Dekan FKIP UAD Dr. Trikinasih Handayani, M.Si. saat memberi sambutan pelepasan Wisudawan FKIP periode Januari 2022 (Foto: Muh Raihan Muzakki)
Pembekalan kepada calon wisudawan/wisudawati Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Kamis (27-01-2022), diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia. Menurut Dekan FKIP, Dr. Trikinasih Handayani, M.Si, pada periode wisuda saat ini Januari 2022, FKIP UAD akan mewisuda sejumlah 321 mahasiswa yang terdiri atas 24 dari jenjang S2 dan 207 dari jenjang S1.
Rusydi Umar, S.T., M.T., Ph.D. selaku Wakil Rektor Bidang Akademik ikut menimpali, “Apa pun profesi Anda setelah lulus, kami mengharapkan tetap menerapkan nilai-nilai Islam kepada tempat kerja mana pun.”
Acara ini mengambil tajuk “Peluang dan Tantangan Digital Edupreneurship bagi Sarjana Pendidikan”, sebuah materi yang diberikan kepada calon lulusan FKIP untuk bisa menghadapi berbagai tantangan digital. Hadir Utik Bidayati, S.E., M.M. sebagai pemateri. Ia menyampaikan pentingnya sebuah proses yang harus dilalui, seperti melewati sungai agar tidak mudah terbawa arus dengan menyesuaikan keadaan arus tersebut sehingga tidak tenggelam.
“Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memasuki lingkungan baru, yaitu manajemen yang adaptif, leader atau pimpinan yang kuat bisa mentrasformasikan apa pun kepada anggota, dan tuntutan human resource atau Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup inovatif,” jelas Utik.
Menurutnya, suatu perubahan tidak melihat siapa atau bagaimana keadaan seseorang, tetapi mengacu kepada siapa yang selalu siap pada tantangan yang baru. Oleh karena itu dengan sesuatu yang baru maka selalu ada hal-hal yang menantang yang harus bisa disesuaikan.
Ia menambahkan, terdapat beberapa kondisi manajemen adaptif yang harus bisa beradaptasi di lingkungan. Salah satunya bagaimana seseorang bisa berhadapan pada proses pembelajaran yang berubah, setidaknya dalam dua tahun terakhir ini. Manajemen organisasi akan adaptif jika pimpinan yang ada di organisasi mampu mentrasformasikan dengan baik di dalam organisasinya.
“Socialpreneur adalah orang yang fokus dalam aktivitas sosial tetapi dia bisa mengelola organisasinya dengan baik. Intinya, dia mau berkreasi, berinovasi, dan siap mau menerima risiko apa yang dia munculkan,” katanya.
Sementara pada tantangan dunia pendidikan saat ini, berlangsung ketika teknologi muncul tetapi beberapa hal proses pembelajaran hilang. Utik juga menegaskan bahwa yang harus dilakukan adalah cara seseorang bisa bertindak kreatif dengan mentrasformasikan apa yang dimiliki. Pendidik adaptif harus cepat tanggap terhadap banyak perubahan dan kemajuan di dunia pendidikan.
Ia menambahkan poin penting lain, yakni beberapa peluang pembelajaran secara daring yang menggunakan fasilitas digital tetapi platform ini merupakan bentuk pengembangan terhadap lulusan baru untuk memudahkan agar bisa menjadi pengajar tanpa harus mencari pekerjaan. Ini merupakan bentuk pengembangan pendidikan di era teknologi digital.
“Orang adaptif harus memiliki kemampuan plus yang dimiliki dan harus mau belajar, mau menyesuaikan, dan harus berubah karena kita tahu bahwa tidak ada hal di dunia ini yang tidak berubah. Kita harus menyesuaikan diri pada hal-hal baru,” tutup Utik. (rai)