Mengungkap Rahasia Artikel Populer Bersama Harian Jogja

Nugroho Nurcahyo, Pemateri Pelatihan Penulisan Artikel Populer BHP Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto. Humas UAD)
Menulis artikel di media massa bukan sekadar menyusun kata demi kata, melainkan seni menyampaikan gagasan dengan data yang kuat, opini yang tajam, serta gaya bahasa yang lugas dan mengalir. Materi ini disampaikan oleh Nugroho Nurcahyo, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Jogja, dalam sesi bertajuk “Menulis Artikel ala Harian Jogja” yang menjadi bagian pembuka dalam Pelatihan Penulisan Artikel Populer yang diselenggarakan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Selasa, 15 Juli 2025.
Dalam pemaparannya, Nugroho menjelaskan bahwa artikel populer memiliki karakter yang berbeda dengan artikel ilmiah. Artikel di media massa harus mampu menarik perhatian sejak paragraf pertama serta menyajikan opini yang berdasarkan pada fakta dan analisis yang akurat. “Artikel di media massa itu harus aktual, punya sudut pandang yang jelas, dan menggunakan bahasa yang bisa dipahami semua kalangan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya memperhatikan nilai-nilai berita agar tulisan berpeluang dimuat. Artikel yang baik memuat unsur aktualitas, keunikan, dampak, serta melibatkan tokoh atau peristiwa yang relevan secara sosial. “Redaksi akan menilai apakah tulisan Anda menawarkan sesuatu yang baru atau sekadar mengulang gagasan yang sudah sering muncul. Jika idenya sudah terlalu umum atau tidak relevan, kemungkinan besar tidak akan dimuat,” tambahnya.
Selain itu, Nugroho juga membedah berbagai kesalahan umum yang membuat artikel ditolak redaksi. Beberapa di antaranya kurangnya data dan fakta yang mendukung argumen, alur tulisan yang tidak rapi, serta penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik. Ia menegaskan pentingnya menulis dengan jelas, ringkas, dan runtut karena ruang di media massa terbatas dan perhatian pembaca sangat cepat berpindah.
Tak hanya itu, peserta juga diajak memahami bagaimana redaksi melakukan seleksi terhadap penulis. Faktor kompetensi penulis, kesesuaian topik dengan latar belakang, serta reputasi (terutama terkait plagiarisme dan pengiriman ganda ke media lain) menjadi pertimbangan serius. Penulis yang pernah terbukti melanggar etika jurnalistik bisa masuk “daftar hitam” media sehingga artikelnya tidak akan dipertimbangkan lagi di masa mendatang.
Pelatihan ini membuka wawasan peserta bahwa menjadi akademisi bukan berarti hanya menulis di jurnal terindeks. Melalui artikel populer yang ditulis dengan baik, gagasan dari ruang-ruang kampus bisa hadir dan menginspirasi publik secara lebih luas. (dnd)