Pengajian Tahun baru Hijriah 1446 H di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Dok. Istimewa)
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sambut tahun baru Hijriah dengan pengajian bertajuk “Sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)”. Pemateri pengajian yaitu Dr. H. Oman Fathurohman SW., M.Ag. selaku Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Acara dilaksanakan di Masjid Islamic Center UAD dan ditayangkan melalui kanal YouTube Masjid IC UAD pada 5 Juli 2024.
Dr. Oman menjelaskan, “Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) merupakan nama pilihan terakhir dari kalender Islam internasional, dulu disebut Kalender Islam Global, Kalender Islam Internasional, Kalender Islam Pemersatu. Pada tahun 2007, Muhammadiyah mengadakan simposium Kalender Islam Internasional bertempat di Hotel Sahid Jakarta ketika Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin. Jadi, Muhammadiyah bukan baru kali ini memperbincangkan kalender Hijriah global, tetapi sudah sejak Juli 2007 atau sekitar 17 tahun yang lalu. KHGT prinsipnya satu hari satu tanggal di seluruh dunia, seperti halnya kalender Masehi.”
Ia melanjutkan, “Maka yang disebut 1 hari 1 tanggal itu momentumnya tidak sama yakni tetap mengikuti perjalanan Matahari dari timur ke barat. Misalnya tanggal 1 Muharram pada Ahad, maka wilayah sebelah timur akan lebih duluan terus bergerak ke barat. Namun selama ini tidak begitu, misalnya di sini Ahad 1 Muharram maka di sebelah barat hari Ahadnya tanggal 2 Muharram. Harinya sama tetapi tanggalnya berbeda, begitu pun sebaliknya.”
Jika melihat kalender Islam dalam perkembangan ada kalender Hijriah dan kalender non-Hijriah. Kalender Hijriah adalah kalender yang tahun pertamanya ditetapkan pada tahun Hijrah Nabi saw. dari Makkah ke Madinah, jika dalam Masehi pada tahun 622 M. Kalender non-Hijriah penetapan tahun pertamanya dihitung pada tahun wafat Nabi saw.
Kalender Hijriah dilihat dari metode perhitungannya ada dua, yaitu hisab hakiki yang mengacu pada peredaran bulan yang sebenarnya dan hisab urfi mengacu pada peredaran rata-rata bulan. Hisab hakiki pasti dihitung setiap bulan, karena mengacu pada posisi bulan. Jika menghitung 100 tahun maka perhitungannya bukan 100 kali tetapi 1.200 kali.
“Sedikit cerita, begitu saya menerima surat dari Rektor per 1 Februari 2023, saya berniat dan bertekad akan menyusun KHGT selama 100 tahun, terserah kapan selesainya. Saya akan kerjakan setiap hari walaupun dalam sehari hanya mendapat satu bulan. Ketika pelaksanaan pun betul-betul tidak ada hari yang terlewat dan KHGT selesai pada akhir bulan Juli 2023. Jadi, kira-kira ada yang sehari 8 jam tidak ketemu-ketemu, tetapi ada juga yang setengah jam langsung ketemu. Karena perhitungan kalender ini manual dan itu sifatnya seperti menjaring, mencari-cari di mana tempatnya. Berdasarkan pengalaman, saya membuat 100 tahun lagi setelahnya tetapi tidak sampai 6 bulan dan hanya memakan waktu 4 bulan. Namun, sampai saat ini belum diverifikasi 100 tahun berikutnya. Jadi, sudah ada konsep 200 tahun KHGT mulai tahun 1446 H sampai 1645 H,” terang Oman.
Hisab yang dipakai dalam KHGT termasuk hisab hakiki. Sedangkan hisab urfi tidak perlu menghitung seperti hisab hakiki, pemberlakuannya seperti kalender Masehi, misal Muharram 30 hari maka Safar 29 hari, dan seterusnya. Di sisi lain, kalender hisab hakiki dilihat dari ketercakupannya atau luas berlakunya itu ada yang lokal, global zona, dan global tunggal. Lokal berlaku untuk satu tempat atau negara tertentu, kawasan tertentu, atau bahkan untuk satu komunitas tertentu. Contoh, Kalender Naqsabandiyah di Padang Pariaman, Kalender An-Nadzir di Gowa, dan sebagainya.
Jadi hisab hakiki wujudul hilal yang biasanya dipakai oleh Muhammadiyah merupakan kalender lokal. Hisabnya hisab hakiki dengan menghitung bulan sebenar-benarnya tetapi berlaku lokal. Dalam Putusan Munas Padang ditetapkan bahwa mathla’ yang digunakan adalah Indonesia, jadi wujudul hilal hanya berlaku di Indonesia. (Lus)
uad.ac.id