BEM FH UAD Adakan Program âDikabarinâ

Program Dikabarin BEM FH Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Salsya)
Departemen Kajian dan Strategis (Kastrat) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) merealisasikan Diskusi dan Kajian Bareng Rutin (Dikabarin) dengan irisan tema âMakan Gratis, Gizi Terlupakan: Solusi Nyata atau Sekadar Pencitraan?â pada 18 Mei 2025 di Dua Masa Coffe.
Tema tersebut diusung sebagai bentuk respons kritis terhadap kebijakan makan gratis yang kerap dielu-elukan tanpa evaluasi yang jujur terhadap implementasi di lapangan. Mikhail Arif Reniurwarin, S.H. seorang analis sosial hukum yang dikenal aktif dalam kajian kebijakan publik berbasis keadilan sosial hadir sebagai pemateri.
Kegiatan ini merupakan program rutin Departemen Kastrat BEM FH UAD dalam mendorong budaya kritis di kalangan mahasiswa hukum. Wacana makan gratis begitu masif di ruang publik, namun kajian hukum, etika, dan efektivitasnya justru minim.
Melalui forum ini, mahasiswa diajak untuk tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga menjadi aktor intelektual yang berani mengkritisi kebijakan dengan basis keilmuan. Mikhail mengatakan bahwa program makan gratis justru berpotensi terhadap pemborosan anggaran dan minimnya transparansi.
âKetidaksesuaian antara narasi dan realitas lapangan, terutama pada distribusi, mutu gizi, dan ketepatan sasaran menjadi problematika kita saat ini. Potensi pemborosan anggaran dan minimnya transparansi, yang membuka indikasi terhadap praktik korupsi bisa saja terselubung melalui proyek pengadaan bahan pangan dalam skema program ini,â ujarnya.
Fakta bahwa program ini bisa jadi hanya sebagai âkosmetik politikâ menjelang kontestasi kekuasaan, tanpa menyentuh akar persoalan gizi dan kemiskinan struktural. Minimnya mekanisme evaluasi dan pengawasan berbasis data, membuat program ini rawan menjadi âritual politikâ yang mengabaikan keberlanjutan dan dampak jangka panjang.
Di sisi lain, pemateri juga mengingatkan bahwa kebijakan sosial seperti makan gratis semestinya dibangun dengan pendekatan intervensi struktural, bukan sekadar bantuan populis yang berumur pendek.
Diskusi ini berhasil membongkar lapisan-lapisan tersembunyi dari kebijakan publik yang selama ini dianggap mulia, namun menyimpan potensi kegagalan sistemik jika tak dikawal dengan serius.
âHarapannya, diskusi ini bukan sekadar ruang wacana, tetapi menjadi titik tolak kesadaran bersama bahwa keadilan sosial tidak lahir dari seremonial politik, melainkan dari keberanian untuk terus mengawal kebenaran dan integritas,â imbuhnya.
Selain itu, diharapkan juga diskusi ini mampu meningkatkan daya analisis dan sensitivitas sosial, berani mempertanyakan kebijakan dari sisi keadilan, efektivitas, dan motifnya, serta menjadi generasi hukum yang kritis, peduli, dan progresif. (salsya)