• TERKINI
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Pemimpin Amanah

04/09/2009/0 Comments/in Terkini /by Super News

Pesta demokrasi usai digelar. Sesudah melewati berbagai masalah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhasil menetapkan calon legislatif. Selain itu KPU sukses mengesahkan pemenang pemilihan presiden. KPU mengetok palu Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono menjadi juara pertama, sehingga punya hak menduduki kursi presiden dan wakil presiden.

Secara duniawi orang yang memenangkan pertarungan memperebutkan jabatan publik sebagai anggota dewan, wakil presiden, presiden, atau jabatan publik lain seperti menteri, gubernur, dan bupati dalam pikirannya segera tergambar memperoleh berbuncah-buncah kenikmatan hidup. Mereka akan mendapatkan berbagai fasilitas sebagai pejabat negara, pundi-pundi rezeki bakal menjulang, dan status sosial menjadi warga negara yang terhormat pun digenggamnya.

Idealisasi pemimpin amanah

Namun dilihat dari sudut pandang spiritualitas ada makna yang dalam, ketika seseorang itu menduduki jabatan publik. Ketika jabatan publik itu melekat, sebenarnya mereka telah memegang amanah sebagai seorang pemimpin.

Pemimpin yang memegang amanah dapat dilihat sejak seseorang itu berproses untuk mendapatkan jabatan publik. Bagi orang yang menggengam amanah, tentu awalnya tidak berambisi menginginkan jabatan publik. Tapi kalau banyak orang mempercayakan tugas-tugas kepemimpinan, maka dia sanggup menerima kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Kesanggupan seorang pemimpin amanah terus direalisasikan dengan tanggung jawab saat menjalankan kepemimpinannya. Tanggung jawab dalam arti mampu melaksanakan tugas dengan baik, sehingga di bawah kepemimpinannya lingkungan menjadi lebih sejuk, anggota merasa dilindungi, dan organisasi menjadi lebih maju.

Selanjutnya pemimpin amanah dapat dipercaya saat menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin yang layak dipercaya apabila jujur, adil, dan selaras antara kata yang diucapkan dengan tindakan yang dilakukan.

Dan pemimpin yang amanah mampu mengutamakan kepentingan publik dibanding dengan kepentingkan pribadi. Maksudnya adalah seorang pemimpin amanah akan berani melakukan tindakan tidak popular. Dia tidak tega melakukan tipu muslihat dan tidak lagi berpikir periode mendatang harus menjabat lagi. Jika tindakan yang dijalankan memberi kemaslahatan banyak orang dan demi kepentingan publik, dia akan berani ambil keputusan, meski resiko akan dicerca banyak orang dan berdampak negatif bagi citra dirinya.

Agar pemimpin berani melakukan tindakan tidak popular, dia perlu memiliki mental teguh pendirian atau konsisten terhadap setiap gagasan serta perilaku yang dijalankan. Teguh pendirian ini sebagai modal utama pada seorang pemimpin tahan terhadap kritikan orang-orang yang tak suka dengan langkah-langkah kepemimpinannya.

Maka seorang pemimpin amanah direfleksikan pada sepenggal syair yang digoreskan Si Burung Merak:
…..Keberanian adalah cakrawala…
…..Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Minimnya pemimpin amanah

Sekarang masalahnya apakah idealisasi mengenai pemimpin amanah itu tertancap di kalbu para pemimpin kita ? Rasanya masih sedikit pemimpin di negeri ini yang memiliki kemampuan moral menjadi pemimpin amanah.

Barangkali publik menyaksikan anggota dewan yang seharusnya membela dan melindungi kepentingan rakyat, justru mendzalimi rakyat. Ini dibuktikan tidak sedikit dari anggota dewan yang tersandung korupsi untuk menggelembungkan rekening pribadi.

Sama halnya dengan pejabat publik lain di jajaran eksekutif dari daerah sampai pusat, pidato politik yang disampaikan saat kampanye ternyata hanya menjadi slogan kosong. Sebagian diantara mereka telah bertindak tidak jujur. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan banyak kecurangan pemimpin eksekutif dengan menyelewengkan uang negara untuk menumpuk kekayaan sendiri.

