Pengukuhan Dr. Ajar Pradika Ananta Tur, S.S., M.A. dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dalam Sidang Ujian Terbuka Program Pascasarjana Doktor Ilmu Humaniora FIB UGM (Dok. Istimewa)
Masyarakat Jawa erat kaitannya dengan tradisi yang berkenaan dengan pemberian nama. Tradisi inilah yang membuat nama tidak hanya berfungsi sebagai tanda pengenal saja, tetapi juga mengandung arti tertentu bagi si pemilik nama. Tak hanya bagi masyarakat Jawa pada umumnya, tradisi ini juga masih dipegang erat oleh pihak keraton, khususnya Keraton Yogyakarta. Berusaha tetap konsisten dalam memegang teguh budaya Jawa dalam hal pemberian nama, pihak keraton saat ini sudah memberikan fleksibilitas penamaan keturunan bagi para abdi dalem, termasuk para Prajurit Keraton.
Hal itu diungkapkan oleh Dr. Ajar Pradika Ananta Tur, S.S., M.A. dalam Sidang Ujian Terbuka Program Pascasarjana Doktor Ilmu Humaniora di Ruang Multimedia Gedung Margono lantai 2 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM). Ujian terbuka tersebut berlangsung pada Kamis, 20 Juli 2023 dan dihadiri oleh keluarga, kolega dosen, serta sivitas akademika Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Turut hadir pula dalam ujian ini Dr. Muchlas, M.T. yang merupakan Rektor UAD.
Ajar Pradika Ananta Tur merupakan staf pengajar di Program Studi Sastra Inggris sekaligus Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan, Kehartabendaan, dan Administrasi Umum Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi (FSBK) UAD. Dalam disertasinya, ia mengangkat judul “A Study on Linguistic Features, Motivations, and Perceived Interplays of Personal Names of Prajurit Karaton Yogyakarta’s Offsprings”. Penulisan disertasi tersebut dibimbing oleh promotor Dr. Aris Munandar, M.Hum. dan kopromotor Dr. Daru Winarti, M.Hum.
Laki-laki kelahiran Kebumen, 7 Agustus 1988 ini memaparkan hasil penelitian disertasinya. Menurut Ajar, ada banyak tren yang mengintervensi budaya Jawa saat ini, begitu pula dalam hal pemberian nama pada keturunan Prajurit Keraton. Meski demikian, dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa Prajurit Keraton saat ini mencoba beradaptasi dengan zaman tetapi masih menjunjung tinggi budaya Jawa dalam penamaan anak-anaknya.
Setelah berhasil menjawab pertanyaan dan mempertahankan hasil disertasinya, maka tim penguji yang terdiri atas Prof. Dr. Setiadi, M.Si. yang merupakan Ketua Sidang Ujian Terbuka, Dr. Aris Munandar, M.Hum., Dr. Daru Winarti, M.Hum., Dr. Hendrokumoro, M.Hum., Dr. Sailal Arimi, M.Hum., Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, M.A., dan Dr. Aprillia Firmonasari, S.S., M.Hum., mengukuhkan gelar doktor kepada Dr. Ajar Pradika Ananta Tur, S.S., M.A. dengan nilai sangat memuaskan.
Ditemui selepas acara, Ajar menuturkan beberapa kalimat terkait dengan pencapaiannya dalam meraih gelar doktor. Menurutnya, S-3 dapat diibaratkan sebagai sebuah lari maraton. “Saya ngerjain disertasi itu enggak pernah lembur. Jadi tiap hari saya harus narget sendiri yaitu 2 lembar per hari. Itu harus, dan itu setiap hari. Setiap hari ada progres, dan itu stabil. Kayak pelari maraton, kuncinya itu bukan cepat tetapi lajunya itu stabil. Nah S-3 itu maraton, tidak perlu cepat-cepat, tetapi stabil. Kalau cepat, nanti bisa kehabisan energi dan lajunya jadi tidak jelas. Tapi kalau lajunya stabil, itu bisa sampai ke tujuan dengan kondisinya yang masih prima,” jelasnya.
“Ora usah serius-serius, ning tenanan”, sebuah motto yang terus memotivasi Ajar dalam menamatkan studi doktoralnya. Ia menutup wawancara dengan membedah filosofi dari motto tersebut. “Makna yang ingin saya sampaikan (dari motto tersebut) adalah tidak usah serius-serius dalam melakukan segala hal, dalam artian spaneng. Tetapi harus sungguh-sungguh. Jadi di setiap hal yang kita lakukan, every single choice itu harus diresapi secara sungguh-sungguh. Enggak usah serius-serius, santai aja, tetapi sungguh-sungguh,” tutupnya. (Lid)
uad.ac.id