Mahasiswa KKN Universitas Ahmad Dahlan (UAD) berkunjung ke Rumah Sampah di Sleman (Dok. Istimewa)
Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.
Sampah merupakan permasalahan serius yang sedang dihadapi oleh manusia. Pasalnya, tidak semua sampah bisa terurai secara cepat, bahkan ada yang butuh ratusan tahun untuk hancur. Sementara itu jumlah sampah terus bertambah setiap harinya, sehingga ada ketidakseimbangan antara pertambahan dan penguraian. Apabila dibiarkan terus menerus tanpa tindak lanjut, sampah akan berdampak buruk bagi kehidupan. Contohnya adalah sampah yang bertumpuk akan mengeluarkan bau busuk akibat tidak mengalami degradasi. Bau tersebut akan sangat mengganggu dan bisa berakibat fatal bagi lingkungan hingga kesehatan makhluk hidup.
Kabupaten Sleman tercatat menjadi penyumbang terbesar volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, terhitung sejak Januari hingga Juni 2023. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, total volume sampah yang berasal dari Kabupaten Sleman berada di angka 53.096 ton.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah yang ada di Kabupaten Sleman, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Periode ke-119 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Unit III. C.1 bekerja sama dengan Rumah Sampah mengajak warga di Padukuhan Surodadi untuk memanfaatkan sampah organik dan anorganik menjadi ecobrick dan eco enzyme. Metode ini menjadi salah satu cara untuk mengurangi sampah plastik serta untuk menghentikan jumlah sampah plastik yang terus meningkat setiap hari.
Rumah Sampah merupakan lokasi penampungan sampah yang bertujuan untuk mendaur ulang sampah organik dan anorganik menjadi ecobrick dan eco enzyme. Rumah Sampah ini berada di Dusun Nglempong, Kelurahan Girikerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, yang dikelola oleh Nur Cahyo dan Christina Dini. Selain itu, Rumah Sampah menghasilkan produk ecobrick menjadi barang yang bernilai ekonomis seperti dompet, tas, bantal duduk, tempat buku, dan lain-lain.
Ecobrick menjadi sebuah inovasi sederhana yang dikembangkan sebagai upaya pengolahan limbah plastik. Kata ecobrick terdiri atas dua kata yakni eco dan brick, yang secara sederhana diartikan sebagai bata ramah lingkungan. Ecobrick merupakan botol plastik yang telah diisi dengan sampah plastik yang sebelumnya telah dibersihkan dan dikeringkan. Dari ecobrick bisa dibuat berbagai produk yang bermanfaat seperti pagar, kursi, meja, dan masih banyak lagi.
Sedangkan eco enzyme ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Eco enzyme adalah hasil fermentasi limbah dapur organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula cokelat, gula merah, atau gula tebu), dan air. Warnanya cokelat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat. Eco enzyme bisa menjadi cairan multiguna yang aplikasinya meliputi rumah tangga, pertanian, hingga peternakan.
Keberadaan Rumah Sampah diharapkan dapat menginspirasi warga Padukuhan Surodadi untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar agar mampu mengolah sampah plastik menjadi produk yang lebih berguna seperti ecobrick dan eco enzyme sehingga dapat menjadikan Padukuhan Surodadi menjadi semakin bersih dan asri. Kolaborasi KKN UAD bersama Rumah Sampah, tentunya membuka peluang bagi pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Tidak hanya menciptakan produk-produk ramah lingkungan yang bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga membuka jalan bagi pemberdayaan masyarakat lokal. (Lid)
uad.ac.id