Rudal Kodok buatan Cirnov UAD melesat menuju sasaran setelah ditembakkan dari peluncur (Foto: Istimewa)
Peperangan yang sedang berlangsung di era modern ini antara Rusia dan Ukraina telah memberikan gambaran secara gamblang akan jenis senjata yang dimainkan serta tidak lagi mengandalkan senapan, mortir, atau meriam. Tak dapat dimungkiri bahwa senjata pamungkas seperti rudal menjadi andalan tentara Rusia serta usaha keras Ukraina untuk mendapatkan senjata sejenis dari negara North Atlantic Treaty Organization (NATO) untuk mengimbanginya.
Dari peristiwa tersebut, tim Pusat Riset Center for Integrated Research and Innovation (CIRNOV) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) telah melakukan langkah konkret berupa riset pembuatan rudal kaliber 70 yang diberi nama Rudal Kodok untuk sasaran di darat seperti kendaraan tempur, tank, dan sejenisnya. Langkah ini sebagai bentuk antisipasi serta meningkatkan kewaspadaan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rudal Kodok sendiri sudah diujitembakkan berkali-kali, tetapi untuk mendapatkan presisi yang tinggi terhadap sasaran perlu selalu dilakukan, terlebih jika ada subsistem seperti roket pendorong memiliki desain yang baru. Sejak 2016, CIRNOV telah bekerja sama dengan Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) BRIN mulai membuat senjata rudal yang fokus pengembangan pada sistem kendali (guidance system).
Kemudian dilanjut dengan roket pendorong setelah CIRNOV bermitra dengan PT DAHANA seiring dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pembuatan Rudal Merapi sasaran udara (pesawat terbang) sekaligus mitra pembuatan Rudal Kodok sasaran darat (Senjata Lawan Kendaraan Tempur) program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sejak 2021 hingga sekarang. Sedangkan pendanaan riset diperoleh dari program Riset Inovatif Produktif (RISPRO) LPDP, Kemenkeu untuk tahun anggaran multitahun.
Tiga bulan setelah uji tembak validasi roket pendorong pada Agustus 2022, dengan penggantian roket pendorong yang didesain khusus oleh PT DAHANA menghasilkan konsistensi yang bagus. Sehingga, produk riset teknologi tinggi seperti rudal yang terbilang sangat rumit dan kompleks ini dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Uji tembak kembali dilakukan pada 24–26 November 2022 di Lapangan Tembak, Air Weapon Range (AWR) TNI AU, Kunir, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Hadir dalam uji tersebut staf dari LPDP, tamu undangan dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemhan RI, Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad), serta Politeknik Angkatan Darat (Poltekad) Kodiklat TNI AD.
Hasil uji diperoleh trajectory atau lintasan rudal terhadap sasaran berupa lintasan parabola yang mengarah ke area target. Sebagaimana hasil kalkulasi dan simulasi yang dilakukan secara matang, merujuk sistem yang telah dibuat dengan jarak sasaran dekat dari 1000–3000 m. Rudal juga masuk Window of Target Area yang dipasang di lapangan tembak.
Prof. Hariyadi selaku ketua tim program pembuatan Rudal Kodok sekaligus Kepala Pusat Riset CIRNOV UAD menyampaikan bahwa selama melakukan uji tembak, tembakan diarahkan ke laut untuk menjaga faktor keamanan. Pemantauan tembakan dilakukan dengan beberapa teknologi seperti telemetri yang dipasang di rudal, kamera drone, serta beberapa kamera yang dipasang menyorot posisi sasaran rudal.
Keberhasilan peningkatan presisi sasaran tersebut tentu tidak lepas dari peningkatan kinerja QA (quality assurance) yang makin ketat dilakukan termasuk koreksi beberapa komponen, salah satunya peningkatan kekuatan sistem prototipe motor servo. Canard ini berfungsi mengendalikan rudal dalam mencari sasaran menjadi lebih kuat dan seimbang dengan kecepatan rudal yang mendekati kecepatan suara.
Selanjutnya, peningkatan kemampuan rudal, kata Prof. Haryadi, serta penyempurnaan akan terus dilakukan di tengah sulitnya mendapatkan anggaran yang memadai untuk pembuatan teknologi kritis tersebut. Tak hanya itu, dibutuhkan juga penyiapan alat-alat uji statis dengan spesifikasi khusus sebelum ditembakkan dan tentu membutuhkan anggaran tidak murah.
Ada tantangan tersendiri bagi tim CIRNOV dalam melakukan riset bidang teknologi senjata rudal ini. Selain dukungan anggaran yang sangat minim, juga teknologi yang sangat tertutup dan tidak dapat dibuka dari pembuat senjata sejenis untuk negara lain karena masuk kategori deterrent effect (efek yang menjadikan pihak atau negara lain berusaha menghalang-halangi atau menggagalkan kemandirian pembuatan senjata tersebut). “Namun kembali lagi tekad tim CIRNOV yang sejak awal berupaya menguasai teknologi tersebut, berbagai cara dilakukan baik melalui kajian komponen yang dapat diakses maupun inovasi sendiri. Sehingga, dapat diperoleh desain yang spesifik buatan dalam negeri tanpa campur tangan pihak lain atau luar,” ungkap Prof. Hariyadi.
Dukungan pihak pemerintah khususnya institusi yang berkaitan dengan teknologi tersebut sangat diperlukan, mengingat semua negara di luar menjadikan program pembuatan senjata merupakan program rahasia yang harus dikawal dan dilindungi oleh negara, demikian kata Prof. Hariyadi. (guf)
uad.ac.id