Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) menyelenggarakan forum debriefing. Acara ini berlangsung di Islamic Center (IC) UAD Jln. Lingkar Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Kamis (14-3-2019).

Forum tersebut merupakan wadah antara aktor diplomasi dan akademisi tentang hubungan diplomasi Indonesia dengan negara-negara lain, khususnya di benua Amerika. Forum yang dihadiri 200 peserta ini, mengundang empat pembicara yaitu Marsekal Madyar TNI (Purn.) Toto Riyanto, Yusra Khan, S.H., Dr. Teuku Faizasyah, serta dosen UAD Wajiran, M.A.

Forum yang mengusung tema “Peluang dan Tantangan Diplomasi Indonesia di Benua Amerika”, disambut baik oleh Prof. Sarbiran selaku Wakil Rektor IV UAD. “Sungguh ini kebahagiaan kita bersama, karena FAI UAD bisa bekerja sama dengan Kemenlu RI. Kami mengucapkan terima kasih kepada Kemenlu RI,” ungkapnya.

Selain itu Sarbiran berharap, kegiatan ilmiah ini bisa dicermati dengan baik oleh mahasiswa. Bekerja sama dengan Kemenlu RI, merupakan inovasi baru dan menginspirasi fakultas lain di UAD untuk bekerja sama di ranah internasional.

Duta besar Ronny Prasetyo Yuliantoro staf ahli hubungan antar lembaga Kemenlu RI menyinggung, forum ini setiap tahun akan diselenggarakan dengan maksud untuk membagi kepada mahasiswa atau perguruan tinggi tentang berbagai pengalaman lewat narasumber Kemenlu RI yang lama mengemban tugas serta misi.

“Tema kali ini akan menarik dan manfaat bagi kita, untuk menambah pemahaman dan kekayaan wawasan terkait pemaparan pembicara,” kata Ronny.

Ia juga memberikan apresiasi kepada UAD yang bersedia untuk bekerja sama. “Kami memberikan penghargaan kepada UAD yang telah sedia membantu dan bekerja sama dengan kami sehingga acara ini berjalan baik. Diharapkan dari pemaparan narasumber, dapat menambah wawasan. Forum ini merupakan kesempatan yang baik untuk menambah informasi. Kerja sama antara Kemenlu RI dengan UAD akan terus berjalan dengan baik,” tandasnya. (ASE)

“Orang Madura terkenal kasar, keras, dan semaunya sendiri. Tetapi jika bertemu dan berkomunikasi dengan orang Madura secara langsung, maka kita tidak akan menemukan stereotip kasar, keras, dan lain-lain itu. Mereka sangat santun, tidak ada yang keras seperti anggapan banyak orang,” kata Budi saat menjadi pengulas dalam acara “Psikologi Kejantanan Orang Madura” yang diadakan oleh Civitas Kotheka di Gedung Kesenian Pamekasan, Jalan Trunojoyo, Kelurahan Patemon, Selasa malam (12-2-2019).

Budi yang pernah melakukan observasi ke beberapa daerah di Madura itu berkesimpulan bahwa sikap orang Madura bergantung pada lawan bicaranya. Kalau santun dibalas lebih santun. Sebaliknya, kalau kasar akan dibalas lebih kasar.

Lelaki asal Lawangan Daya, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, itu menuturkan, carok menjadi cara orang Madura mempertahankan kejantanannya. Sebab hal itu menjadi senjata untuk menjaga kehormatan. Bahkan, dalam praktiknya carok direncanakan.

Baginya, praktik carok unik. Bisa terjadi karena diundang. Tentunya, hal itu sudah direncanakan. Sebelum carok, berbagai persiapan dilakukan oleh kedua belah pihak.

“Beberapa persiapan biasanya dilakukan sebelum carok dimulai. Jadi, pelaku carok akan meningkatkan ibadahnya sebagai bekal spiritual. Persiapan dalam hal supranatural juga dilakukan,” ujarnya.

Pada koloman budaya yang rutin tersebut juga menghadirkan Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si., Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Menanggapi tema tentang kejantanan orang Madura, Hadi, pangggilan akrabnya mengatakan, karakter kejantanan orang Madura berhubungan dengan psikologi maskulinitas. Yakni sebuah perilaku atau simbol-simbol kelaki-lakian. Baik laki-laki maupun perempuan juga bersifat maskulinitas.

Namun, psikologi kejantanan orang Madura lebih dikenal pada stereotip bentuk kekerasan. Hal itu muncul karena faktor lingkungan sehingga terbentuk tradisi, dan sudah terjadi sejak zaman dahulu.

“Kita bisa lihat di daerah yang rawan terjadi carok. Biasanya kalau ada yang mati karena carok, pakaiannya disimpan tanpa dicuci. Tujuannya, untuk diberitahukan kepada anaknya bahwa bapaknya meninggal karena dibunuh. Dari situ muncul identitas sosial,” terang laki-laki asal Bantul Yogyakarta itu.

Menurut dia yang biasa terjun di lokasi konflik tersebut, identitas sosial tidak perlu dikembangkan. Sebab, bagaimanapun bentuk kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu kesadaran masyarakat untuk mengubah diri.

