Kuliah umum dengan tema “Budaya Demokrasi dan Pendidikan” yang diselenggarakan Prodi PPKn Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Royan Agil)
Masyarakat Indonesia yang memenuhi kriteria sebagai pemilih, pada tahun 2024 nanti tidak hanya memberikan pilihannya untuk calon anggota legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat, DPR Daerah Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) saja. Namun juga memilih calon presiden dan wakil presiden Indonesia periode selanjutnya.
Menanggapi hal itu, Program Studi (Prodi) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan kuliah umum dengan tema “Budaya Demokrasi dan Pendidikan” pada Senin, 29 Mei 2023 di Amphitarium UAD. Acara ini dihadiri oleh Prof. Zamroni, Ph.D. yang merupakan Guru Besar Prodi PPKn UAD selaku narasumber.
Mengenal Budaya
Berbicara tentang budaya, merupakan keseluruhan yang unik berupa gagasan-gagasan, kebiasaan-kebiasaan, asumsi-asumsi, nilai-nilai, norma-norma yang dipegang bersama dan menentukan bagaimana warga berpikir dan bertindak. Prof. Zamroni menyampaikan pentingnya mempunyai kultur. Menurutnya, semua persoalan dapat dijelaskan oleh kultur. Selanjutnya, semua perubahan sosial teknologi memerlukan perubahan kultur.
Prof. Zamroni mengutip pertanyaan dari Prof. Farcis Fukuyama, “Mengapa negara-negara di Asia Timur mengalami kemajuan ekonomi yang amat cepat melebihi kecepatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat?” Secara sederhana ia menuturkan bahwa dengan kultur budaya yang maju dengan kehidupan masyarakat yang didasarkan pada kepercayaan, sehingga kehidupan sederhana dan menjadi produktif.
Memaknai Demokrasi
Menurut Prof. Zamroni, demokrasi tidak hanya sekadar memerintah atau mengatur negara. Hal ini dikenal erat kaitannya dengan demokrasi ala Amerika, yakni demokrasi yang dibangun dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Sedangkan, pada mulanya demokrasi lahir dari revolusi Perancis yang sampai saat ini dikenal dengan semboyan liberte, egalite, fraternite.
Demokrasi mencakup 2 aspek yakni struktur dan kultur (etika). Ciri-ciri dalam masyarakat demokratis di antaranya kebebasan, tanggung jawab, pemahaman akan realitas, sportsmanship, toleransi, dan social trust. Kehidupan demokrasi di suatu negara erat berkaitan dengan kemajuan ekonomi dan tingkat pendidikan penduduk.
Sementara itu, kelemahan dalam kehidupan berdemokrasi adalah money politics, high cost politics, penguasa dan pengusaha, ketidakadilan dan keresahan masyarakat, serta yang paling parah adalah terjadinya revolusi sosial yaitu berdampak pada demokratisasi atau dictatorship.
Kaitan Budaya dan Demokrasi
Cultural lag atau ketertinggalan budaya akan berdampak pada beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
- Technological restraint. Jika kebudayaan belum sepenuhnya maju maka akan menyebabkan keterlambatan kemajuan teknologi di berbagai macam aspek. Misalnya saja kebijakan ISO, yang berpengaruh pada perkembangan industri dan institusi pendidikan. Faktanya, setelah mutu kinerja industri telah mencapai indikator ISO, justru akan secara organik mengalami penurunan mutu persis sebelum diuji dengan ISO.
- Cultural clash. Biasanya dikenal dengan adanya perbedaan budaya, hal ini berdampak pada kemunduran perkembangan demokrasi.
- Cultural ambivalence. Dapat dimaknai sebagai pertentangan antara keyakinan dengan budaya perilaku yang tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Itulah budaya ambivalen. Jangan sampai Pancasila sebatas formalitas dalam angan, justru diimplementasikan dalam budaya sehari-hari.
Pendidikan
Dalam hal ini adalah interaksi antara pembelajar dengan lingkungan yang mempunyai makna. Menurutnya, pembelajaran adalah inti dari pendidikan. Ini penting dikarenakan dimulai dari pendidikan akan berpengaruh besar cakupannya kepada budaya sekolah serta kehidupan bermasyarakat secara umumnya.
Pendidikan berperan dalam 3 hal, yakni sosialisasi, integrasi sosial, dan inovasi sosial. Lebih lanjut, peran pendidikan inovasi sosiokultural dimaknai 2 hal yaitu peran struktural (memfasilitasi untuk melaksanakan pendidikan) dan peran kultural (mendidik mental, karakter, dan perilaku berkemajuan).
Seperti yang dikutip dari Hofsttede, kerangka pikir untuk memahami prestasi adalah saat di mana budaya berkemajuan pada keluarga menengah ke atas akan menghasilkan prestasi yang tinggi. Di sisi lain, budaya ketertinggalan dengan keluarga kelas bawah akan menghasilkan prestasi yang cenderung rendah. Oleh karena itu, pendidikan cukup berpengaruh pada hasil budaya berkemajuan di suatu bangsa dan negara yang akhirnya berdampak pada budaya demokrasi yang mencakup keseluruhan dari aspek pemerintahan negara. Dalam hal ini maka pendidikan demokrasi mempunyai peran penting.
Pertama, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis, sehingga mampu mengambil keputusan secara rasional. Kedua, mengembangkan kepribadian peserta didik sehingga memiliki sifat empati, menghargai, toleransi dan kepercayaan pada orang lain, serta mampu mengendalikan diri. Ketiga, menjaga kehormatan dan martabat diri. Keempat, mengembangkan kemampuan berkomunikasi selaku warga bangsa dan warga dunia. (roy)
uad.ac.id