidikan anak, puasa juga dapat melatih dalam banyak bidang. Di antaranya sebagai berikut.

1. Pendidikan Akidah

Saat berpuasa mereka akan merasakan bahwa Allah senantiasa mengawasinya sehingga tidak berani makan dan minum meski ia bisa bersembunyi dari penglihatan orang tua, saudara maupun teman-temannya. Inilah pendidikan akidah yang fundamental, tidak sekadar meyakini keberadaan Allah tetapi juga teraplikasi dalam perilakunya.

2. Pendidikan Ibadah

Tidak hanya melaksanakan ibadah puasa saja, tetapi sejumlah ibadah lain juga dibiasakan dengan melibatkan keluarga secara bersama seperti salat fardu jamaah, Tarawih, zikir, tadarus, berinfak, dan zakat fitrah. Pembiasaan ibadah ini efektif dilakukan untuk mendidik anak agar menjadi hamba yang saleh.

3. Pendidikan Akhlak

Berbagai macam akhlak mulia ditanamkan dan dibiasakan saat berpuasa kepada anak seperti disiplin, jujur, sabar, berkata santun, tolong menolong, dan menghargai orang lain. Selama puasa anak dituntun menjauhi perilaku buruk. Sabda Nabi Muhammad saw., “Sesungguhnya menggunjing dan berdusta merusak puasa.” (H.R. At-Tirmidzi).

4. Pendidikan Psikologi/Emosi

Ketika puasa umat Islam dianjurkan untuk tidak marah, tidak mudah tersinggung, dan dilarang bertengkar atau berkelahi. Orang yang berpuasa dididik untuk memiliki kepribadian yang baik, peduli, dan berempati pada orang lain.

5. Pendidikan Komunikasi

Ketika orang sedang menjalankan puasa Ramadan, ia dilarang untuk bicara kotor dan bicara yang tidak ada gunanya. Ia diperintahkan untuk bicara yang baik, mulia dan bermakna akan mendatangkan pahala, manfaat, serta menguatkan silaturahmi dan ukhuwah.

6. Pendidikan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Takwa bermakna menjaga atau memelihara diri dari yang dilarang Allah serta dari segala hal yang membahayakan dan menghancurkan keimanan maupun keislaman setiap diri manusia. Ketakwaan tidak akan terwujud pada orang yang berpuasa tetapi tidak peduli untuk berdakwah amar ma’ruf nahi munkar kepada dirinya, keluarganya, maupun orang lain.

“Puncak orang yang berpuasa tidak akan melakukan kemungkaran. Melalui puasa Ramadan, anak-anak sejak dini dididik untuk mengetahui mana yang baik dan buruk, salah dan benar, serta mudharat dan manfaatnya,” terang Jamal.

Sementara itu, terdapat 5 kecerdasan sesuai dengan 5 wahyu Allah yang turun awal yaitu intelektual/akal, emosional/psikologis, spiritual/ruhiyah, sosial/akhlak, dan ideologi/akidah. Kelimanya perlu ditanamkan kepada anak-anak. (zhr)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Kajian-Dhuha-Puasa-dan-Pendidikan-Anak-Masjid-Islamic-Center-UAD-dengan-narasumber-H.-Muhammad-Jamaludin-Ahmad-S.Psi_.-Foto-Istimewa.jpg 719 1363 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-04-28 08:09:042023-04-28 08:09:04Puasa dan Pendidikan Anak

Seperti Apa Sifat Ikhlas?

23/04/2023/in Feature /by Ard

Kajian Buka Puasa Masjid IC Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan narasumber Ustaz Budi Jaya Putra, S.Th.I., M.H. membahas tentang sifat ikhlas (Foto: Catur Rohmiasih)

Kajian Jelang Buka Puasa yang berlangsung di Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjadi agenda rutin selama bulan Ramadan. Pada Senin, 27 Maret 2023, Ustaz Budi Jaya Putra, S.Th.I., M.H. selaku pembicara membahas tentang sifat ikhlas.

“Bersikap ikhlas dapat dikatakan seseorang yang memiliki bersih hati, tulus perbuatan tanpa pamrih dan pujian manusia. Sedangkan secara etimologi, ikhlas adalah sesuatu yang murni tidak tercampur dengan apa pun,” buka Ustaz Budi.

“Menjadikan segala amalan yang diperbuat hanya untuk Allah, tanpa pamrih, dan mengharap pujian manusia, adalah pengertian ikhlas secara sederhana. Engkau tidak mencari rida selain dari Allah sebagai saksi dan pemberi ganjaran atas amalmu,” lanjutnya.

Salah satu contoh perilaku ketidakikhlasan dalam kehidupan sehari-hari ialah perasaan selalu ingin dilihat dalam melakukan kebaikan. Contoh sederhananya ketika seorang beribadah hanya ingin dipuji dan disanjung sebagai seorang yang alim. Contoh lain bersedekah hanya ingin dijuluki dermawan, dan masih banyak lainnya.

