Pagelaran Wayang Kulit merupakan salah satu acara yang diadakan dalam Milad Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ke-59. Saat jumpa pers di acara pagelaran, Dr. Muchlas, M.T. selaku Rektor UAD menyampaikan bahwa budaya jika dilihat dari segi kontennya tidak berubah. Salah satunya yaitu wayang kulit. Hanya saja cara penyampaiannya perlu dibuat lebih menarik, misal dengan menampilkan live streaming di YouTube. Hal tersebut bisa mengimbangi anak-anak yang tidak bisa lagi memakai komunikasi verbal terlalu banyak.

Oleh karena itu, dalam Milad kali ini UAD mempersembahkan Pagelaran Wayang Kulit dengan Dalang Ki Seno Nugroho. UAD juga mengundang Elisha Orcarus Allaso dan Sihono sebagai bintang tamu. Cerita yang disampaikan Ki Seno sangat menarik yaitu “Wisanggeni Dadi Ratu”.

Dalang Ki Seno Nugroho tengah menyampaikan cerita Wisanggeni Dadi Ratu pada 18 Januari 2020 di Kampus Utama UAD

Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Wisanggeni Dadi Ratu berarti Wisanggeni menjadi ratu. Ratu yang dimaksud yaitu pemimpin. Bercerita tentang kerajaan Ngastina Pura yang merupakan kerajaan milik sesepuhan dari Wisanggeni, kemudian Wisanggeni terpilih menjadi pemimpin saat usianya terbilang cukup muda. Hal ini bisa menginspirasi anak-anak muda, karena Wisanggeni merupakan anak muda yang terpilih menjadi pemimpin.

Gamelan dan para sinden turut memeriahkan pagelaran ini. Selain sivitas akademika UAD, masyarakat umum dan Penggemar Wayang Kulit Ki Seno Nugroho (PWKS) semakin membuat riuh acara tersebut. Aji Anom atau kerap disapa dengan Tono, yang merupakan pengurus harian PWKS yang berasal dari Bengkulu mengungkapkan, “Acara ini sebagai salah satu bentuk menjaga kebudayaan PWKS yang bekerja sama dengan UAD. Dipilih Ki Seno sebagai dalang karena unik saat menyampaikan cerita. Ia juga sering menyisipi humor. Jadi, penonton tidak bosan, meskipun malam semakin larut. Pagelaran Wayang Kulit juga bertepatan dengan hari jadi PWKS yang keenam. Harapan kami semoga anak muda turut menguri-uri wayang kulit.” (Dew)

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai salah satu Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah, dengan Trilogi dan Tri Kompetensi yang dimiliki senantiasa memberikan wadah berorganisasi. Salah satu hal yang selalu berkaitan dengan organisasi ialah administrasi. Baik itu keuangan maupun kesekretariatan, perlu dilakukan tertib administrasi sehingga tercipta organisasi yang ideal.

Koordinator Komisariat (Korkom) IMM UAD demi menunjang pentingnya tertib administrasi bagi IMM, mengadakan pelatihan administrasi bagi ketua umum, sekretaris umum, bendahara umum, dan sekretaris bidang pada Sabtu (11-01-2020) di Ruang Serbaguna Kampus Utama UAD.

Foto bersama seluruh peserta pelatihan administrasi

IMM sudah memiliki pedoman administrasi dari tataran pusat, sehingga diharapkan mampu dipahami oleh kader IMM di komisariat. Pentingnya paham dan tertib administrasi mulai dari hal kecil seperti surat-menyurat, pembukuan inventaris, keuangan, dan hal-hal yang bersifat ketatausahaan tentu membuat mahasiswa paham berorganisasi sekaligus administrasi.

“Mewujudkan Tertib Administrasi menuju Organisasi IMM yang Ideal” menjadi tema yang diusung oleh pihak panitia. Azwar Kholid, S.E. selaku Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM DIY menjadi pemateri pada pelatihan tersebut. Pelatihan penulisan surat, mulai dari bagian kop surat, tata letak penulisan tanggal, dan format surat menjadi materi utama yang dipaparkan olehnya.

Pembuatan format keuangan juga dijelaskan secara rinci agar kader IMM dapat paham dan mempraktikannya secara langsung. Pelatihan administrasi dilakukan agar adanya keseragaman baik itu format penulisan, tata letak hingga, hingga penomoran surat di seluruh komisariat IMM se-UAD.

Seluruh Komisariat IMM UAD mulai dari IMM PBII (PKn, PBI, dan PBSI), IMM FSBK (Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi), IMM JPMIPA (Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam), IMM FAST (Fakultas Sains dan Teknologi Terapan), IMM FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat), IMM FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), IMM FH (Fakultas Hukum), IMM FAI (Fakultas Agama Islam), IMM FTI (Fakultas Teknologi Industri), IMM Psikologi, hingga IMM Buya Hamka yang berada di Kampus Wates turut mengikuti pelatihan tersebut.