“Jadi, kesempatan untuk memperbaiki identitas sosial masih mungkin terjadi. Tapi bukan berarti menghilangkan maskulinitas atau keberanian dalam diri kita. Artinya, karakter orang Madura tidak akan hilang hanya karena meninggalkan carok,” pungkas penulis buku Merawat Perdamaian tersebut.

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi (FSBK) dengan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) berkolaborasi untuk selenggarakan diskusi ilmiah dan penandatanganan MoA dengan jurusan Bahasa Melayu, Fakultas Ilmu Budaya dan Sosial Universitas Fatoni, Thailand.

Acara ini disambut baik oleh Prof. Drs. Sarbiran, Ph.D., selaku Wakil Rektor IV UAD. Menurutnya, pertemuan pertama dengan Universitas Fatoni memberikan dampak yang baik bagi UAD. Apalagi, Universitas Fatoni memiliki mahasiswa yang bernuansa islami.

“Semoga acara ini dapat menambah pengetahuan dan ilmu bagi kita semua. Nanti ada sesi diskusi ilmiah, kita harus memanfaatkan hal itu dan patut bersyukur atas kedatangan mahasiswa serta dosen dari Thailand,” ungkap Sarbiran.

Ia berharap, dengan adanya kunjungan ini antara UAD dan Universitas Fatoni bisa sama-sama belajar tentang agama Islam. Sebab, manusia harus lebih baik dari hari kemarin.

“Mari bersama-sama berlomba di jalan kebaikan karena agama Islam juga menganjurkan itu,” imbuhnya, saat menyampaikan sambutan di kampus 4 UAD Jln. Lingkar Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul. (ASE)

Dalam semarak Milad ke-58, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali selenggarakan family gathering. Kegiatan yang mengusung tema “Membangun Identitas Bangsa dan Budaya Indonesia yang Berkemajuan” ini berlangsung di kampus 4 UAD Jln. Lingkar Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Minggu (20-1-2019).

Acara terbilang santai tersebut diawali dengan senam bersama keluarga dosen dan karyawan. Dr. Kasiyarno, M.Hum. selaku Rektor UAD mengungkapkan, “Senam ini diawali dengan lagu meraih bintang, lagu santai, kemudian lebih keras, dan terakhir lagu India.”

Menurutnya, acara ini merupakan ajang silaturahmi, supaya antara keluarga UAD bisa saling kenal satu sama lain. “Dengan karyawan yang sudah hampir berjumlah 1.000-an, dan dosen juga hampir 600-an, di kampus utama ini kita dapat berkumpul bersama. Tentu saja atas nama pimpinan UAD saya ucapkan terima kasih bagi keluarga yang sudah datang.”

Acara ini lebih meriah dengan adanya hadiah-hadiah yang disiapkan panitia. Tidak tanggung-tanggung, hadiah utama ada dua sepeda motor, laptop, kulkas, TV LED, mesin cuci, HP, sepeda gunung dan lipat, emas dua dan tiga gram, serta masih banyak hadiah lainnya.

Semarak tersebut tidak lepas dari peran panitia yang diapresiasi oleh Kasiyarno. “Kali ini panitia sukses dan bekerja keras dalam mencari sponsor di acara ini.” (ASE)

Pada Jumat (4-1-2019) bertempat di Gedung XT Square, Yogyakarta, Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) resmi menutup kegiatan milad yang ke-21. Acara ini sangat diapresiasi oleh Dr. Kasiyarno, M.Hum. selaku Rektor UAD karena dibumbui dengan laporan tahunan dekan FH dan orasi ilmiah yang mendatangkan Yudilatief, M.A., Ph.D.

Laporan dekan sudah menjadi tradisi setiap tahun. “Laporan dekan ini bisa ditradisikan di fakultas lain. Apalagi, FH juga sudah memiliki peningkatan yang sangat bagus, dari peningkatan kualitas maupun kuantitas,” jelas Kasiyarno.

Ia mengimbau, peningkatan FH ini bisa dicontoh fakultas lain yang ada di UAD. Tentunya, ia melanjutkan, FH salah satu fakultas yang memacu sebagai fakultas andalan dan unggulan di UAD.

“Fakultas lain bisa mencontoh kemajuan FH. Semoga FH memacu dirinya menjadi andalan dan unggulan di UAD. Secara garis besar dari sisi kuantitas, UAD sudah cukup. Namun sisi kualitas masih belum. Jadi, layanan FH untuk mahasiswa harus ditingkatkan lagi.”

Layanan yang bagus untuk mahasiswa bisa menjadi corong untuk mempromosikan UAD. Kebanggaan dan kepuasan mahasiswa karena layanan yang baik, membuat mereka masuk UAD. “Kalau layanan dilakukan dengan baik, pasti UAD akan semakin meningkat.”

Ia juga meminta ke FH agar akreditasi program studinya sesegera mungkin bisa mendapatkan A. Di samping itu, ia berharap, dosen-dosen FH juga berpartisipasi dalam program 100 doktor dosen UAD. “Harus ada dosen dari FH yang berpartisipasi supaya FH segera membuka Program Pascasarjana. Ini sangat diperlukan,” tegasnya.

Kasiyarno juga menyinggung orasi ilmiah, menurutnya, orasi Yudilatief yang mengusung tema “Menegakkan Demokrasi Pancasila: Antara Daulat Rakyat versus Daulat Partai” sangat penting. Sebab, semua orang bisa mengetahui ideologi yang terjadi di negara ini. (ASE)