Mahasiswa UAD Rasakan Perbedaan Suasana TK di Indonesia dan di Thailand
Arini Nur Rohmah, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dari Program Studi (Prodi) Kesehatan Masyarakat 2020 dan Audia Puspita Anggraini mahasiswa UAD dari Prodi Pendidikan Bahasa Inggris 2020, mendapatkan pengalaman unik dari pengabdian Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilakukan di Sangkhom Islam Wittaya School Thailand.
Arini mengatakan pandangannya terkait kurikulum Taman Kanak-Kanak (TK) yang ada di Thailand dan di Indonesia. āDi sini, jenjang TK disebut dengan Anuban. Pertama kali mengajar, saya mendapatkan banyak pembelajaran baru yang belum pernah saya temui di tanah air. Anak-anak TK ini sangat mengutamakan kemandirian, jadwal pulang sekolah mereka sekitar pukul 15.30 waktu setempat, yang sangat berbeda dengan di Indonesia yang pada jenjang TK dipulangkan lebih awal atau tidak sampai sore hari.ā
Hal tersebut menurutnya, sangat memberikan dampak positif baik untuk orang tua maupun anak, dari sisi aktivitas orang tua maupun kemandirian anak. Sebab, banyak orang tua yang kesehariannya bekerja sehingga tidak bisa merawat anak secara langsung.
Arini menambahkan, yang membuat dirinya terkesan dengan sistem pendidikan di Thailand adalah pada jenjang TK, anak-anak difasilitasi lengkap tidur siang, minum susu rutin setiap pagi, makan siang, hingga makan snack sebelum pulang. Konsep gizi dan kesehatan untuk anak usia sekolah sangat diperhatikan sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dengan baik, guna mempersiapkan generasi emas untuk bangsanya.
Audi juga mengungkapkan, āGuru di Thailand mempunyai peran besar dalam mengatur waktu siswanya untuk belajar, bermain, dan menyelesaikan permasalahannya sendiri agar anak-anak menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab.ā
āSelain itu, sekolah di sini menerapkan jam tidur siang yang saya rasa itu sangat bagus untuk anak-anak memulihkan kembali energinya setelah seharian beraktivitas di sekolah. Kebiasaan tidur siang ini, membuat mereka bertanggung jawab dengan kebugaran tubuh masing-masing. Kalau untuk kurikulum, saya rasa sama dengan di Indonesia. Mereka belajar dengan menggunakan buku, lagu, dan juga alat sensorik lainnya,ā tutup Audi. (Rini)