Kerja sama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dan Prince Songhla University (PSU) Thailand dari tahun ke tahun terus ditingkatkan. Baik kerja sama penelitian, seminar internasional, student mobility, ataupun yang terbaru adalah pengiriman mahasiswa S2 Farmasi UAD untuk Praktik Kerja (PK) di PSU.
Untuk pengiriman wakil UAD ke PSU, sebelumnya telah dilakukan seleksi yang terdiri atas dua materi, yakni kefarmasian dan kemampuan berbahasa Inggris. Kemudian pengumuman lolos seleksi dilakukan pada 15 Mei 2014. Adalah Noverda Ayuchecaria dan Lalu Muhammad Irham menjadi, dua mahasiswa Farmasi Klinis yang beruntung untuk mengikuti PK di PSU Thailand. PK ini dilaksanakan sejak 1 November 2014 sampai 6 minggu ke depan di bagian Internal Medicine di Songklanagarind Hospital.
Di sela-sela kesibukannya yang luar biasa karena harus PK dari pagi hingga malam, Noverda masih sempat berbagi cerita melalui email yang dikirim kepada Dr. Dyah Aryani Perwitasari selaku Dekan Farmasi dan Dr. Laela Hayu Nurani selaku Kaprodi S2 Farmasi.
“Secara garis besar, tugas kami sebagai ward pharmacist (farmasi bangsal) sama dengan kegiatan di Indonesia, yaitu mengkaji Drug Related Problem (DRP). Namun sistemnya berbeda. Di PSU lebih terasa bahwa kami adalah “tim” yang dilibatkan. Sebab, di setiap ward dibentuk dua tim yang terdiri atas dokter (spesialis, Dokter Muda, Pendidikan Dokter Spesialis, dan farmasis) serta mahasiswa yang ikut bersama mereka melakukan tugas, seperti ward pharmacist.”
Noverda menambahkan bahwa keunggulan PK di PSU adalah sistem medical record dan peresepan sudah secara elektronik. “Kami diberi akun untuk membuka program di laptop atau komputer sehingga dapat melihat progres pasien dari A−Z, hingga waktu pemberian obat, hasil lab, output harga obat, dan lain-lain, di dalam elektronik askes tersebut. Hal ini yang kemudian menghindari kesalahan baca rekam medis (RM).”
Lebih lanjut, Noverda menceritrakan tentang kendala yang dihadapi selama PK di PSU Thailand. “Kendala yang kami hadapi hanya sebatas bahasa dan ada beberapa ketikan di MR pasien yang menggunakan huruf serta tulisan Thai. Namun, sekitar 70% sisanya sudah menggunakan bahasa Inggris. Hal itu bisa diatasi karena kami ditemani farmasia residen (yang mempunyai tanggung jawab di bangsal) dan mahasiswi program Ph.D. (S3) yang membantu dalam membaca tulisan Thai dan berkomunikasi dengan pasien. Untuk bertemu dan berdikusi dengan Dr. Thitima, biasanya dilakukan sore saat diskusi residen. Setiap Jumat, kami diperkenankan mengikuti jurnal class untuk bedah jurnal-jurnal baru bersama Dr. Thitima, serta melakukan telephone confference dengan doktor dari Chiang Mai. Kemarin, kami sudah melakukan bedah jurnal dengan Doktor May, seorang epidemiologis farmasi dari Chiang Mai (via skype).”
Semoga informasi dari kegiatan PK tersebut bermanfaat, khususnya bagi dosen dan mahasiswa Farmasi UAD, dan mendapat perhatian dari pemerintah pada umumnya. Harapannya, program magang maupun PK serta kerja sama lainnya, dapat lebih ditingkatkan untuk kemajuan pendidikan di UAD maupun Indonesia.(Doc)