Pandangan Sultan Baktiar Najamudin untuk Demokrasi, Tata Negara, dan Konstitusi Indonesia yang Lebih Baik
Sultan Baktiar Najamudin, sebagai Wakil Ketua III Dewan Perwakilan Daerah, Republik Indonesia (DPD RI) memberikan pandangannya terkait kondisi konstitusi di Indonesia pada diskusi terbuka yang bertema, “Anomali Demokrasi dan Posisi DPD RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”.
Terselenggara di Ruang Amphitheater Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan (UAD), pada Senin, 14 Februari 2022, acara diskusi ini turut dihadiri oleh Dr. Norma Sari, S.H., M.Hum. selaku Wakil Rektor bidang Sumber Daya Manusia (SDM) UAD, Dr. Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni UAD, seluruh sivitas akademika UAD, dan tujuh Anggota DPD RI dari berbagai Daerah Pilihan (Dapil).
“Saya harus sampaikan penghormatan dan penghargaan yang luar biasa kepada UAD karena telah menyambut saya dan tim dengan sangat baik. Saya selalu percaya, bahwa seluruh pergerakan dan perubahan secara signifikan lahir dari kampus,” ucap Sultan saat mengawali sambutannya.
Menurutnya, Indonesia sudah saatnya meninjau ulang reformasi yang diterapkan saat ini, terkait demokrasi, tata negara, dan konstitusi bangsa. “Dari hasil diskusi saya bersama banyak lapisan dan golongan, yang salah satunya terdapat para aktivis dan akademisi, benar ini adalah saatnya kita meninjau ulang sistem ketatanegaraan bangsa kita. Termasuk posisi dan peran DPD dalam hal ketatanegaraan dan demokrasi.”
“Kami di parlemen dan DPD RI menyaksikan dengan fakta, bahwa kondisi negara ini tidak begitu baik, bangsa ini belum berada di posisi ideal. Berdasarkan hal tersebut, judul Anomali Demokrasi dirasa cocok. Kami di dalam kajian lembaga pemerintahan dan DPD, terus mencari serta membentuk demokrasi berbangsa yang ideal,” tambahnya.
Sultan menekankan bahwasanya konstitusi haruslah hidup dan terus melakukan penyesuaian, karena jika tidak seperti itu bangsa ini akan tertinggal dari segi ketatanegaraan dan demokrasi. Ia juga menyampaikan, jika penerapan politik yang dianut oleh bangsa Indonesia berkontribusi nyata terhadap praktik korupsi yang kian meningkat.
“Indonesia menerapkan sistem demokrasi langsung, yang bersifat kuantitatif dan itu berimbas pada diunggulkannya kuantitas ketimbang kualitas. Bisa disaksikan, pemilihan dan penyelesaian suatu masalah di Indonesia selalu diselesaikan dengan voting, lalu akhirnya melupakan nilai dan esensi Pancasila, yaitu musyawarah,” jelas Sultan.
Dalam pandangannya, Sultan meyakini Indonesia masih memiliki sesuatu yang ideal untuk dibangun dan perjuangkan guna memperbaiki demokrasi, tata negara, dan konstitusi bangsa agar lebih baik. “Saya yakin, mahasiswa dari kampus-kampus di Indonesia akan melahirkan ide-ide yang cemerlang, guna memperbaiki kondisi negara kita.”
“Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan unggul di waktu mendatang. Tetapi dengan catatan, demokrasi, tata negara, dan konstitusi bangsa ini harus dibenahi,” pungkas Sultan. (didi)