“Kader IMM semoga lebih tertib administrasi ke depannya. Sebab, kebaikan yang tidak tersusun secara sistematis akan kalah dengan kejahatan yang tersusun secara sistematis. Begitu juga dengan administrasi, apabila tujuan IMM baik namun tidak didukung oleh administrasi yang baik, tentu akan menimbulkan ketidakefektifan dalam kebaikan itu sendiri,” tutur Amiril Mu’minin, mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) angkatan 2017 selaku ketua panitia pelatihan administrasi. (Chk).

Mahasiswa Ekonomi tentu tidak asing dengan perpajakan. Sayangnya, kesadaran untuk membayar pajak masih minim, baik dalam lingkup masyarakat maupun mahasiswa. Komunitas Studi Pajak (KSP) salah satu komunitas di bawah naungan Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang sudah berdiri sejak 2017, akhirnya mengajak mahasiswa mengenal pajak.

KSP mengadakan seminar nasional pajak 2020 di Auditorium Kampus I pada Rabu (9-1-2020). “Peran dan Fungsi Pajak bagi Pembangunan dan Perekonomian Indonesia” menjadi tema yang diangkat pada seminar tersebut. Yunipan Nur Yogananta, S.E., MBA. selaku Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak DIY, Heru P. Nugroho, S.E., MBA. selaku Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DIY, dan Alia Ariesanti, S.E., M.Si., Ak,C.A. selaku Dosen Fakultas Ekonomi UAD menjadi pembicara pada seminar tersebut, didampingi oleh Ari Usman, S.E. selaku moderator.

Alokasi penerimaan pajak dan dampak dari penurunan penerimaan pajak menjadi materi penting yang dipaparkan oleh Direk torat Jenderal Perbendaharaan DIY. Alia Arianti selaku pemateri memberikan gambaran bahwa pentingnya membayar pajak bagi pembangunan negara.

“Apakah lebih baik membayar zakat daripada pajak?” tanya Alia saat sesi pemaparan materi.

Jika zakat hanya diperuntukkan umat Islam dan hanya diberikan bagi delapan golongan, maka berbeda dengan pajak. Orang kaya maupun miskin semuanya wajib membayar pajak. Seluruh pengeluaran dan kebutuhan negara bahkan utang negara sekalipun, dapat terlunasi dengan masyarakat tertib membayar pajak.

Dr. Salamatun Asakdiyah, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi menambahkan bahwa persoalan pajak tidak cukup hanya dibahas di dalam kelas. Sehingga perlu diadakan kegiatan tambahan bagi mahasiswa baik seminar maupun workshop sebagai pengetahuan. Terlebih mahasiswa ekonomi memiliki peran penting untuk mengawal pemerintah dan mengajak agar masyarakat taat pajak.

“Semoga setelah mendapat pengetahuan ini, mahasiswa Ekonomi mampu memahami peran pajak bagi pembangunan negara sekaligus menjadi pelopor taat pajak,” harap Mafis, mahasiswi Program Studi Ekonomi Pembangunan selaku Ketua KSP UAD saat ditemui di Auditorium Kampus I UAD. (Chk)

Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum. dalam diskusi sastra “Menjelajah Folklor Indonesia” yang diadakan oleh Forum Apresiasi Sastra (FAS)

“Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Misalnya cerita rakyat tentang pohon mengajarkan konservasi hutan, air, lingkungan, peringatan dini bencana, dan simbol kedekatan dengan alam,” ujar Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum. dalam diskusi sastra “Menjelajah Folklor Indonesia” yang diadakan oleh Forum Apresiasi Sastra (FAS), (26-12-2019).

Menurut Cahyaningrum ribuan folklor Indonesia dirawat dan disimpan di Inggris, Prancis, Belanda, Jerman, dan Malaysia. Folklor berprinsip cerita yang paling panjang dan komplet dianggap paling tua. Misal tentang pohon berarti cerita bisa berusia sekitar 500−1.000 tahun yang lalu. Kepercayaan tentang pohon besar menandakan bahwa nenek moyang Indonesia sudah punya pengetahuan tentang lingkungan hidup.

“Masyarakat Indonesia lebih percaya mistis ketimbang logika. Misalnya cerita Hutan Larangan dari Kampung Naga yang ada di Jawa Barat. Maknanya tidak boleh menebang pohon agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Di Yogyakarta contohnya ada kisah Nyi Roro Kidul, hal itu berarti orang-orang dahulu sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang bencana dan sebagai sarana legitimasi di bumi, laut, langit oleh raja yang sedang berkuasa,” ungkapnya.

Cahyaningrum menjelaskan bahwa sastra tulis masa lalu terdiri atas hikayat yang berisi pengetahuan teknologi masa lalu dan kearifan kepemimpinan Melayu. Serat berisi ajaran tertentu, babad mengandung catatan berbagai peristiwa yang terjadi di masa tersebut, sedangkan puisi lama mengajarkan budi pekerti bagi masyarakat. (JM)