• TERKINI
  • UAD BERDAMPAK
  • PRESTASI
  • FEATURE
  • OPINI
  • MEDIA
  • KIRIM BERITA
  • Menu
News Portal of Universitas Ahmad Dahlan

Bulan Bahasa, Pentingkah?

18/10/2012/0 Comments/in Terkini /by Super News

SudaryantoOleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen PBSI FKIP UAD Yogyakarta

Bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa. Disebut demikian, karena pada bulan tersebut terjadi peristiwa Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dalam peristiwa itu, para pemuda dari berbagai daerah mengikrarkan diri pada satu simpul: Sumpah Pemuda yang berisikan pengakuan satu bangsa, bangsa Indonesia; satu tanah air, tanah air Indonesia; dan satu bahasa, bahasa Indonesia. Atas dasar itu, barangkali bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa.

Terlepas dari kenyataan historis di atas, ternyata masih ada sebagian di antara kita yang belum mengetahui adanya Bulan Bahasa. Kalau pun mereka tahu, biasanya lebih bersikap acuh tak acuh, tak ambil peduli. Meminjam kata-kata anak muda saat ini, mereka seolah berujar, “Bulan Bahasa penting nggak sih?!” Ujaran semacam ini, dapat menggambarkan betapa ketidakpedulian mereka terhadap nasib bahasa Indonesia, selain juga menunjukkan sikap diri mereka yang egois.

Dari sikap ketidakpedulian lantas ditambah dengan sikap egois itu, lahirlah sikap ketidaksantunan, termasuk dalam berbahasa sehari-hari. Pelajar tidak santun kepada gurunya sehingga memunculkan rasa tidak hormat pula. Begitu juga pada anak-anak kita kepada orangtuanya. Dibandingkan dengan orangtua zaman dulu, orangtua saat ini terbilang agak “longgar” dan tak ambil pusing dengan perkembangan berbahasa anak-anaknya.

Para orangtua saat ini kurang menyadari bahwa kesantunan berbahasa juga bagian dari proses mendidik anak. Selama ini, entah karena bujuk rayu iklan atau karena ingin dipandang bergengsi, orangtua lebih bangga memasukkan anaknya ke sekolah yang mengajarkan bahasa asing (sebut saja: bahasa Inggris atau bahasa Mandarin). Di mata mereka, barangkali bahasa Indonesia atau bahasa daerah kurang menarik dan menjanjikan untuk mendapatkan pekerjaan nantinya.

Padahal, menurut ahli bahasa, anak-anak di usia 0-6 tahun (usia kritis dalam pemerolehan bahasa), dan yang duduk di bangku sekolah dasar sebaiknya diajarkan bahasa daerah (ibu). Pasalnya, dalam bahasa tersebut anak-anak diajarkan nilai-nilai, sikap dan karakter positif, seperti santun, hormat, dan cermat dalam berbahasa. Ketiga sikap positif tersebut, saya kira akan lebih efektif diajarkan di jenjang sekolah dasar, bahkan sejak dini.

Di samping itu, dalam proses mendidik anak, para orangtua dapat menggunakan sarana cerita/dongeng. Sebagai wujud ekspresi bahasa, cerita/dongeng perlu digunakan dalam menumbuhkan sikap dan karakter positif pada anak-anak. Jika cerita Kancil Mencuri Timun yang dibacakan, justru karakter pencuri yang akan tertanam di benak anak kita. Walhasil, kini begitu banyak kasus korupsi yang terkuak, baik di pusat maupun daerah.

Yang pasti, kemenangan Inggris dari Spanyol dalam perang di Pantai Gravelines, Perancis, pada Agustus 1588, banyak ditentukan oleh corak sastra rakyat Inggris yang penuh kisah petualangan dan perjuangan. Sementara sastra rakyat Spanyol lebih bergelimang kisah kemewahan dan hiburan. Karena itu, simpulan McClelland, tentara Inggris lebih membutuhkan keberhasilan (n-achievement atau n-Ach) daripada tentara Spanyol.

Akhirnya, becermin dari hal di atas, kiranya momentum Bulan Bahasa tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dalam momentum tersebut, semua komponen bangsa, mulai dari pemerintah, para akademisi, hingga masyarakat dapat terus berkomitmen menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun. Selain itu, yang tak kalah penting, kepedulian dan kecintaan terhadap karya-karya sastra Indonesia dan daerah perlu terus disemai. Selamat Bulan Bahasa![]

(Artikel ini pernah dimuat di Harian Jogja)

SudaryantoOleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen PBSI FKIP UAD Yogyakarta

Bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa. Disebut demikian, karena pada bulan tersebut terjadi peristiwa Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dalam peristiwa itu, para pemuda dari berbagai daerah mengikrarkan diri pada satu simpul: Sumpah Pemuda yang berisikan pengakuan satu bangsa, bangsa Indonesia; satu tanah air, tanah air Indonesia; dan satu bahasa, bahasa Indonesia. Atas dasar itu, barangkali bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa.

Terlepas dari kenyataan historis di atas, ternyata masih ada sebagian di antara kita yang belum mengetahui adanya Bulan Bahasa. Kalau pun mereka tahu, biasanya lebih bersikap acuh tak acuh, tak ambil peduli. Meminjam kata-kata anak muda saat ini, mereka seolah berujar, “Bulan Bahasa penting nggak sih?!” Ujaran semacam ini, dapat menggambarkan betapa ketidakpedulian mereka terhadap nasib bahasa Indonesia, selain juga menunjukkan sikap diri mereka yang egois.

