IMM Buya Hamka UAD Gelar Dialektika tentang Productive vs Toxic Productivity
“Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita melakukan kegiatan dengan sebaik mungkin dan evaluasi kegiatan tersebut hanya sedikit maka dikatakan produktif yang kita jalankan berhasil.”
Sabtu, 28 Mei 2022, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Buya Hamka Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan Diskusi Intelektual Ikatan (Dialektika). Acara ini merupakan agenda dari Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK) dengan tujuan membangun kader intelektual di atas landasan etika dan moril berbasis keilmiahan guna mewujudkan insan intelektual yang berkemajuan.
Berlangsung selama tiga jam melalui platform Google Meet, dalam acara itu hadir Immawati Lefone Shiflana Habiba selaku pemateri sekaligus Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK) Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kulon Progo. Pimpinan Komisariat (PK) IMM Buya Hamka dan kader 2021 ikut membersamai acara tersebut. Dalam pemaparannya, Lefone begitu ia akrab disapa, membahas terkait “Productive vs Toxic Productivity”.
Sering kali seseorang merasa toxic productivity. Toxic productivity dapat muncul pada diri seseorang karena perasaan takjub dengan orang-orang yang memiliki berbagai macam aktivitas dalam keseharian mereka. Sebutan lainnya yaitu obsesi untuk mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal setiap hari.
“Jika toxic productivity dibiarkan berlarut-larut maka energi negatif ini akan selalu ada pada diri kita yang akan berakibat pada kesehatan mental. Lelah pikir, hati, bahkan fisik adalah dampak dari toxic productivity itu sendiri, hingga rasa trauma seseorang enggan mencoba berusaha lagi karena hasil yang kurang optimal pada sebelumnya,” jelasnya.
Di akhir acara, Lefone menyampaikan bahwa ekspektasi tinggi seseorang harus disesuaikan dengan kemampuan dan passion pada dirinya. Jika ekspektasi tersebut tidak diimbangi dengan usaha dan kemampuan yang sudah dimiliki maka rasa tidak pernah puas akan selalu ada di dalam benak orang tersebut. (Lae)