Kajian Ramadan: Mengulik Kebenaran di Bulan Ramadan
“Bulan Ramadan menjadi bulan yang sangat dinantikan umat Islam. Bulan ketika Allah Swt. buka pintu ampunan dan melipatgandakan setiap perbuatan. Pantaslah banyak muslim yang berbondong-bondong ke masjid, memakmurkan masjid, serta berharap mendapatkan pahala di malam Lailatulqadar, ”terang Rosti Hanifah Salsabila, mahasiswi Universitas Al-Azar Mesir saat mengisi tausiah di Kajian Ramadan # 2 yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi (FSBK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Kajian diselenggarakan dalam jaringan melalui aplikasi Google Meet pada Selasa (04-05-2021). IMM sebagai organisasi otonom (ortom) di bawah Persyarikatan Muhammadiyah dalam menjalankan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar di kalangan mahasiswa senantiasa menebar kebermanfaatan. Salah satunya dengan mengadakan berbagai kajian sebagai wujud dari Tri Kompetensi IMM yaitu religiositas.
Amalan-amalan di bulan suci tentu banyak yang bisa dilakukan. Namun, banyak muslim yang masih mempersoalkan berbagai hal yang diragukan atas kebenarannya. Hadis about 15 Ramadan yang jatuh pada hari Jumat sebagai awal huru-hara dan kejadian kiamat, perbedaan malam Lailatulqadar dengan malam Nuzululqur’an, niat puasa yang dilisankan atau tidak, dan jumlah rakaat shalat tarawih yang sering dipermasalahkan, menjadi beberapa contoh hal yang sering diperdebatkan oleh umat Islam di Indonesia.
“Negara Indonesia merupakan negara muslim terbesar dengan berbagai adat istiadat yang masih terjaga hingga sekarang. Indonesia memiliki beberapa ormas dengan keyakinan pada mazhabnya masing-masing. Perkara jumlah rakaat salat tarawih misalnya, ada orang yang melaksanakan 8 rakaat dan ada pula yang 23 rakaat. Lalu pernah ditanyakan, siapa yang paling benar? Situasi masalah-masalah fikih sangat maklum sekali, ”terang Rosti.
Perkara Hadis 15 Ramadhan sebagai hari kiamat, jika dilihat dari Hadis dan perawinya tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Hal-hal lain seperti niat yang dilisankan atau tidak pada cukup di dalam hati. Adapun jika ingin diucapkan menurut mazhab Syafi’i hukumnya sunah.
“Allah SWT. berfirman wakadzalika ja’alnakum ummatan wasaton litakunu yang berarti demikianlah kami menciptakan kamu sebagai umat yang wasati. Hendaknya kita sebagai generasi muda menyatakan moderat dan wasatiah. Kita mengambil jalan tengah dan jangan persoalkan hal yang tidak perlu dipersoalkan. Setiap orang memiliki keyakinannya masing-masing. Tidak ada yang benar atau pun salah semuanya. Yang salah hanya orang yang tidak salat bukan orang yang salatnya 8 rakaat atau 23 raka’at ataupun kunut dan tidak kunut, ”tandas Rosti di akhir sesi kajian. (Chk)