Al-Qur’an surah Al-Bayyinah ayat 5 yang berarti, “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang benar”. Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya seorang muslim memiliki sifat ikhlas dalam diri. Ikhlas beribadah yang di dalamnya menyangkut iman dan amal saleh seseorang.

“Jadi, melakukan segala amal kebaikan secara ikhlas itu penting. Pentingnya keikhlasan dalam sebuah perbuatan hendaknya diiringi pula dengan niat yang lurus. Karena dalam satu hadis dikatakan bahwa dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda, ‘Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang diniatkan. Jika keikhlasan dan hati yang berniat selalu tertanam dalam hati setiap orang beriman, niscaya tidak akan ada rasa kekecewaan sedikit pun. Karena dalam Islam tidak dianjurkan kecewa secara berlebihan apa pun masalahnya. Kecewalah dengan sewajarnya saja’.”

Perlu diketahui bahwasanya niat itu adalah maksud dan tujuan. Seseorang bisa dikatakan niat maka ia akan mengusahakannya. Niat bukan pula sekadar ucapan yang hanya di lisan saja melainkan harus dibarengi dengan usaha berpikir bagaimana dengan niat yang dimiliki bisa mendapatkan keberkahan. Seorang ulama besar bernama Fudhail bin Iyadh pernah berkata: meninggalkan amal karena manusia itu riya, beramal karena manusia itu syirik.

Budi menjelaskan lebih lanjut tanda orang beriman yang memiliki keikhlasan, di antaranya tidak ada bedanya seseorang ketika dipuji dan dicela, tidak menghiraukan pandangan dan penilaian dari manusia, keikhlasan merupakan benteng pertahanan seorang yang beriman. Dengan memiliki sifat ikhlas dan niat yang lurus maka hati kita akan senantiasa tenteram, damai, dan bahagia.

Terakhir, pada ceramahnya Budi mengutip perkataan seorang imam besar yaitu Imam Al Ghazali. Semua orang akan celaka kecuali orang yang berilmu dan semua orang yang berilmu akan celaka pula kecuali orang yang mengamalkan ilmu, semua orang yang mengamalkan ilmunya celaka kecuali orang yang ikhlas. Sungguh betapa beruntung seseorang memiliki sifat ikhlas yang tentu dirinya akan terhindar dari celaka yang sudah telah Allah tetapkan.

Setidaknya, ada 3 hal yang membuat setan menang dari manusia dan menghilangkan keikhlasan dalam diri manusia ketika beramal saleh. Pertama, menganggap dirinya lebih baik dari orang lain atau menganggap rendah orang lain. Kedua, merasa amal saleh yang dikerjakan sudah banyak. Ketiga, ketika seorang hamba lupa akan dosa-dosanya yang telah diperbuat. Semoga kita terhindar dari sifat ketidakikhlasan. (ctr)

uad.ac.id

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/Kajian-Buka-Puasa-Masjid-IC-Universitas-Ahmad-Dahlan-UAD-dengan-narasumber-Ustaz-Budi-Jaya-Putra-S.Th_.I.-M.H.-Foto-Catur-Rohmiasih.png 768 1366 Ard https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Ard2023-04-23 07:02:452023-04-23 07:02:45Seperti Apa Sifat Ikhlas?
Page 37 of 70«‹3536373839›»

TERKINI

  • BSDM UAD Gelar Pelatihan Kesehatan Mental untuk Tenaga Kependidikan08/09/2025
  • PPK Ormawa HMTI UAD Bangun Green House Mangrove di Kalurahan Srigading08/09/2025
  • PLP UAD: Wadah Mahasiswa Implementasikan Empat Kompetensi Utama Guru08/09/2025
  • Sehat bersama KKN Universitas Ahmad Dahlan08/09/2025
  • Dari KKN UAD Menuju Demangan Sehat08/09/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa UAD Raih Juara Harapan III Kompetisi Artikel Ilmiah Tingkat Nasional 202528/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara Harapan I di National Economic Business Competition 202527/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Penghargaan Karya Jurnalistik Terbaik Pers Mahasiswa 2025 dari AJI Indonesia25/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara II Lomba Pengabdian Masyarakat Tingkat Nasional pada ASLAMA PTMA 202519/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara II di Ajang AILEC 202519/08/2025

FEATURE

  • Mahkamah Konstitusi sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman dalam Melindungi Hak Asasi Manusia08/09/2025
  • Konseling Harapan bagi Keluarga dan Remaja05/09/2025
  • Potensi Minyak Atsiri Bunga Cengkeh untuk Obat Antiinflamasi04/09/2025
  • Psikologi Komunitas Kelompok Rentan03/09/2025
  • Konsep Strategi Ilmiah dalam Pengelolaan Sampah DIY03/09/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top