4 Nilai Dasar yang Berkaitan dengan Ibadah dan Tuntunan Puasa Ramadan
Masjid Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menyelenggarakan Kajian Rutin Ahad Pagi. Kajian ini berlangsung secara luring di kompleks masjid tersebut dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD dengan tema serta pemateri yang berbeda setiap pertemuan. Pemateri kali adalah Rahmadi Wibowo S., Lc., M.A., M.Hum. yang merupakan Kepala Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) dan juga dosen UAD Program Studi Ilmu Hadis.
Rahmadi menuturkan, ada 4 nilai dasar yang berkaitan dengan ibadah-ibadah yang dilakukan oleh umat Islam. Pertama, umat Islam beribadah ditujukan kepada tauhid. Jadi, semua ibadah yang dilakukan itu bermuara pada tauhid yaitu mengesakan Allah Swt. Maka ketika ibadah itu ditujukan kepada selain Allah, secara otomatis itu bertentangan dengan ketauhidan. Atau ada yang menyebutnya dengan ilahiyyah, ibadah yang dilakukan berdasarkan pada aturan yang dibuat oleh Allah Swt. Jadi, yang membuat aturan itu Allah bukan manusia.
“Manusia memiliki beberapa tugas, di antaranya adalah memahami aturan yang dibuat oleh Allah sehingga manusia harus terus belajar. Oleh karena itu mengapa manusia disebut dengan pembelajar sejati. Selanjutnya adalah mengamalkan atau menerapkan ilmu yang telah didapat serta mengajarkan atau menyampaikan berdasarkan ketentuan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt.,” jelasnya.
Kedua, mengikuti apa yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad (hiba’). Ada yang sifatnya mutlak, tidak boleh diubah walaupun manusia bisa mengubahnya. Dalam hal ini biasanya yang berhubungan dengan ibadah mahdhah yaitu ibadah yang sudah diatur tata cara dan pelaksanaannya dengan rinci.
Ketiga, sesuai dengan kemampuan (taisir). Hal ini menjadi nilai dasar bahwa ibadah itu mudah sesuai dengan kemampuan. “Yang bisa mengukur mampu atau tidaknya kembali kepada pribadi masing-masing. Maka, dalam Islam kejujuran itu betul-betul diutamakan,” lanjut Rahmadi. Terakhir, adalah maslahah, makna maslahah di sini ialah semua yang dilakukan oleh umat manusia pasti akan mendatangkan kebaikan dan kebaikan itu akan kembali kepada pribadi masing-masing.
“Hidup adalah pilihan yang diberikan potensi baik dan buruk, masuk surga atau neraka juga adalah pilihan,” imbuh Rahmadi.
Apakah Puasa Itu?
Puasa adalah beribadah kepada Allah dengan menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal lain yang membatalkannya dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. “Puasa ini termasuk ke dalam ibadah mahdhah di mana aturannya sangat rinci. Puasa ini wajib bagi orang-orang yang beriman dengan harapan menjadi orang yang bertakwa,” ucap Rahmadi.
Ia melanjutkan, “Menurut tafsir Al-Misbah yang dimaksud orang bertakwa itu ialah orang yang menjauhkan diri dari siksa dunia dan siksa akhirat. Siksa akhirat adalah neraka, kemudian siksa dunia adalah sakit, miskin, dan bodoh.”
Waktu Puasa
Rahmadi Wibowo menuturkan, waktu puasa adalah dimulai dari fajar shodiq, di Muhammadiyah ketentuannya ialah di bawah ufuk 18o dan yang pada umumnya di masjid-masjid itu 20o sampai terbenamnya matahari.
Orang yang diberi keringanan dan boleh meninggalkan puasa ramadan ada 2, yaitu wajib mengganti puasa di luar bulan Ramadan dan tidak perlu mengganti puasa tetapi membayar fidiah. “Adapun kategori orang yang wajib mengganti di luar bulan Ramadan adalah orang yang sakit biasa, ukuran orang yang sakit biasa ini adalah orang yang sakit kemudian bisa membahayakan kesehatannya. Jika ia sakit biasa tetapi tidak membahayakan kesehatannya maka ia tetap wajib berpuasa, misalnya sakit kulit, bisul dan lain-lain. Selanjutnya adalah orang yang sedang bepergian atau musafir. Adapun kategori orang yang tidak perlu mengganti puasa namun membayar fidiah adalah orang yang tidak mampu berpuasa misalnya karena tua dan lain sebagainya, orang yang sakit menahun, perempuan hamil, dan perempuan yang menyusui,” jelas Rahmadi.
Ia menambahkan, “Fidiah ini bisa dibayarkan di awal ataupun di akhir dan lebih baik jika dalam bentuk makanan yang sudah siap makan atau nasi kotak.”
Hukum Meninggalkan Puasa dan Hal yang Membatalkannya
Rahmadi Wibowo mengatakan, Ada dua hukum meninggalkan puasa ramadan. Pertama, kafir yang berarti tidak meyakini akan kewajiban puasa dan meninggalkan puasa. Kedua, bermaksiat yaitu orang yang meyakini kewajiban puasa namun tetap meninggalkan puasa.
“Adapun hal-hal yang membatalkan puasa ialah makan dan minum dengan sengaja, berhubungan intim di siang hari, mengeluarkan mani, muntah dengan sengaja, dan haid atau menstruasi,” tutup Rahmadi. (Zah)