Mendiknas : Tugas Paling Penting adalah Membangun Mindset (Pola Fikir)
Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA, selaku Menteri Pendidikan Nasional RI menyampaikan Pidato Ilmiah pada acara puncak Milad ke-50 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Indonesia tanggal 18 Desember 2010 bertempat di Auditorium Kampus I UAD Jl. Kapas No. 9 Yogyakarta. Dalam acara yang dihadiri karyawan, dosen dan perwakilan mahasiswa UAD tersebut di semarakkan dengan penyerahan Sertifikasi ISO 9001:2008 dan IWA2:2007 serta Pidato Tahunan Rektor UAD.
Dalam awal pidato ilmiahnya Mendiknas RI menyampaikan bahwa perlunya integritas moral dalam perjuangan mengelola lembaga pendidikan. Apalagi dalam pengelolaan tersebut terkadang menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat antar sesama pengelola (yayasan). Jadi, masing-masing pihak harus dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari siapapun. Beliau mengisahkan sebuah cerita sederhana tentang pentani durian dan seorang pencuri (maling). Integrasi moral mengandung dua unsur. Pertama, unsur transpendensi yang disimbolkan dengan kata insya Allah (segala sesuatu terkait dengan Yang Maha Kuasa). Kedua, unsur ikhtiar yaitu perlu usaha dan kerja keras dalam mencapai sesuatu. Kedua unsur tersebut merupakan paket dalam integritas moral yang harus terus dikembangkan.
Mendiknas RI kemudian melanjutkan bahwa sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jumlah penduduk di atas 200 juta orang harus bersyukur, karena di dunia hanya ada 4 negara yang penduduknya di atas 200 juta dan salah satunya adalah Indonesia. Sebuah potensi yang harus disyukuri dalam hal demographic defident karena dapat menghasilkan generasi-generasi produktif di masa mendatang. Generasi-generasi produktif tersebut akan menjadi kekuatan yang luar biasa jika memenuhi dua syarat. Pertama harus pintar, yaitu dalam seluruh aspek intelektualitas dan kedua harus sehat, dalam aspek kesehatan yaitu sehat jasmani dan rohani. Dengan dua syarat tersebut bangsa Indonesia diharapkan mampu menjadi bangsa yang dapat bersaing di tingkat Internasional.
Dalam hubungannya dengan Muhammadiyah, Mendiknas RI menyampaikan bahwa Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia telah meletakkan dasar-dasar yang kuat. Dasar-dasar tersebut terkandung dalam dua hal, pertama kesehatan yang diwujudkan dengan rumah sakit dan pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Kedua hal tersebut merupakan permasalahan yang tidak ada habisnya hingga kapanpun. Untuk itu, UAD punya peran yang besar dalam kedua hal tersebut yaitu mencerdaskan dan menyehatkan.
UAD dalam usia yang sudah mencapai 50 tahun ini, telah mampu meberikan secercah harapan dan pencerahan dengan berbagai program dan prestasi yang telah diraih. Hal tersebut harus tetap dipertahankan dan ditingkat, karena jika bangsa Indonesia mampu demikian, maka akan menjadi bangsa yang luar biasa di masa mendatang sebagaimana banyak pihak yang telah memprediksikan (meramalkan) hal tersebut, terbukti dengan dimasukkannya Indonesia dalam anggota G20.
Peran paling penting yang dapat dilakukan UAD dalam membangun bangsa adalah membangun pola fikir (mindset) yang terdiri dari lima tingkatan. Pertama, pola fikir yang didasari pada disiplin ilmu tertentu. Permasalahannya adalah tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan salah satu disiplin ilmu saja. Oleh karena itu, harus dikembangkan pola fikir kedua, yaitu mensintesiskan disiplin ilmu atau Ijma dari berbagai disiplin ilmu. Permasalahan berikutnya adalah terkadang persoalan yang dihadapi tidak ditemukan dalam disiplin ilmu yang ada, sehingga dibutuhkan pola fikir ketiga yaitu pola fikir kreatif (Ijtihad). Hal-hal yang baik/positif tetap dipertahankan dan mengambil hal-hal baru yang mendukung hal-hal yang telah ada.
Persoalan tidak kemudian berhenti disitu, karena persoalan berikutnya yang muncul adalah perbedaan-perbedaan dan pertentangan antara kalangan teredukasi dengan tidak teredukasi. Kalangan teredukasi ciri khasnya jika ada masalah berusaha untuk dicarikan penyelesaian/solusi. Sedangkan kalangan yang tidak teredukasi ketika ada masalah akan mempermasalahkan masalah tersebut. Maka dari itu diperlukan pola fikir keempat yaitu pola fikir menghargai dan mengormati terhadap setiap perbedaan. Dalam pola fikir tersebut tetap dapat menimbulkan persoalan yaitu tidak selamanya orang bisa saling menghargai dan menghormati apalagi jika daya tahannya memudar baik karena ketidakpuasan maupun provokasi. Untuk itu terakhir perlu dikembangkan pola fikir kelima yaitu pola fikir yang berbasis pada etika. Etika tidak hanya menyangkut benar dan salah tapi juga bisa menempatkan diri kapan harus berbicara dan kepada siapa berbicara.