Perilaku politik mereka juga jauh dari ciri-ciri sebagai pemimpin amanah. Sepak terjang mereka untuk meraih posisi kadang meninggalkan etika dan nilai moral. Pintu hati mereka sudah tertutup syahwat untuk meraih kekuasaan. Akibatnya rakyat hanya sebagai objek dan program-program yang dijalankan sebatas menjadi komoditas yang digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih tujuan sempit sekedar mempertahankan jabatan.

Akibatnya ketika ada pemimpin baru yang menduduki posisi tertentu, keadaan di lapangan tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal. Biaya pendidikan tak terjangkau. Lapangan pekerjaan semakin sempit. Kondisi ini membuat rakyat tetap didera kesulitan hidup. Sehingga ada pemimpin atau tidak ada pemimpin sama saja, rakyat tetap sengsara.

Kondisi memprihatinkan masih minimnya pemimpin amanah tak boleh dibiarkan. Segenap elemen bangsa perlu mencari formulasi untuk menumbuhkan pemimpin amanah. Kalau tidak ada upaya kaderisasi untuk menyemai bibit unggul pemimpin amanah, kita tunggu saja retaknya bangsa ini.

Rasulullah Rasulullah saw mengingatkan dalam sebuah haditsnya, “Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyia-nyiaannya?. Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”. (Bukhari dan Muslim).
Maka waspadalah……!

Penulis adalah dosen Fakultas Psikologi UAD.

(Ket: pernah dimuat di Radar Jogja)

Pesta demokrasi usai digelar. Sesudah melewati berbagai masalah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhasil menetapkan calon legislatif. Selain itu KPU sukses mengesahkan pemenang pemilihan presiden. KPU mengetok palu Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono menjadi juara pertama, sehingga punya hak menduduki kursi presiden dan wakil presiden.

Secara duniawi orang yang memenangkan pertarungan memperebutkan jabatan publik sebagai anggota dewan, wakil presiden, presiden, atau jabatan publik lain seperti menteri, gubernur, dan bupati dalam pikirannya segera tergambar memperoleh berbuncah-buncah kenikmatan hidup. Mereka akan mendapatkan berbagai fasilitas sebagai pejabat negara, pundi-pundi rezeki bakal menjulang, dan status sosial menjadi warga negara yang terhormat pun digenggamnya.

Idealisasi pemimpin amanah

Namun dilihat dari sudut pandang spiritualitas ada makna yang dalam, ketika seseorang itu menduduki jabatan publik. Ketika jabatan publik itu melekat, sebenarnya mereka telah memegang amanah sebagai seorang pemimpin.

Pemimpin yang memegang amanah dapat dilihat sejak seseorang itu berproses untuk mendapatkan jabatan publik. Bagi orang yang menggengam amanah, tentu awalnya tidak berambisi menginginkan jabatan publik. Tapi kalau banyak orang mempercayakan tugas-tugas kepemimpinan, maka dia sanggup menerima kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Kesanggupan seorang pemimpin amanah terus direalisasikan dengan tanggung jawab saat menjalankan kepemimpinannya. Tanggung jawab dalam arti mampu melaksanakan tugas dengan baik, sehingga di bawah kepemimpinannya lingkungan menjadi lebih sejuk, anggota merasa dilindungi, dan organisasi menjadi lebih maju.

Selanjutnya pemimpin amanah dapat dipercaya saat menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin yang layak dipercaya apabila jujur, adil, dan selaras antara kata yang diucapkan dengan tindakan yang dilakukan.

Dan pemimpin yang amanah mampu mengutamakan kepentingan publik dibanding dengan kepentingkan pribadi. Maksudnya adalah seorang pemimpin amanah akan berani melakukan tindakan tidak popular. Dia tidak tega melakukan tipu muslihat dan tidak lagi berpikir periode mendatang harus menjabat lagi. Jika tindakan yang dijalankan memberi kemaslahatan banyak orang dan demi kepentingan publik, dia akan berani ambil keputusan, meski resiko akan dicerca banyak orang dan berdampak negatif bagi citra dirinya.

Agar pemimpin berani melakukan tindakan tidak popular, dia perlu memiliki mental teguh pendirian atau konsisten terhadap setiap gagasan serta perilaku yang dijalankan. Teguh pendirian ini sebagai modal utama pada seorang pemimpin tahan terhadap kritikan orang-orang yang tak suka dengan langkah-langkah kepemimpinannya.

