Kebermaknaan hidup merupakan satu tingkatan yang harus dipunyai semua orang untuk sampai pada tingkatan hikmah. Tingkatan ini untuk menemukan makna dari setiap kejadian, setiap hal, setiap apa yang dihadapi.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr. Mujidin, M.Si., menyelesaikan studi doktoralnya dengan meneliti kebermaknaan hidup. Ia mengungkapkan, kebermaknaan hidup sangat penting untuk seseorang yang ingin menemukan makna hidup di dunia dan akhirat.
“Kebanyakan orang bisa mengembangkan potensi kognisi, seni, akademik, dan potensi-potensi lainnya. Tetapi, mereka mengalami kebuntuan dan stres ketika tidak sampai memahami apa makna menguasai semua itu,” jelas Mujidin.
Laki-laki kelahiran Kebumen ini menyatakan, disertasi yang ia susun harus dipahami, dihayati, dan diamalkan semua orang karena hakikat hidup ini yang paling utama adalah menemukan makna hidup. Dalam penelitiannya, ia mencoba untuk melihat aspek kecerdasan spiritual.
“Saya meneiliti pengaruh kecerdasan spiritual terhadap pencapaian makna hidup yang tinggi. Saya juga melihat dari sisi latar belakang lingkungan dan dikaitkan dengan agama. Jadi misalnya lingkungan universitas islami, keluarga islami, dan lingkungan masyarakat dalam perspektif islami,” lajutnya.
Dari ketiga latar belakang tersebut, jika dilihat dari kecerdasan spiritualnya, lingkungan keluarga serta masyarakat bisa menopang dan meningkatkan kebermaknaan hidup. Tetapi, lingkungan universitas Islam justru rendah.
Dugaan Mujidin, rendahnya kecerdasan spiritual di kebayakan perguruan tinggi Islam akibat dominasi, dikotomi, dan sekulerisasi ilmu yang tinggi. Menurutnya, perguruan tinggi Islam tidak mendukung kecerdasan spiritual mahasiswa, oleh karenanya penemuan kebermaknaan hidup tidak tercapai.
“Penguasaan ilmu agama akan meningkatkan spiritualitas, spiritualitas meningkatkan kebermaknaan hidup. Banyak keilmuan di perguruan tinggi Islam, tetapi nuansa Islamnya rendah. Kebanyakan karena belum mentransformasikan nilai Islam dalam kerangka keilmuannya,” tandasnya ketika diwawancarai Rabu (11/7/2018) di kampus 1 UAD, Jln. Kapas 9, Semaki, Yogyakarta.
Ia beranggapan, harusnya nilai Islam dalam perspektif subdisiplin ilmu ada dan dikembangkan ke dalam kurikulum. Di dalam sistem kredit semester (SKS), perbandingannya masih sedikit dibanding keilmuan lainnya.
Sekulersisasi dan dikotomi ilmu di perguruan tinggi Islam masih sangat kuat. Lembaga pendidikan Islam harus berusaha menguatkan ruh Islamnya dan mengimplementasikan dalam cabang ilmu. Misalnya psikologi Islam,ekonomi Islam, sains Islam, dan sebagainya.
Mayoritas, saat ini, kebermaknaan hidup ditemukan dalam dialektika pendidikan di keluarga dan masyarakat. Praktik peribadatan di masyarakat dan keluarga mempunyai efek lebih baik daripada di perguruan tinggi.
“Implementasi filosofi Islam dalam tataran keilmuan sangat penting untuk meningkatkan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual yang tinggi akan berbanding lurus dengan kebermaknaan hidup,” pungkas Mujidin. (ard)