Dari sikap ketidakpedulian lantas ditambah dengan sikap egois itu, lahirlah sikap ketidaksantunan, termasuk dalam berbahasa sehari-hari. Pelajar tidak santun kepada gurunya sehingga memunculkan rasa tidak hormat pula. Begitu juga pada anak-anak kita kepada orangtuanya. Dibandingkan dengan orangtua zaman dulu, orangtua saat ini terbilang agak “longgar” dan tak ambil pusing dengan perkembangan berbahasa anak-anaknya.

Para orangtua saat ini kurang menyadari bahwa kesantunan berbahasa juga bagian dari proses mendidik anak. Selama ini, entah karena bujuk rayu iklan atau karena ingin dipandang bergengsi, orangtua lebih bangga memasukkan anaknya ke sekolah yang mengajarkan bahasa asing (sebut saja: bahasa Inggris atau bahasa Mandarin). Di mata mereka, barangkali bahasa Indonesia atau bahasa daerah kurang menarik dan menjanjikan untuk mendapatkan pekerjaan nantinya.

Padahal, menurut ahli bahasa, anak-anak di usia 0-6 tahun (usia kritis dalam pemerolehan bahasa), dan yang duduk di bangku sekolah dasar sebaiknya diajarkan bahasa daerah (ibu). Pasalnya, dalam bahasa tersebut anak-anak diajarkan nilai-nilai, sikap dan karakter positif, seperti santun, hormat, dan cermat dalam berbahasa. Ketiga sikap positif tersebut, saya kira akan lebih efektif diajarkan di jenjang sekolah dasar, bahkan sejak dini.

Di samping itu, dalam proses mendidik anak, para orangtua dapat menggunakan sarana cerita/dongeng. Sebagai wujud ekspresi bahasa, cerita/dongeng perlu digunakan dalam menumbuhkan sikap dan karakter positif pada anak-anak. Jika cerita Kancil Mencuri Timun yang dibacakan, justru karakter pencuri yang akan tertanam di benak anak kita. Walhasil, kini begitu banyak kasus korupsi yang terkuak, baik di pusat maupun daerah.

Yang pasti, kemenangan Inggris dari Spanyol dalam perang di Pantai Gravelines, Perancis, pada Agustus 1588, banyak ditentukan oleh corak sastra rakyat Inggris yang penuh kisah petualangan dan perjuangan. Sementara sastra rakyat Spanyol lebih bergelimang kisah kemewahan dan hiburan. Karena itu, simpulan McClelland, tentara Inggris lebih membutuhkan keberhasilan (n-achievement atau n-Ach) daripada tentara Spanyol.

Akhirnya, becermin dari hal di atas, kiranya momentum Bulan Bahasa tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dalam momentum tersebut, semua komponen bangsa, mulai dari pemerintah, para akademisi, hingga masyarakat dapat terus berkomitmen menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun. Selain itu, yang tak kalah penting, kepedulian dan kecintaan terhadap karya-karya sastra Indonesia dan daerah perlu terus disemai. Selamat Bulan Bahasa![]

(Artikel ini pernah dimuat di Harian Jogja)

https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png 0 0 Super News https://news.uad.ac.id/wp-content/uploads/logo-news-uad-2.png Super News2012-10-18 22:20:332012-10-18 22:20:33Bulan Bahasa, Pentingkah?
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

TERKINI

  • Biopori dan Manfaatnya untuk Limbah Rumah Tangga12/09/2025
  • KKN UAD Dusun Cokolan: Inovasi Tong Pembakaran Minim Asap Buktikan Dampak Nyata12/09/2025
  • KKN UAD 2025 Hadirkan Greenhouse Aktif, Bank Sampah, dan Lampu Energi Surya12/09/2025
  • Omah Maggot: Solusi Cerdas Kelola Sampah Organik Ramah Lingkungan11/09/2025
  • Memanfaatkan Potensi Lokal dengan Pengolahan Abon Ikan Lele dan Kelapa11/09/2025

PRESTASI

  • Mahasiswa UAD Raih Juara II Lomba Esai Nasional Gebyar Matematika 202510/09/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara III Taekwondo Wali Kota Cup XII 202510/09/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara Harapan III Kompetisi Artikel Ilmiah Tingkat Nasional 202528/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Juara Harapan I di National Economic Business Competition 202527/08/2025
  • Mahasiswa UAD Raih Penghargaan Karya Jurnalistik Terbaik Pers Mahasiswa 2025 dari AJI Indonesia25/08/2025

FEATURE

  • Mahkamah Konstitusi sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman dalam Melindungi Hak Asasi Manusia08/09/2025
  • Konseling Harapan bagi Keluarga dan Remaja05/09/2025
  • Potensi Minyak Atsiri Bunga Cengkeh untuk Obat Antiinflamasi04/09/2025
  • Psikologi Komunitas Kelompok Rentan03/09/2025
  • Konsep Strategi Ilmiah dalam Pengelolaan Sampah DIY03/09/2025

TENTANG | KRU | KONTAK | REKAPITULASI

Scroll to top