Maka seorang pemimpin amanah direfleksikan pada sepenggal syair yang digoreskan Si Burung Merak:
…..Keberanian adalah cakrawala…
…..Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Minimnya pemimpin amanah

Sekarang masalahnya apakah idealisasi mengenai pemimpin amanah itu tertancap di kalbu para pemimpin kita ? Rasanya masih sedikit pemimpin di negeri ini yang memiliki kemampuan moral menjadi pemimpin amanah.

Barangkali publik menyaksikan anggota dewan yang seharusnya membela dan melindungi kepentingan rakyat, justru mendzalimi rakyat. Ini dibuktikan tidak sedikit dari anggota dewan yang tersandung korupsi untuk menggelembungkan rekening pribadi.

Sama halnya dengan pejabat publik lain di jajaran eksekutif dari daerah sampai pusat, pidato politik yang disampaikan saat kampanye ternyata hanya menjadi slogan kosong. Sebagian diantara mereka telah bertindak tidak jujur. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan banyak kecurangan pemimpin eksekutif dengan menyelewengkan uang negara untuk menumpuk kekayaan sendiri.

Perilaku politik mereka juga jauh dari ciri-ciri sebagai pemimpin amanah. Sepak terjang mereka untuk meraih posisi kadang meninggalkan etika dan nilai moral. Pintu hati mereka sudah tertutup syahwat untuk meraih kekuasaan. Akibatnya rakyat hanya sebagai objek dan program-program yang dijalankan sebatas menjadi komoditas yang digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih tujuan sempit sekedar mempertahankan jabatan.

Akibatnya ketika ada pemimpin baru yang menduduki posisi tertentu, keadaan di lapangan tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal. Biaya pendidikan tak terjangkau. Lapangan pekerjaan semakin sempit. Kondisi ini membuat rakyat tetap didera kesulitan hidup. Sehingga ada pemimpin atau tidak ada pemimpin sama saja, rakyat tetap sengsara.

Kondisi memprihatinkan masih minimnya pemimpin amanah tak boleh dibiarkan. Segenap elemen bangsa perlu mencari formulasi untuk menumbuhkan pemimpin amanah. Kalau tidak ada upaya kaderisasi untuk menyemai bibit unggul pemimpin amanah, kita tunggu saja retaknya bangsa ini.

Rasulullah Rasulullah saw mengingatkan dalam sebuah haditsnya, “Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyia-nyiaannya?. Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”. (Bukhari dan Muslim).
Maka waspadalah……!

Penulis adalah dosen Fakultas Psikologi UAD.

(Ket: pernah dimuat di Radar Jogja)

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 Super News https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Super News2009-09-04 20:40:432009-09-04 20:40:43Pemimpin Amanah
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

TERKINI

  • Mahasiswa UAD Menginspirasi Siswa SMAT Darul Hikmah08/06/2025
  • Job Fair dan Minat Gen Z pada Dunia Kerja08/06/2025
  • BEM FH UAD Gelar Pelatihan Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice08/06/2025
  • Prodi Gizi UAD Adakan PKM Bertema Keamanan Makanan Sekolah08/06/2025
  • HMPS Gizi UAD Menggelar Pelatihan Public Speaking08/06/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa UAD Juara 1 Nasional Solo Vokal Pop di Ajang Euphoria Art 202508/06/2025
  • Mahasiswa PBSI UAD Raih Juara III Lomba Esai Victory Cup 202507/06/2025
  • Mahasiswa FK UAD Raih Juara 3 Nasional Solo Pop Porseni 202504/06/2025
  • Kejutan Manis Tim Futsal UAD: Raih Juara 1 TUN FC 202504/06/2025
  • UKM Basket Putra UAD Juara 1 pada Kompetisi GBC 202504/06/2025

FEATURE

  • Aninda Cahaya Putri: Manfaatkan Roadmap untuk Kuliah08/06/2025
  • Counter Attack Jadi Senjata Rahasia UKM Futsal UAD08/06/2025
  • Peran Mahasiswa Hadapi Krisis Seksual08/06/2025
  • Wisudawan Terbaik UAD Temukan Makna Ilmu dalam Syukur dan Cinta Alam08/06/2025
  • Indonesia Darurat Seksual dan Perspektif IMM07/06/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top