Mengekspos Sejarah Muhammadiyah dengan Perspektif Baru dan Kekinian
Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah menyelenggarakan Kongres Sejarawan Muhammadiyah 2021 pada Sabtu–Minggu (27–28 November 2021) secara daring dan luring di Amphitarium Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) bertajuk “Sejarah Muhammadiyah dalam Lintasan Zaman” sebagai tema besar.
Pada agenda tersebut dihadiri oleh para sejarawan baik internal maupun eksternal Muhammadiyah, perwakilan pimpinan wilayah dan daerah Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) se-Indonesia, organisasi otonom (ortom), serta didukung para narasumber dari dalam dan sejarawan luar negeri.
Dr. Muchlas, M.T. Ketua MPI PP Muhammadiyah sekaligus Rektor UAD menuturkan bahwa di usianya ke-109, Muhammadiyah telah berkiprah dalam percaturan pembangunan dan kemajuan Republik Indonesia. Sayangnya, terkait narasi sejarah Muhammadiyah dalam jejak virtual masih terbilang kurang.
“Karena itu perlu dan menjadi penting untuk memetakan, mengulas, dan mengekspos kembali sejarah Muhammadiyah dengan perspektif baru dan kekinian,” ujarnya, Sabtu (27-11-2021) dalam sambutannya pada Kongres Muhammadiyah 2021.
Ia sepakat tentang pernyataan terkait sejarah bukan hanya persoalan masa lampau, tetapi tentang cara menggali dan mengoleksi nilai-nilai moral yang kemudian menjadi panduan dalam membangun kemajuan masa depan peradaban. “Deskripsi sejarah menjadi peran sentral tentang nilai-nilai dasar Persyarikatan Muhammadiyah bisa ditangkap menjadi lapisan pengetahuan terstruktur dan sistematis sehingga ilmuwan sejarah menjadi dinamis.”
Menurutnya, penulisan sejarah harus menjadi bagian upaya persyarikatan untuk meluruskan dan merangkai kembali serpihan-serpihan peran Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara yang tidak sempat tertulis. Hal ini menjadi sebuah keharusan bagi persyarikatan, tanpa melupakan pentingnya informasi, data, arsip, dan dokumen yang telah menjadi sejarah dapat didaur ulang dan diramu dengan rumusan melalui perspektif baru, yang kemudian dapat diaktualisasikan dalam kehidupan kekinian.
Muchlas berharap dengan adanya Kongres Sejarawan Muhammadiyah ini menjadi momentum untuk merumuskan kembali peran sejarawan sebagai konstelasi peradaban. Terlebih peran sejarawan dalam menyuguhkan konstruksi pemikiran, gerakan, dan amal nyata persyarikatan dalam tafsir sejarah yang lebih kontekstual serta relevan dengan zaman, dalam spektrum keindonesiaan maupun dunia internasional. (hmd)