Dengan berbekal pola fikir di atas, diharapkan dapat dijadikan modal bagi perguruan tinggi khususnya UAD yang sedang merayakan Milad ke-50 untuk menjadi pencerah dan lampu penerang bagi sekelilingnya. Untuk mengahsilkan manfaat dan pencerahan yang optimal diperlukan power dan upaya-upaya yang saling didukung oleh segenap sivitas akademik UAD. (hasan)
Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA, selaku Menteri Pendidikan Nasional RI menyampaikan Pidato Ilmiah pada acara puncak Milad ke-50 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Indonesia tanggal 18 Desember 2010 bertempat di Auditorium Kampus I UAD Jl. Kapas No. 9 Yogyakarta. Dalam acara yang dihadiri karyawan, dosen dan perwakilan mahasiswa UAD tersebut di semarakkan dengan penyerahan Sertifikasi ISO 9001:2008 dan IWA2:2007 serta Pidato Tahunan Rektor UAD.
Dalam awal pidato ilmiahnya Mendiknas RI menyampaikan bahwa perlunya integritas moral dalam perjuangan mengelola lembaga pendidikan. Apalagi dalam pengelolaan tersebut terkadang menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat antar sesama pengelola (yayasan). Jadi, masing-masing pihak harus dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari siapapun. Beliau mengisahkan sebuah cerita sederhana tentang pentani durian dan seorang pencuri (maling). Integrasi moral mengandung dua unsur. Pertama, unsur transpendensi yang disimbolkan dengan kata insya Allah (segala sesuatu terkait dengan Yang Maha Kuasa). Kedua, unsur ikhtiar yaitu perlu usaha dan kerja keras dalam mencapai sesuatu. Kedua unsur tersebut merupakan paket dalam integritas moral yang harus terus dikembangkan.
Mendiknas RI kemudian melanjutkan bahwa sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jumlah penduduk di atas 200 juta orang harus bersyukur, karena di dunia hanya ada 4 negara yang penduduknya di atas 200 juta dan salah satunya adalah Indonesia. Sebuah potensi yang harus disyukuri dalam hal demographic defident karena dapat menghasilkan generasi-generasi produktif di masa mendatang. Generasi-generasi produktif tersebut akan menjadi kekuatan yang luar biasa jika memenuhi dua syarat. Pertama harus pintar, yaitu dalam seluruh aspek intelektualitas dan kedua harus sehat, dalam aspek kesehatan yaitu sehat jasmani dan rohani. Dengan dua syarat tersebut bangsa Indonesia diharapkan mampu menjadi bangsa yang dapat bersaing di tingkat Internasional.
Dalam hubungannya dengan Muhammadiyah, Mendiknas RI menyampaikan bahwa Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia telah meletakkan dasar-dasar yang kuat. Dasar-dasar tersebut terkandung dalam dua hal, pertama kesehatan yang diwujudkan dengan rumah sakit dan pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Kedua hal tersebut merupakan permasalahan yang tidak ada habisnya hingga kapanpun. Untuk itu, UAD punya peran yang besar dalam kedua hal tersebut yaitu mencerdaskan dan menyehatkan.
UAD dalam usia yang sudah mencapai 50 tahun ini, telah mampu meberikan secercah harapan dan pencerahan dengan berbagai program dan prestasi yang telah diraih. Hal tersebut harus tetap dipertahankan dan ditingkat, karena jika bangsa Indonesia mampu demikian, maka akan menjadi bangsa yang luar biasa di masa mendatang sebagaimana banyak pihak yang telah memprediksikan (meramalkan) hal tersebut, terbukti dengan dimasukkannya Indonesia dalam anggota G20.
Peran paling penting yang dapat dilakukan UAD dalam membangun bangsa adalah membangun pola fikir (mindset) yang terdiri dari lima tingkatan. Pertama, pola fikir yang didasari pada disiplin ilmu tertentu. Permasalahannya adalah tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan salah satu disiplin ilmu saja. Oleh karena itu, harus dikembangkan pola fikir kedua, yaitu mensintesiskan disiplin ilmu atau Ijma dari berbagai disiplin ilmu. Permasalahan berikutnya adalah terkadang persoalan yang dihadapi tidak ditemukan dalam disiplin ilmu yang ada, sehingga dibutuhkan pola fikir ketiga yaitu pola fikir kreatif (Ijtihad). Hal-hal yang baik/positif tetap dipertahankan dan mengambil hal-hal baru yang mendukung hal-hal yang telah ada.
Persoalan tidak kemudian berhenti disitu, karena persoalan berikutnya yang muncul adalah perbedaan-perbedaan dan pertentangan antara kalangan teredukasi dengan tidak teredukasi. Kalangan teredukasi ciri khasnya jika ada masalah berusaha untuk dicarikan penyelesaian/solusi. Sedangkan kalangan yang tidak teredukasi ketika ada masalah akan mempermasalahkan masalah tersebut. Maka dari itu diperlukan pola fikir keempat yaitu pola fikir menghargai dan mengormati terhadap setiap perbedaan. Dalam pola fikir tersebut tetap dapat menimbulkan persoalan yaitu tidak selamanya orang bisa saling menghargai dan menghormati apalagi jika daya tahannya memudar baik karena ketidakpuasan maupun provokasi. Untuk itu terakhir perlu dikembangkan pola fikir kelima yaitu pola fikir yang berbasis pada etika. Etika tidak hanya menyangkut benar dan salah tapi juga bisa menempatkan diri kapan harus berbicara dan kepada siapa berbicara.
Dengan berbekal pola fikir di atas, diharapkan dapat dijadikan modal bagi perguruan tinggi khususnya UAD yang sedang merayakan Milad ke-50 untuk menjadi pencerah dan lampu penerang bagi sekelilingnya. Untuk mengahsilkan manfaat dan pencerahan yang optimal diperlukan power dan upaya-upaya yang saling didukung oleh segenap sivitas akademik UAD. (hasan)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!